Momen Deddy Corbuzier Minta Maaf Usai Kritik Anak yang Protes MBG

- Deddy Corbuzier minta maaf karena kritik anak penerima MBG
- Deddy sebut kritik terhadap anak penerima MBG dibuat sebelum dirinya menjadi Stafsus Menhan
- Feri menilai kabinet Prabowo yang terlalu besar menyebabkan komunikasi buruk dan Polisi serta TNI tak seharusnya ikut mendistribusikan MBG
Jakarta, IDN Times - Publik figur Deddy Corbuzier akhirnya meminta maaf kepada masyarakat usai aksinya pernah mengkritik anak yang menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Deddy pada Januari 2025 membuat konten khusus yang diunggah ke akun media sosialnya karena anak tersebut menilai menu ayam goreng yang disajikan tidak enak.
Kini delapan bulan berlalu, ribuan anak penerima MBG menjadi korban keracunan massal. Konten lawas Deddy pun diungkit kembali oleh publik, termasuk oleh pakar hukum tata negara, Feri Amsari.
"Dulu, Mas Letkol Deddy Corbuzier menghina respons anak-anak soal Makan Bergizi Gratis. Sekarang, setelah tahu selain tidak enak, MBG juga beracun dan berbelatung (ada juga yang berkaca), gimana Om Ded? Mau gak minta maaf sama itu anak-anak," tulis Feri di akun media sosialnya dan dikutip pada Sabtu (4/10/2025).
Unggahan di media sosial itu direspons oleh Deddy lewat program siniarnya. Ia membuka dialog dengan Feri mengenai bobroknya distribusi program MBG di lapangan.
"Saya minta maaf karena cara saya menyampaikan jelek dan salah. Seharusnya saya tidak menyampaikan dengan kata-kata 'pea' dan sebagainya. Harusnya ketika itu saya terangin saja makan sehat memang begitu, kadang kala ada yang rasanya gak enak. Tapi, ada juga yang enak," kata Deddy di program siniarnya, dikutip hari ini.
Pria yang kini menjabat sebagai Staf Khusus Menhan bidang komunikasi sosial dan publik itu mengaku emosi saat menyaksikan video anak yang memprotes menu MBG. Sebab, program MBG dinilainya positif.
"Tapi, kok sudah diberi makanan ke anak-anak, isinya malah protes, makanya, saya emosi. Salahnya saya ketika itu adalah, sikap saya react bukan respons," ujarnya.
1. Deddy sebut ketika memprotes penerima MBG belum jadi Stafsus Menhan

Di program siniar itu, Deddy juga berdalih konten berisi kritik terhadap anak penerima MBG dibuat sebelum dirinya menjadi Staf Khusus Menhan. Mantan pesulap itu dilantik menjadi Stafsus Menhan pada Februari 2025.
"Pada saat saya marah-marah dan ngomong kata 'pea', pertama, saya belum menjadi stafsus. Kedua, menurut saya, makanan gak enak, karena saya sering diet sehat, yang namanya makanan bergizi memang kebanyakan gak enak. Tapi, saya minta maaf," kata Deddy.
Di sisi lain, Deddy menilai niat Presiden Prabowo mendistribusikan MBG baik dan mulia. Namun, ia akui implementasi program tersebut di lapangan banyak masalah.
Tetapi, dalam pandangan Feri Amsari, niat baik saja tidak cukup dalam memberikan layanan bagi publik.
"Tujuan baik saja tidak cukup. Pemerintah kan ingin mendistribusikan MBG demi meningkatkan kesehatan dan tumbuh kembang anak. Ada 23 juta anak Indonesia per 2024 yang masih stunting hingga under weight. Kalau tujuan ini tidak dilaksanakan dengan baik, anak yang diharapkan tumbuh kembang baik, stunting hilang, malah bisa menambah masalah baru. Nah, itu bisa terjadi," tutur Feri.
2. Feri menilai kabinet Prabowo yang terlalu besar menyebabkan komunikasi buruk

Feri menilai buruknya implementasi program MBG karena postur kabinet Prabowo yang terlalu gemuk. Total jumlah menteri, wakil menteri dan pejabat setingkat menteri di era kabinet Merah Putih mencapai 109 individu. Alhasil, tak ada pengawasan mumpuni program MBG di bawah.
"Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib memastikan semua kebijakan terlaksana dengan baik. Program itu dibantu menteri-menteri. Para menteri itu akan memastikan juga anak buah di bawahnya berjalan dengan baik," kata Feri.
Ia pun menggarisbawahi jumlah menteri dan wakil menteri lebih dari 100 terlalu gemuk dan kacau. Feri pun memberikan contoh Amerika Serikat (AS) yang memiliki luas negara lebih besar dari Indonesia, hanya ada 21 menteri dan pejabat setingkat menteri.
"Kalau mereka semua capable, tidak mungkin makanan kemarin beracun. Karena kabinet terlalu besar akibatnya pelaksanaan di bawah juga karut marut," tutur dia.
3. Polisi dan TNI tak seharusnya ikut mendistribusikan MBG

Melalui program siniar itu, Feri turut mempertanyakan keterlibatan TNI dan Polri yang ikut membangun Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) untuk mendistribusikan MBG ke sekolah-sekolah. Sebab, hal itu tidak sesuai dengan konstitusi di Indonesia.
"Polisi dan militer hanya punya satu tugas konstitusi. Satu lembaga mengurus keamanan, sedangkan yang lainnya fokus di bidang pertahanan. Tidak ada tugas lain, tidak (membagikan) MBG," kata Feri.
Ia pun tak menutup mata sepenuhnya, personel TNI dan kepolisian dapat diperbantukan untuk mendistribuiskan MBG ke wilayah 3 T (tertinggal, terdepan dan terluar) atau daerah terkena bencana.
"Kan itu memang tugas mereka," katanya.
Pendiri firma Themis Indonesia itu juga heran mengapa distribusi MBG harus dikebut. Sebab, fokus utama seharusnya pada pemenuhan gizi bagi anak.