Menteri UMKM: Mama Khas Banjar Harusnya Tidak Disanksi Pidana

- Menteri UMKM, Maman Abdurrahman meminta pemilik toko Mama Khas Banjar, Firli Norachim dibebaskan setelah didakwa dalam kasus makanan tidak layak edar.
- Maman menilai kasus yang menimpa Firly Norachim bersifat administratif dan harus dilihat secara proposional demi menjaga usaha dan pembangunan ekonomi nasional.
- Pelanggaran pelebelan pangan sebaiknya diselesaikan dengan sanksi administratif bukan pidana, menurut Maman. Ia juga berharap keputusan pengadilan nantinya bijaksana.
Jakarta, IDN Times - Menteri UMKM, Maman Abdurrahman menilai, pemilik toko Mama Khas Banjar, Firli Norachim layak untuk dibebaskan setelah didakwa dalam kasus makanan tidak layak edar. Menurut Maman, kasus yang menimpa Firly Norachim bersifat administratif.
Firly sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri (PN) Banjarbaru setelah dilaporkan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Kasus yang menimpa Firly Norachim ini menurut Maman harus dilihat secara proposional demi menjaga usaha dan pembangunan ekonomi nasional.
Hal tersebut disampaikan Maman Abdurrahman dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI menindaklanjuti kasus Mama Khas Banjar, Kamis (15/5/2025).
"Kementerian UMKM meminta agar perkara ini dapat dilihat secara proposional saudara Firly tentunya layak untuk diberikan pembebasan karena pelanggaran bersifat administrasi bukan pidana demi menjaga usaha dan pembangunan ekonomi nasional," kata Maman.
1. Harusnya disanksi secara administratif

Menurut Maman, pelanggaran pelebelan pangan, baik kasus rendah atau sedang sebaiknya diselesaikan dengan sanksi administratif bukan pidana [utimer remedium]. Artinya, penindakan pidana seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam setiap proses penegakan yang ada.
Menurut dia, dalam kasus Firli ini seharusnya penegak hukum tidak menggunakan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perlindungan Konsumen. Akan tetapi, penerapan UU Pangan jauh lebih relevan untuk diterapkan oleh penegak hukum karena bersifat lex spesialis.
"Jika terjadi tumpang tindih undang-undang pangan harus digunakan karena lebih rinci dan khusus mengatur keamanan mutu, label dan gizi produk pangan," kata dia.
"Sanksi administratif lebih tepat untuk UMKM menjatuhkan pidana kepada UMKM yang beritikad baik seperti Firli bertentangan dengan kebijakan hukum nasional," sambungnya.
2. Harap pengadilan bijaksana putuskan kasus Mama Khas Banjar

Kendati demikian, Maman mengatakan, pihaknya sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk menyelesaikan kasus ini karena sudah menjadi ranah aparat penegak hukum.
Ia lantas berharap, aparat penegak hukum nantinya bisa mengambil keputusan yang arif dan bijaksana. Kementerian UMKM kata dia, tidak punya wewenang lebih jauh untuk mengintervensi hukum yang berjalan di pengadilan.
"Apa pun keputusannya saya yakin bapak-bapak aparat penegak hukum punya keputusan yang bijak dan arif," kata dia. "Karena ini sudah masuk ranah pengadilan yang tentunya kita tidak punya kompetensi untuk mengintervensi keputusan pengadilan tersebut," sambungnya.
3. Menteri UMKM pasang badan di kasus Mama Khas Banjar

Sebelumnya, Maman Abdurrahman, hadir langsung dalam sidang kasus pidana yang menjerat Firly Norachim, pemilik Toko Mama Khas Banjar di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Maman hadir sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan di PN Banjarbaru, Rabu (14/5/2025). Dalam persidangan, Maman menyatakan kesiapannya untuk memikul tanggung jawab atas perkara yang menimpa Firly.
“Saya ingin sampaikan kepada semuanya, bahwa saya yang bertanggung jawab,” ujar Maman dengan suara bergetar, sembari mengusap air matanya di hadapan majelis hakim.
Maman menilai, kasus ini mencerminkan situasi yang dihadapi banyak pelaku UMKM, yang kerap beroperasi dengan keterbatasan pemahaman hukum dan tanpa pendampingan memadai dari pemerintah.
“Kehadiran saya bukan untuk membela yang salah atau menyalahkan yang benar, tapi menjadikan ini momen evaluasi bagi kita semua, termasuk kementerian saya,” tegasnya.
Firly didakwa melanggar Pasal 62 Ayat (1) junto Pasal 8 Ayat (1) huruf g dan i UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ia terancam hukuman penjara lima tahun atau denda Rp2 miliar. Kasus ini memicu simpati publik setelah Firly menutup tokonya pada 1 Mei 2025 dan mem-PHK 17 karyawannya.