Menteri PPPA Marah, Kecam Kekerasan Seksual Guru ke Murid di Tangerang

- Menteri PPPA mendesak Kapolres Metro Tangerang Kota untuk segera menuntaskan penyelidikan dan penyidikan serta mengambil tindakan tegas terhadap pelaku, termasuk melakukan penahanan.
- Tim layanan SAPA 129 masih terus berkoodinasi dengan UPTD PPA Tangerang Kota yang telah melakukan pendampingan hukum secara intensif, mulai dari proses pelaporan ke kepolisian, visum, hingga BAP.
- Arifah juga mengingatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga pendidikan, agar tidak menutupi kasus kekerasan seksual dengan dalih menjaga nama baik.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi prihatin dan merasa marah atas tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum tenaga pendidik terhadap anak kelas 7 di sebuah sekolah menengah di Kota Tangerang.
Arifah menilai tindakan ini sangat mencederai kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan, yang semestinya menjadi ruang aman bagi anak untuk belajar, tumbuh, dan berkembang.
“Saya sangat prihatin dan mengecam keras tindakan biadab ini. Dunia pendidikan harus menjadi tempat yang aman bagi anak, bukan justru menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual oleh orang yang seharusnya melindungi. Tidak ada alasan untuk penyelesaian damai atau kompromi dalam kasus seperti ini," ucap Arifah dalam keterangan, Minggu (24/8/2025).
1. Desak polisi tuntaskan kasus

Arifah mendesak Kapolres Metro Tangerang Kota untuk segera menuntaskan penyelidikan dan penyidikan serta mengambil tindakan tegas terhadap pelaku, termasuk melakukan penahanan. Korban dan keluarganya berhak mendapatkan keadilan, perlindungan, dan pemulihan menyeluruh.
"Berdasarkan laporan yang diterima, saat ini proses hukum masih berlangsung di Polres Metro Tangerang Kota, dengan pemeriksaan saksi-saksi yang sedang berjalan. Namun hingga saat ini, terlapor belum ditahan," ujarnya.
2. Kemen PPPA dampingi secara psikologis

Dia mengatakan saat ini tim layanan SAPA 129 masih terus berkoodinasi dengan UPTD PPA Tangerang Kota yang telah melakukan pendampingan hukum secara intensif, mulai dari proses pelaporan ke kepolisian, visum, hingga BAP.
"Selain itu, pendampingan psikologis dan psikiatri juga telah diberikan kepada korban sebagai bagian dari layanan pemulihan," ujar Menteri PPPA.
3. Jangan tutupi kasus

Arifah juga mengingatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga pendidikan, agar tidak menutupi kasus kekerasan seksual dengan dalih menjaga nama baik institusi sebab perlindungan anak harus menjadi prioritas tertinggi.
Dia mengajak masyarakat untuk berani melapor dan mendorong aparat agar bertindak cepat, profesional, dan berpihak kepada korban.
“Tidak boleh ada lagi korban yang terabaikan. Tidak boleh ada lagi pelaku yang bebas berkeliaran tanpa proses hukum yang adil. Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa dan harus ditindak secara luar biasa pula," katanya.
"Saya juga mengingatkan dan mengajak seluruh pihak jika mendengar, melihat, atau bahkan mengalami kekerasan segera melaporkan ke layanan call center SAPA 129 atau melalui WhatsApp di 08111 129 129,” kata Menteri PPPA.
Dari aspek hukum, dugaan tindakan yang dilakukan oleh terlapor memenuhi unsur pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan perbuatan cabul terhadap anak.
Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana dimuat dalam Pasal 82 Ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga lima miliar rupiah. Ancaman hukuman tersebut dapat ditambah sepertiga karena pelaku merupakan tenaga pendidik.