Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menteri Arifah Ajak Orang Tua Perhatikan Gizi Anak untuk Cegah Anemia

IMG_20250725_111533_271.jpg
Menteri PPPA Arifah Fauzi. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Intinya sih...
  • Anemia pada anak dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan otak
  • Kekurangan gizi mikro dapat menyebabkan Anemia Defisiensi Besi (ADB)
  • Kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk merumuskan strategi mengatasi anemia pada anak
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, meminta agar para orang tua lebih memperhatikan pemenuhan gizi anak. Khususnya kecukupan konsumsi makanan yang mengandung zat besi untuk mencegah Anemia Defisiensi Besi (ADB).

“Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023 oleh Kementerian Kesehatan, sebanyak 23,08 persen anak usia 0-4 tahun mengalami anemia. Angka ini mengindikasikan situasi darurat karena World Health Organization (WHO) menetapkan prevalensi di atas 20 persen, sudah termasuk kategori masalah kesehatan masyarakat yang kronis," kata Arifah dalam keterangannya, dikutip Kamis (7/8/2025).

1. Bisa membawa dampak panjang pada perkembangan otak anak

IMG-20250804-WA0027.jpg
Menteri PPA Arifah Fauzi memantau perkembangan siswa SLB Semarang saat pemantauan CKG. (IDN Times/bt)

Arifah menjelaskan, angka tersebut bukan hanya sekadar data statistik, melainkan gambaran nyata dari situasi genting yang mengancam masa depan anak-anak Indonesia.

Hal ini diungkapkan Arifah saat talkshow Kolaborasi Peringatan Hari Anak Nasional 2025. Dia menjelaskan potensi kekurangan zat besi pada anak mulai terjadi pada usia enam bulan, dan membawa dampak jangka panjang terhadap perkembangan otak.

2. Salah satu dampak dari kekurangan gizi mikro

Riyanto
MBG di MI Nurul Ulum, Desa Sidorejo Madiun. IDN Times/Riyanto.

Sementara, Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lovely Daisy, menyoroti ADB sebagai salah satu dampak dari kekurangan gizi mikro, akibat pola konsumsi masyarakat yang tidak sehat dan tidak memenuhi prinsip gizi seimbang.

“Habituasi atau kebiasaan makan sehat perlu dibangun sejak dari rumah, karena itu akan berdampak langsung pada pemenuhan gizi anak sesuai dengan usianya. Cek kesehatan gratis kita sudah langsung di sekolah-sekolah ya, lebih kepada remaja. Sementara untuk anak usia di bawah tujuh tahun, pemeriksaan bisa dilakukan di puskemas,” kata Daisy.

3. Kolaborasi lintas sektor rumuskan strategi atasi anemia anak

Pendidikan gizi menjadi kunci keberlanjutan program MBG. (UNICEF Indonesia)
Pendidikan gizi menjadi kunci keberlanjutan program MBG. (UNICEF Indonesia)

Kemen PPPA mendorong kolaborasi lintas sektor bersama Kementerian Kesehatan RI dan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) untuk merumuskan strategi mengatasi anemia pada anak, mulai dari edukasi, penguatan layanan kesehatan, hingga dukungan akses makanan bergizi dan penambahan vitamin yang mengandung zat besi.

“Kolaborasi lintas sektor seperti ini sangat penting, terutama dalam menjangkau lapisan masyarakat paling dasar. Peran keluarga, komunitas, dan organisasi perempuan seperti Fatayat NU amat strategis dalam membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya kesehatan anak karena Fatayat NU memiliki jaringan yang luas hingga ke desa,” kata Arifah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us