Pandemik Belum Usai, Pemerintah Jangan Terbuai Pujian Ketum Parpol

Jakarta, IDN Times - Partai Demokrat menyentil sikap para ketua umum partai politik koalisi yang melemparkan sederet pujian bahwa pemerintah telah berhasil mengatasi pandemik COVID-19. Salah satu yang memuji kepemimpinan Presiden Joko "Jokowi" Widodo adalah Ketum Partai Gerindra, Prabowo Subianto.
Ia mengatakan kepemimpinan Jokowi efektif mengatasi pandemik COVID-19. Prabowo bahkan menyatakan jadi saksi hidup bagaimana pengambilan keputusan di dalam kabinet untuk mengatasi pandemik sesuai dengan situasi di Tanah Air.
Namun menurut Partai Demokrat, pujian itu masih terlalu dini. Apalagi, angka kematian akibat COVID-19 terus bertambah dan totalnya menembus angka 131.372.
"Apakah ini saat yg tepat untuk melantunkan puja dan puji atau melakukan selebrasi? Apakah kita tidak sebaiknya menahan diri, dan terus mawas diri? Apakah empati sudah menjadi barang langka di negeri ini? Di kala 130 ribu anak bangsa ini kehilangan nyawanya karena pandemik, apakah patut pemerintah diklaim berprestasi dan karenanya patut mendapatkan apresiasi?" tanya Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, melalui keterangan tertulisnya pada Minggu (29/8/2021).
Ia yang mewakili Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kembali mengingatkan pemerintah untuk terus berempati. Khususnya, kepada anggota keluarga korban COVID-19.
"Ingat! Tidak ada yang lebih bernilai dari nyawa manusia, seperti yang selalu disampaikan oleh ketum kami, Mas Agus Harimurti Yudhoyono," kata dia lagi.
Ia juga mewanti-wanti alih-alih melakukan selebrasi, lebih baik pemerintah melakukan evaluasi dan mitigasi. Sehingga, bila ditemukan varian baru kembali masuk dan melanda, sudah bisa diantisipasi.
Apa saja klaim-klaim keberhasilan pemerintah dalam mengatasi pandemik COVID-19?
1. Pemerintah diminta turunkan tingkat penularan COVID-19 sesuai standar WHO di bawah lima persen

Herzaky mengingatkan alih-alih berpuas diri karena kasus COVID-19 mulai menurun, pemerintah diminta untuk fokus membuat kebijakan yang benar-benar efektif. Jangan lagi bersikap seperti pemadam kebakaran dan hanya menyelesaikan permasalahan yang ada di depan mata.
"Jangan lagi mengulang kesalahan sama seperti ketika di awal pandemik tatkala varian Delta menyerbu Indonesia pada periode Juni hingga Juli lalu. Pemerintah terlihat gelagapan dan kekacauan terjadi di mana-mana," kata Herzaky.
Saat itu, terjadi antrean tabung oksigen untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah sakit dan di rumah. Banyak warga ketika itu juga harus antre untuk bisa masuk dirawat inap di rumah sakit. Sedangkan, tenaga kesehatan banyak yang kelelahan.
"Kemudian, mereka meregang nyawa karena tidak kebagian oksigen. Sedangkan, tenaga kesehatan meninggal karena menangani pasien yang tidak pernah berhenti," tutur dia lagi.
Oleh sebab itu, Partai Demokrat mendorong agar pemerintah terus bekerja menurunkan tingkat positivity rate atau penularan kasus sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Menurut WHO, pandemik di suatu negara baru terkendali bila positivity rate berada di bawah lima persen.
Sedangkan, data dari Satgas Penanganan COVID-19 di tingkat nasional, tingkat penularan harian COVID-19 di Indonesia per 28 Agustus masih berada di angka 9,63 persen.
"Jumlah penduduk yang divaksinasi pun masih sangat jauh dibandingkan standar WHO, atau pun negara-negara tetangga lainnya. Sehingga, terlalu dini untuk berpuas diri," ungkapnya.
2. Jokowi klaim Indonesia masuk jajaran 10 negara tertinggi melakukan vaksinasi COVID-19

Sementara, di hadapan para pimpinan partai politik koalisi, Jokowi mengklaim Indonesia masuk jajaran 10 negara yang tertinggi melakukan vaksinasi COVID-19 bagi warganya. Indonesia diklaim berada di peringkat keempat dan telah memberikan vaksin bagi 58,7 juta orang.
Sedangkan, di peringkat pertama diduduki India dengan pemberian vaksinasi bagi 452,2 juta. Amerika Serikat berada di bawah India dan telah memberikan 201,7 juta warganya vaksin.
"Peringkat kita gak jelek-jelek banget sih. Bila dihitung dari jumlah orang yang sudah divaksinasi, kita berada di peringkat keempat," ujar Jokowi.
Sementara, bila dihitung berdasarkan banyaknya suntikan, maka jumlahnya mencapai 91,7 juta dosis vaksin COVID-19. Indonesia disebut berada di peringkat ketujuh.
"Kita tidak kalah dengan Jerman, Jepang, Amerika, India, dan Tiongkok," tutur dia lagi.
Namun, bila merujuk kepada data dari Satgas Penanganan COVID-19 hingga akhir 2021, pemerintah harus bisa memberikan vaksin bagi 208.265.720 orang. Angka itu merupakan target agar dapat dicapai kekebalan kelompok.
3. Jokowi sadari bila kasus COVID-19 naik maka berdampak pada penurunan ekonomi

Di dalam pertemuan itu, Jokowi menyadari rumus dalam menghadapi pandemik COVID-19 sudah mulai terbentuk. Bila kasus COVID-19 naik, maka dapat menyebabkan perekonomian menurun dan sebaliknya.
"Mencari keseimbangan di situlah yang paling sulit. Apalagi disesuaikan dengan kondisi lapangan di Indonesia yang tidak mudah karena kondisi geografisnya kepulauan," ujarnya.
Kondisi kepulauan itu menurutnya yang menyebabkan distribusi vaksin COVID-19 dan obat membutuhkan waktu yang lama untuk tiba di fasilitas kesehatan. Meski begitu, Jokowi bersyukur ada perbaikan dalam perekonomian.
Sebab, pada kuartal II 2021, ekonomi Indonesia tumbuh hingga 7,1 persen. Padahal, pada kuartal pertama 2021 pertumbuhan ekonomi minus 0,7 persen.