Napak Tilas Karantina Haji Pertama Indonesia, Berdiri di Masa Kolonial

Jakarta, IDN Times - Pusat Karantina Haji pertama di Indonesia ternyata bukan berada di Jawa. Adalah Pulau Rubiah, Sabang, Aceh, yang menjadi lokasi dari Pusat Karantina Haji pertama di Indonesia.
Karantina Haji di Pulau Rubiah berdiri pada masa kolonial, yakni 1920 dan dijadikan sebagai tempat karantina bagi jemaah yang mau berangkat atau pulang dari Makkah. Di sana, sempat dibangun sejumlah fasilitas untuk melayani jemaah yang akan berangkat ke Tanah Suci lewat jalur laut.
Pada Rabu, 7 Agustus 2024, IDN Times berkesempatan mengunjungi tempat bersejarah ini bersama dengan pihak Direktorat Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, didampingi pihak Imigrasi Kelas II TPI Sabang.
1. Gedung tak terawat dikelilingi ilalang

Pada pertengan 2019 lalu, Kemenag Aceh melakukan observasi pusat Karantina Haji di Rubiah dan ditemukan gedung tersebut sudah tidak terawat dan telah ditumbuhi ilalang.
Saat IDN Times bertandang ke gedung itu pada Agustus 2024, terlihat memang jalannya tertutup dedaunan, meski sudah dilapisi dengan jalan berlapis semen rapi.
Saat sampai, terlihat plafon gedung juga sudah ringsek ditutupi daun dan tanah. Lantai gedung juga sudah kotor dan tak terawat.
2. Dibangun untuk kepentingan ekonomi politik

Dilansir dari situs resmi Kementerian Agama Indonesia Pendiri Sabang Heritage Society (SHS), Albina Ar Rahman, mengatakan pemerintah kolonial Belanda mendirikan pusat karantina haji untuk kepentingan ekonomi dan politik.
Karena Aceh menjadi wilayah dengan salah satu penduduk muslim terbesar, keberadaan Karantina Haji diharapkan bisa meningkatkan simpati masyarakat terhadap pemerintah kolonial Hindia-Belanda. Selain itu, posisi Pulau Rubiah yang menjadi salah satu garda terdepan, begitu sentral untuk mendukung aktivitas ekonomi dagang Hindia-Belanda.
Didirikannya Karantina Haji di sana, juga didasari atas alasan preventif. Karena pada masa kolonial banyak penyakit yang bermunculan dan vaksin minim, maka jemaah yang pulang harus dikarantina terlebih dulu.
"Dulu, belum ada vaksin seperti sekarang. Jadi, orang yang pulang antar negara itu (dianggap) bawa pulang penyakit. Jadi harus dikarantina dan itu wajib," kata Albina, dikutip Rabu (7/8/2024).
3. Gedung ini jadi barak tentara

Ketika Jepang datang, Belanda terpaksa meninggalkan Sabang, dan gedung karantina haji di Pulau Rubiah berubah menjadi barak tentara, menjadikan fungsinya bergeser.
Kemudian, di 1944, Belanda kembali dan bertempur dengan tentara Jepang, menyebabkan beberapa bangunan pusat karantina hancur oleh peluru dan altileri.
Sejak itu, Pulau Rubiah tidak lagi menjadi pusat karantina haji. Namun, Sabang tetap menjadi jalur pemberangkatan jamaah haji ke Arab Saudi hingga medio 1970-an melalui kampung haji.