Buruh Portugal Mogok Kerja, Aktivitas Publik Lumpuh

- Serikat buruh menolak reformasi ketenagakerjaan dalam RUU baru
- Pemerintah mempertahankan reformasi demi perubahan pasar kerja
- Peta politik bergeser di tengah perdebatan reformasi ketenagakerjaan
Jakarta, IDN Times – Portugal menjadi hening pada Kamis (11/12/2025) ketika mogok kerja umum terbesar sejak 2013 menghentikan banyak layanan penting. Ratusan penerbangan dan kereta dibatalkan, angkutan umum hanya berjalan minimal, dan tumpukan sampah terlihat di berbagai sudut kota.
Sekolah berhenti total, operasi rumah sakit non-darurat tertunda, sementara ruas utama Lisboa lengang, stasiun pusat kosong, sekitar dua pertiga dari 250 penerbangan harian TAP Air Portugal dihentikan, dan pabrik Autoeuropa milik Volkswagen juga berhenti beroperasi setelah hampir 1.000 pekerjanya mendukung penuh aksi tersebut.
Dilansir dari Al Jazeera, aksi ini digalang bersama oleh dua serikat buruh terbesar, yaitu Konfederasi Umum Pekerja Portugal (CGTP) dan Serikat Pekerja Umum (UGT). Kedua kelompok ini kembali bersatu untuk pertama kalinya sejak krisis utang zona euro 2013.
Sebanyak 20 unjuk rasa berlangsung serentak di berbagai kota, dan dukungan publik terlihat kuat karena 61 persen responden survei menyatakan mendukung aksi tersebut.
1. Serikat buruh menolak reformasi ketenagakerjaan dalam RUU baru

Pemogokan ini digerakkan oleh penolakan terhadap RUU berisi lebih dari 100 usulan perubahan ketenagakerjaan. Aturan baru itu akan mempermudah pemecatan, memperpanjang penggunaan kontrak sementara, serta menghapus larangan memecat lalu merekrut kembali pekerja melalui perusahaan outsourcing. RUU juga akan menghapus kewajiban memulihkan posisi pekerja yang di-PHK secara tak adil, sementara serikat buruh menilai perempuan, anak muda, dan 1,3 juta pekerja dalam posisi rentan dari total sekitar lima juta tenaga kerja akan terkena dampak paling besar.
Sekretaris Jenderal CGTP Tiago Oliveira menyampaikan kepada AFP bahwa reformasi tersebut merupakan salah satu serangan terbesar terhadap dunia kerja di Portugal. Ia juga mengingatkan bahwa perubahan ini berpotensi menormalkan kondisi kerja yang tidak aman, melonggarkan aturan jam kerja, dan membuka jalan bagi pemecatan yang lebih mudah.
Sekretaris Jenderal UGT Mário Mourão menilai tidak ada satu pun pekerja yang akan benar-benar terbebas dari risiko yang ditimbulkan RUU ini.
2. Pemerintah mempertahankan reformasi demi perubahan pasar kerja

Perdana Menteri (PM) Luís Montenegro tetap bersikukuh bahwa reformasi ini harus diterapkan untuk menghapus kekakuan pasar tenaga kerja. Ia menilai perubahan tersebut akan membantu perusahaan meraih keuntungan yang kemudian bisa digunakan untuk menaikkan gaji.
Ia juga berharap langkah ini membuat Portugal berada di posisi terdepan dibanding negara-negara Eropa lain, dan meski ekonomi tumbuh 2 persen dengan tingkat pengangguran sekitar 6 persen (terendah sepanjang sejarah) Montenegro melihat situasi saat ini sebagai waktu yang paling tepat untuk melakukan transformasi.
UGT memandang paket perubahan tersebut menunjukkan keberpihakan yang kuat kepada pengusaha ketika pasar tenaga kerja sedang berada dalam kondisi solid. Di sisi lain, Tiago Oliveira menilai pemogokan ini berhasil menarik perhatian publik menjelang pemilihan presiden mendatang, dan ia menuturkan bahwa aksi umum skala besar akan kembali terjadi jika situasi tidak berubah.
3. Peta politik bergeser di tengah perdebatan reformasi ketenagakerjaan

Pemerintahan minoritas kanan-tengah yang dipimpin Montenegro tidak memiliki kendali penuh atas parlemen. Karena itu, ia perlu mencari dukungan dari Partai Inisiatif Liberal (IL) yang lebih kecil serta Chega, partai kanan jauh yang kini menjadi kekuatan kedua terbesar. Oposisi menuduh pemerintah menyembunyikan rencana pemangkasan hak pekerja selama kampanye dan menilai langkah merangkul Chega sebagai bentuk ingkar janji.
Dilansir dari BBC, sejumlah kandidat presiden untuk pemilu Januari 2026 memperingatkan bahwa RUU tersebut berpotensi bertentangan dengan Konstitusi Portugal 1976. Konstitusi itu memuat perlindungan ketenagakerjaan yang termasuk paling ketat di Eropa. Dalam sistem semipresidensial Portugal, presiden memiliki kewenangan untuk memveto RUU atau mengirimkannya ke Mahkamah Konstitusi untuk ditinjau lebih lanjut.


















