Prasetyo Edi: Dana Akuisisi PAM JAYA Sempat Nyasar, Balik di Era Anies

- Dana akuisisi Palyja dan Aetra digunakan untuk pembangunan Jakarta International Stadium (JIS) dan memastikan pemerataan air bersih di Jakarta.
- Pentingnya akuntabilitas publik dalam transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda untuk menyediakan layanan publik yang merata dan tetap hidup sebagai entitas bisnis yang kuat.
- Transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda sebagai momentum untuk memperkuat profesionalitas bisnis, tanggung jawab sosial, dan kebijakan pemimpin berbasis kemaslahatan rakyat.
Jakarta, IDN Times - Komisaris Utama PAM JAYA, Prasetyo Edi Marsudi, mengungkap fakta menarik soal perjalanan dana akuisisi dua perusahaan swasta pengelola air di Jakarta, Palyja dan Aetra.
Menurut Prasetyo, dana sebesar Rp650 miliar yang disiapkan untuk akuisisi sempat berpindah tangan di salah satu bank. Namun, dana itu kemudian dikembalikan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada masa Gubernur Anies Baswedan.
“Dana Rp650 miliar itu sempat ada di salah satu bank, tapi kemudian dikembalikan saat Pak Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta,” ujar Mantan Ketua DPRD DKI ini dalam lokakarya bertajuk “Menakar Masa Depan Air di Jakarta, Akankah Menjadi Air Mata?” yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi DKI Jakarta bersama PAM JAYA, Senin (6/10/2025).
1. Dana untuk pembangunan JIS

Prasetyo menjelaskan, setelah dikembalikan, dana tersebut digunakan untuk penyertaan modal pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).
“Uang itu akhirnya digunakan untuk penyertaan modal pembangunan JIS,” katanya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya memastikan pemerataan air bersih di Jakarta setelah pengelolaan tidak lagi dikuasai swasta.
“Visinya adalah, ke depan sambungkan semua. Menengah ke bawah harus semua terinstalasi,” tegasnya.
2. Pentingnya akuntabilitas publik dalam transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda

Dekan Fakultas Administrasi Negara Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Reza Hariyadi, mengatakan dualitas air sebagai barang publik sekaligus barang ekonomi.
Reza menegaskan pentingnya akuntabilitas publik dalam transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda, agar dapat memenuhi dua fungsi sekaligus, menyediakan layanan publik yang merata dan tetap hidup sebagai entitas bisnis yang kuat.
“Ketika air dipandang sebagai barang publik, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan layanan tanpa memandang kemampuan ekonomi masyarakat. Air juga merupakan komoditas ekonomi yang memiliki nilai komersial,” ucapnya.
3. Momentum perkuat tanggung jawab

Sementara Ketua Panitia Lokakarya yang juga Ketua Bidang Seni Budaya MUI Provinsi Jakarta, KH. Lutfi Hakim mengatakan transformasi PAM JAYA menjadi Perseroda sebagai momentum untuk memperkuat profesionalitas bisnis dan tanggung jawab sosial.
Terlebih, air sebagai sumber kehidupan yang melampaui aspek material, memiliki makna spiritual, budaya, dan sosial.
“Air adalah sumber kehidupan itu sendiri. Dan itu diakui sejak peradaban manusia dimulai,” ungkapnya.
Lutfi mencontohkan tradisi siraman Jawa, upacara melukat Bali, dan simbol air dalam budaya Betawi, serta menyoroti tantangan privatisasi air di Jakarta. Untuk itu pentingnya tata kelola yang transparan dan bertanggung jawab sosial.
4. Kebijakan pemimpin harus berbasis kemaslahatan rakyat

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Provinsi Jakarta, KH. Nurhadi, mengatakan pengelolaan air. bukan cuma tanggung jawab institusi, tapi ini tanggung jawab teologis.
Ia menjelaskan tiga pendekatan, Bayani (tekstual, berbasis agama), Burhani (sains dan teknologi untuk kemakmuran rakyat), dan Irfani (tasawuf, maksimalisasi potensi dan manajemen tepat).
“Ketika bicara tentang kekuasaan pemerintahan, kebijakan pemimpin harus berbasis kemaslahatan rakyat, bukan kemaslahatan pemegang kuasa,” ujarnya.