Polri: Hasil Tes Kejiwaan Brigadir Rangga Butuh Waktu 14 Hari

Jakarta, IDN Times - Sejak ditetapkan sebagai tersangka, Brigadir Rangga Tianto telah menjalani tes psikologi atau kejiwaan terkait peristiwa penembakan terhadap sesama anggota Polri.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Pol. Dedi Prasetyo mengatakan, tes kejiwaan ini dilakukan untuk memeriksa ada atau tidaknya gangguan psikologis pelaku agar pihak berwajib bisa menentukan langkah selanjutnya.
"Dalam rangka meyakinkan bahwa kondisi yang bersangkutan dari sisi psikis dan kesehatan terganggu atau tidak. Kalau terganggu, ada pentahapan berikutnya. Hasil psikologis seseorang butuh waktu 14 hari," ungkapnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (29/7).
Rangga menembak Bripka Rachmat Efendi hingga tewas di Polsek Cemanggis, Depok, Jawa Barat, pada Kamis (25/7) lalu.
1. Observasi 14 hari agar hasilnya komprehensif

Dedi menjelaskan, proses observasi tes psikologi itu membutuhkan waktu 14 hari, agar memperoleh hasil yang komprehensif dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia pun mencontohkan beberapa kasus serupa seperti observasi tersangka kecelakaan di Tol Cipali pada 17 Juni 2019 lalu, dan kasus perempuan membawa anjing ke dalam Masjid di Bogor, pada 30 Juni 2019 lalu.
Kedua kasus itu, kata Dedi, membutuhkan waktu observasi selama 14 hari, untuk mengetahui kondisi kejiwaan tersangka. Dia mengatakan,hasil tes psikologi bisa saja keluar dengan cepat. Akan tetapi, menurut dia, hasilnya tidak akan komprehensif.
"Ada tahapan-tahapan untuk mengecek kondisi psikologis seseorang. Jadi, ada ujian-ujian secara bertahap baru nanti ketemu hasil yang secara komprehensif. Baru membuat suatu resume kesimpulan tentang kondisi kejiwaan seseorang," jelas Dedi.
Lebih lanjut, Brigadir Rangga kata Dedi, menembak Bripka Rachmat secara spontanitas karena tidak dapat mengendalikan emosinya.
2. Brigadir Rangga terancam hukuman mati

Bripka Rachmat Efendi meregang nyawa usai ditembak Brigadir Rangga Tianto, seorang anggota Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Mabes Polri di Polsek Cimanggis, Depok Jawa Barat pada Kamis (25/7).
Kepala Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Kakor Polairud) Baharkam Polri Irjen Pol. Zulkarnaen Adinegara sebelumnya menyatakan, Brigadir Rangga Tianto terancam hukuman mati.
"Saya atasan pelaku. Dia akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," kata Zulkarnaen ketika ditemui di rumah duka alhamrhum Bripka Rachmat Efendi di Depok, Jawa Barat, Jumat (26/7) seperti dikutip dari Antara.
Zulkarnaen menjelaskan, sesuai dengan undang-undangnya, pasal 338 KUHP dalam perencanaan pasal 340 melalui pidana umum, ancaman menghilangkan nyawa orang lain bisa seumur hidup atau hukuman mati.
"Kalau etika profesi dia bisa kena pemberhentian tidak dengan hormat alias dipecat," jelasnya.
Zulkarnaen menambahkan, mengenai senjata yang dibawa pelaku masih akan didalami. Hal ini karena, saat kejadian pelaku sedang tidak bertugas.
Mengenai psikologi pelaku, lanjut dia, tiap anggota kepolisian sesuai prosedur harus menjalani psikotes. Dan setiap dua tahun sekali dilakukan psikotes kembali.
3. Bripka Rachmat ditembak jarak dekat

Kaopsnal Yandokpol Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Kombes Pol Edy Purnomo mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan, Bripka Rachmat ditembak melalui jarak dekat.
"Dari luka permukaan, semua peluru ditembakkan dari jarak dekat dan peluru yang bersarang itu mengenai tulang sehingga tidak sampai tembus," katanya di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (26/7).
Dia mengatakan, pihaknya sudah menerima jenazah Bripka Rachmat pada Jumat (26/7) sekitar pukul 00.19 WIB. Pada pukul 05.17 WIB, proses autopsi Bripka Rachmat telah rampung. Jenazah juga telah diambil oleh pihak keluarga dan dimakamkan.
Edy menjelaskan, 7 luka tembak itu bersarang di paha bokong, perut, dada, leher, hingga mengenai dagu. Lebih lanjut, polisi akan melakukan uji balistik terhadap dua peluru yang bersarang ditubuh korban.
"Dari 7 luka tembak itu dua (peluru) bersarang. Dan anak pelurunya sudah diberikan ke polisi dengan untuk penyesuaian pemeriksaan balistik," jelasnya.
4. Kronologi peristiwa penembakan

Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan, peristiwa itu bermula ketika pelaku tawuran bernama Fachrul diamankan ke Polsek Cimanggis, Depok, Jawa Barat. Saat diamankan, seketika datanglah orangtua dari Fachrul bernama Zulkarnaen dengan didampingi oleh Brigadir Rangga.
"Sekali lagi jadi catatan, pelaku atas nama Brigadir Rangga ini merupakan paman dari saudara Fachrul yang diamankan oleh Bripka Rachmat tersebut. Saat ini yang bersangkutan sedang dalam pemeriksaan di PMJ (Polda Metro Jaya)," ungkap Asep di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/7).
Asep mengatakan, Brigadir Rangga yang merupakan anggota dari Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Mabes Polri, kemudian meminta Bripka Rachmat agar memproses keponakannya itu kepada pihak keluarganya untuk dibina.
Akan tetapi, percakapan meraka semakin memanas, sebab Bripka Rachmat ingin Fachrul diproses sesuai aturan hukum.
Brigadir Rangga lantas keluar ruangan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) di Polsek tersebut, dan mengambil senjata api jenis HS 9. Brigadir Rangga kemudian menembak ke arah tubuh Bripka Rachmat.
"Dari sembilan yang ada di magazen (slot peluru dalam senjata), tujuh peluru ditembakkan kepada tubuh Bripka Rachmat. Kemudian hasil pendalaman kita terhadap korban, dinyatakan meninggal pada saat itu juga," kata Asep.
Menurut Asep, kasus ini terjadi karena ada kesalahpahaman dalam sebuah komunikasi hingga situasi di tempat kejadian perkara (TKP) memanas.