PPATK Duga Sederet Crazy Rich Lakukan Pencucian Uang

Jakarta, IDN Times - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga sejumlah orang yang dijuluki crazy rich mendapat kekayaannya dari hasil pencucian uang. Tindakan itu diduga berasal dari investasi bodong.
"Mereka yang kerap dijuluki crazy rich ini patut diduga melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari investasi bodong dengan skema Ponzi," ujar Kepala
PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam keterangannya, Minggu (6/3/2022).
1. PPATK endus ada transaksi yang tidak dilaporkan

Ivan menjelaskan, dugaan tersebut berasal dari analisis PPATK yang menemukan adanya transaksi terkait dengan pembelian aset mewah berupa rumah, kendaraan, perhiasan, dan lainnya, yang tak dilaporkan. Oleh karena itu, PPATK menduga hal itu dilakukan karena adanya penipuan dan pencucian dalam kasus investasi ilegal.
Menurut Ivan, dugaan pencucian uang itu menguat karena barang mewah yang dibeli itu juga tidak dilaporkan oleh penyedia barang dan jasa.
2. Penyedia barang dan jasa seharusnya juga membuat laporan

Ivan mengatakan, seharusnya penyedia barang dan jasa juga membuat laporan terkait di mana mereka mendapatkannya. Hal itu juga sudah diatur sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2021 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (TPPU-PT), Penyedia Barang dan Jasa/lainnya (PBJ).
"Setiap penyedia barang dan jasa wajib melaporkan Laporan Transaksi pengguna jasanya atau pelanggan kepada PPATK, dengan berpedoman pada penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa yang telah diatur dalam Peraturan PPATK," ucap Ivan.
3. PPATK terima lebih dari 47 ribu laporan

Ivan menerangkan, selama 2021, PPATK menerima 47.587 laporan transaksi dari penyedia barang dan jasa yang terdaftar. Jumlah tersebut meningkat 126,5 persen secara year on year.
PPATK mengapresiasi kesadaran para penyedia barang dan jasa untuk membuat laporan. Menurutnya, laporan dari penyedia barang dan jasa sangat penting.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Aturan tersebut mengatur pemberian sanksi bila tidak menjalankan kewajiban sesuai dengan ketentuan.