Polisi RW ala Komjen Fadil Imran: Jangan Sampai Jadi Alat Politik!

Jakarta, IDN Times - Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komjen Pol Fadil Imran akan menjadikan Polisi RW sebagai program nasional. Polisi RW merupakan program yang dibentuk sewaktu Fadil masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya.
Fadil mengatakan, sesuai arahan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, polisi harus dekat dengan masyarakat. Selain itu polisi juga tetap harus bersikap humanis dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Saat menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, kala itu Fadil mengaku membuat sejumlah program. Di antaranya adalah Kampung Tangguh Jaya, Vaksinasi Merdeka, Street Race, ADA Polisi, hingga malam pelayanan. Berbagai program ini menurutnya menjadi embrio lahirnya Polisi RW. Terbaru, Fadil juga tidak menampik bahwa Polisi RW akan dipersiapkan untuk Pemilu 2024.
“Perjalanan dari pembentukan berbagai program Inilah yang kemudian menjadi embrio lahirnya Polisi RW di Jakarta, yang kemudian diapresiasi oleh Kapolri untuk secara bertahap dijalankan secara nasional,” kata dia dalam keterangan yang diterima IDN Times belum lama ini.

1. Polisi RW tak akan jadi program bersifat lip service

Fadil memastikan bahwa dirinya akan melakukan berbagai evaluasi dan inovasi agar program ini tidak menjadi program lip service ataupun seremoni semata.
Setiap wilayah seperti Yogyakarta, Bandung, akan melakukan analisis, pemetaan secara bertahap yang kemudian dilanjut dengan memilih kawasan yang tingkat kepadatan penduduk ataupun catatan aduan kamtibmasnya tinggi.
“Sebagaimana arahan Bapak Kapolri, saya akan terus turun ke bawah, melakukan berbagai evaluasi dan inovasi agar program ini tidak menjadi program lip service ataupun seremoni semata,” tegas dia.
2. Jangan sampai jadi alat politik

Namun, Polisi RW yang akan dijadikan sebagai program nasional itu memunculkan kekhawatiran, apalagi menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menilai, secara konsep program tersebut cukup baik karena dapat mendekatkan polisi dengan masyarakat.
Hanya saja, secara ideologis, dia mengingatkan agar jangan sampai Polisi RW ini menjadi alat politik, sebagaimana pendekatan Orwellian. Apalagi saat ini sudah menjelang masa-masa Pemilu 2024. Dia menjelaskan, penggunaan polisi dalam pemenangan pemilu sudah pernah terjadi.
“Penggunaan polisi dalam pemenangan pemilu itu sudah pernah terjadi,” kata dia kepada IDN Times.
3. Ada pemilu dan tidak ada pemilu harkamtibmas harus kondusif
.jpg)
Sementara itu, Komisioner Kompolnas Poengky Indarti, memiliki pandangan yang berbeda. Menurutnya, ada atau tidaknya pemilu, pemeliharaan keamanan dan ketertiban di masyarakat tetap harus kondusif.
Oleh karena itu, menurut dia, tugas-tugas preventif dan preemtif dari kepolisian untuk mencegah kejahatan harus diperbanyak.
Ia pun masih meyakini bahwa polisi tetap akan bersikap netral dan tidak akan mendukung pasangan tertentu pada Pemilu 2024 yang akan datang.
“Polisi netral tidak berpolitik. Ada pemilu atau tidak ada pemilu, harkamtibmas tetap harus kondusif,” kata dia kepada IDN Times.
4. Kompolnas beri catatan untuk Polisi RW ala Fadil Imran

Lebih jauh, Poengky memberikan lima catatan supaya peran dan keberadaan Polisi RW gebrakan Fadil Imran itu bisa menjadi lebih optimal.
Pertama, perlu ada koordinasi yang baik antara polisi RW dengan Bhabinkamtibmas, Ketua RW, pimpinan wilayah, dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.
Kedua, perlu ada kontinuitas koordinasi, kehadiran, dan kegiatan bersama agar tidak terkesan seremonial.
Ketiga, Polisi RW perlu didukung modernisasi peralatan, misalnya CCTV dan piranti komunikasi.
Keempat, pelibatan masyarakat untuk bersama-sama menjaga kamtibmas, misalnya dengan siskamling sehingga tidak hanya membebankan pada polisi.
Kelima, perlu ada inovasi-inovasi bersama untuk menguatkan harkamtibmas di wilayah tersebut.
“Kami melihat sangat penting bagi anggota Polri untuk mengedepankan pencegahan kejahatan melalui kegiatan-kegiatan preventif dan preemtif,” kata dia.
5. Polisi RW dibutuhkan karena keberadaan Babhinkamtibmas tidak efektif

Sementara itu, Kapolsek Tambora, Kompol Putra Pratama, mengakui bahwa penempatan satu Babhinkamtibmas di satu kelurahan kurang efektif dan efisien.
Kelurahan Roa Malaka, misalnya. Dia menjelaskan, kelurahan tersebut memiliki tiga RW dan dilayani oleh satu Babhinkamtibmas. Hal tersebut terlihat jauh jika dibandingkan dengan Kelurahan Tanah Sereal yang memiliki 15 RW yang juga dilayani oleh satu Babhinkamtibmas.
“Satu polisi itu kurang efektif dan kurang efisien karena penyebaran jumlah RW di masing-masing kelurahan itu tidak merata,” ujar dia kepada IDN Times saat dihubungi, Rabu (24/5/2023).
6. Pro kontra keberadaan Polisi RW jelang pemilu

Peluncuran Polisi RW ini diakuinya memang memunculkan pro dan kontra di masyarakat, salah satunya kekhawatiran Polisi RW yang bisa menjadi mesin politik untuk pasangan calon presiden tertentu. Namun menurut dia, kekhawatiran itu tidak perlu dipermasalahkan.
“Menurut saya, kalau memang ada polisi RW yang tidak netral itu gampang untuk diketahui,” ujar dia.