Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gang Ruhana, Saat Toleransi Tak Hanya Sekadar Kata

TOLERANSI. Beda suku, beda agama, tapi warga Gang Ruhana tetap akur. Foto oleh Yuli Saputra/Rappler

Oleh Yuli Saputra

BANDUNG, Indonesia —Ucapan “Selamat Datang di Kampung Toleransi RW 02” terbaca di sebuah papan running text LED yang dipasang di depan pintu masuk Gang Ruhana RW 02 Kelurahan Paledang Kecamatan Lengkong Kota Bandung. 

Gang itu terlihat bersih dan dipercantik dengan lukisan dinding yang sarat dengan pesan perdamaian dan toleransi. Hal itu tampak dari simbol-simbol keagamaan yang dilukis secara harmonis.

Gang Ruhana sebuah pemukiman yang terbilang padat. Rumah-rumah berderet, berdempetan. Rumah yang berseberangan dipisahkan oleh gang yang sempit.  Gangnya berkelak-kelok dengan jarak yang pendek-pendek. Lokasi pemukiman ini berada di pusat kota, tidak jauh dari Alun-alun Kota Bandung dan Gedung Merdeka. Posisinya strategis dan dekat dengan sejumlah objek vital.

Default Image IDN

Penduduk di Gang Ruhana terbilang majemuk, terdiri dari etnis Tionghoa dan pribumi dengan beragam keyakinan.  Menurut data kependudukan RW 02 tahun 2017, dari 448 jiwa penduduk, sebanyak 213 jiwa memeluk agama Islam. Sisanya, sebanyak 175 jiwa beragama Kristen, 49 jiwa Katolik, dan 11 jiwa beragama Budha.

Dulu, penduduk Gang Ruhana didominasi etnis Tionghoa yang beragama Khonghucu, Budha, dan Tao. Tidak heran bila di wilayah RW 02 terdapat sebuah Vihara yang diberi nama Giri Metta.  Menurut  pengurus Vihara Giri Metta, Lucky Wong, tempat ibadah tiga pemeluk agama itu dibangun pada 1946. Awalnya hanya berupa altar sembahyang di rumah pribadi, namun kemudian berkembang menjadi sebuah vihara.

“Sejak saya lahir sudah berdiri vihara ini. Saya jadi pengurus di sini meneruskan leluhur saya. Saya generasi keenam,” tutur Lucky, warga etnis Tionghoa yang akrab dipanggil Ahoy saat ditemui Rappler, Selasa 20 Februari 2018. 

Menariknya, vihara itu berada tepat di belakang Masjid Al Amanah. Keduanya hanya dipisahkan sebuah gang kecil. Di atas bangunan masjid, terpasang tiang dengan tulisan lafaz Allah yang dilengkapi pengeras suara  yang mengarah ke tiga penjuru mata angin. Saat azan berkumandang, suaranya  terdengar jelas di dalam vihara, tempat ibadah yang sekaligus tempat tinggal Ahoy. 

“Ah enggak masalah bagi saya. Sudah biasa mah, enggak jadi terganggu, apalagi yang suaranya enak, kan enak aja di kuping juga. Enggak masalah. Saya sangat menghargai mereka, apalagi kita mah minoritas harus lebih peka, lebih ngerti, harus bisa adaptasi,” jawab Ahoy ketika ditanya apakah terganggu tinggal di dekat masjid.

Tidak hanya vihara dan masjid, di Gang Ruhana juga terdapat sebuah gereja, yang letaknya hanya selemparan batu dari masjid. Tempat ibadah umat Kristiani bernama Gereja Pantekosta di Indonesia Lengkong Kecil (GPdILK) itu telah ada sejak 1930an. Masjid Al Amanah justru yang terakhir dibangun, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk muslim di wilayah itu.

Praktis, ada tiga tempat ibadah berbeda yang letaknya berdampingan di satu wilayah rukun warga itu. Kondisi tersebut mendorong Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil, menetapkan Gang Ruhana sebagai Kampung Toleransi pada 2016.

Toleransi yang diwariskan turun temurun

Saat Rappler berkunjung ke Vihara Giri Metta, Ahoy tampak berbincang dengan Hari Mulyanto. Sesekali mereka melepaskan tawa di sela percakapan, menunjukkan keakraban yang sudah  lama terjalin. Mereka adalah warga asli Gang Ruhana, sama-sama terlahir di sana. “Dia itu teman main layangan waktu kecil,” kata Hari.

Hari adalah seorang warga pribumi yang sehari-hari menjadi pengurus DKM Masjid Al Amanah. Keakraban mereka seolah mencerminkan kehidupan warga Gang Ruhana. Tiada sekat agama ataupun suku di antara mereka. Toleransi bukanlah sekadar kata tapi sudah mewujud dalam keseharian, diwariskan oleh orang tua mereka secara turun temurun.

“Dalam kehidupan sehari-hari, kita sudah dididik oleh orangtua kita, diikatkan oleh tali silaturahmi antara nonmuslim dan muslim, antara etnis Tionghoa dan pribumi, Islam, Kristen, Khonghucu, dan Budha. Orang tua dulu tidak bermasalah,  toh kita juga nafsi-nafsi (masing-masing), dalam arti kata, agama dia agama dia, agama kita agama kita,” ujar Hari.

Default Image IDN

Jadi hal yang lumrah, ketika perayaan hari besar agama masing-masing, mereka saling bantu. Saat Perayaan Imlek 16 Februari 2018 kemarin, Masjid Al Amanah dijadikan tempat beristirahat para pemain Barongsay. Kemeriahan suasana Tahun Baru Cina juga dirasakan oleh seluruh warga Gang Ruhana. Kebetulan perayaan Imlek tahun ini jatuh pada Jumat, hari dimana muslim melaksanakan ibadah salat Jumat.  Di sinilah bagaimana sikap toleransi diterapkan.

“Waktu kemarin Gong Xi Fa Cai, lagi ramai-ramai (merayakan), tapi pas Jumatan dia berhenti , kita jalan (salat Jumat) dulu. Kita berhenti Jumatan, mereka jalan lagi,” kata Hari.

Begitupun saat Natal, warga muslim dan nonmuslim, turut menjaga keamanan agar perayaan hari besar umat Kristiani itu berjalan aman dan khidmat.

“Waktu kemarin Imlek, ya kita semua warga turut membantu menjaga keamanan dari RT dan RW-nya, masyarakat, ibu-ibu PKK juga ikut serta. Begitu juga waktu malam Natalan, ya kita semua gabung di situ,” kata Ketua RW 02, Rini Ambarwulan.

Rini mengaku tidak perlu bekerja keras memelihara kerukunan umat beragama di wilayahnya.  Menurut Rini, sikap itu sudah terpupuk sejak lama. Warganya, lanjut dia, sudah paham makna dari toleransi, yakni saling menghormati dan menghargai.

Sikap itu tercermin saat warga muslim berencana membangun masjid. Meski mayoritas, warga muslim tetap meminta izin ke warga sekitar, termasuk nonmuslim. Warga nonmuslim kemudian ikut terlibat dalam proses pembangunan Masjid Al Amanah. Mereka turut memberi bantuan, mulai dari menyumbang bahan bangunan, makanan, hingga tenaga. Bantuan itu tak pernah surut, bahkan setelah masjid selesai dibangun dan digunakan. “Setiap salat Jumat, ada orang Tionghoa yang jagain sandal sepatu di sini, biar enggak ada yang nyuri,” tutur Hari.

Warga Gang Ruhana memang sudah berkomitmen saling menjaga. Bahkan komitmen tak tertulis itu sudah dilakukan sejak berpuluh tahun lalu. Hari ingat, selagi terjadi kerusuhan Anti-Cina di Bandung pada 1973, warga pribumi melindungi warga Tionghoa dengan memblokir jalan masuk ke wilayah Gang Ruhana.  Selain melindungi warga Tionghoa, tindakan itu juga dilakukan agar warga pribumi tidak terprovokasi.

Begitupun ketika kasus penistaan agama menjerat Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama muncul ke permukaan. Warga Gang Ruhana tetap solid, walau aksi unjuk rasa Anti-Ahok sempat muncul di Kota Bandung. 

“Waktu kasus Ahok kemarin, kita tenang-tenang aja. Enggak ada tuh orang Tionghoa (yang diganggu). Kita tidak terprovokasi. Alhamdulillah karena kita sudah dewasa dalam berwarga,” ujar Hari.

Default Image IDN

Pendeta GPdILK, Denny Srinyoto membenarkan kentalnya kerukunan antar umat beragama di Gang Ruhana. Denny yang juga warga Gang Ruhana, merasakan betul sikap toleransi yang sudah dipraktikan sejak dulu. Semasa kecil, ia bermain tanpa memedulikan suku dan agama. Apalagi, Denny sendiri dibesarkan dari keluarga yang majemuk.

“Saya keluarganya keluarga muslim. Sepupu saya banyak yang muslim. Ya, enggak ada masalah. Kita sih enggak lihat agama. Yang kerja di gereja hampir semua orang muslim. Dari dulu, sejak belum ada Kampung Toleransi sudah begitu,” ungkapnya.

Setiap Kebaktian di GPdILK, Denny mengaku terbantu dengan keterlibatan warga muslim yang ikut mengatur kelancaran beribadah dengan menjaga keamanan serta mengatur arus kendaraan jemaat yang datang. 

Senada dengan Denny, Peggy Angely Mandias, isteri Denny, mengaku senang tinggal di lingkungan yang menjunjung tinggi toleransi. Sebagai makhluk sosial, kata Peggy, sudah sewajarnya manusia saling membantu dan menghargai, tanpa dihalangi perbedaan suku, ras, dan agama. Apabila salah satu ada kegiatan, maka yang lain ikut berpartisipasi, sesuai dengan kemampuannya. 

“Kita senang banget karena dengan kayak gitu, kita bisa saling mendukung satu dengan yang lain, saling menghargai, saling menerima. Puji Tuhan, kebersamaan itu indah banget,” pungkasnya penuh syukur.

—Rappler.com

Share
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us