Puncak Haji Tuntas, Menag Minta Maaf kepada Jemaah

- Menag minta maaf kepada seluruh jemaah haji
- Penyelenggaraan haji tahun ini berjalan baik
- Inovasi dan perbaikan penyelenggaraan haji
Makkah, IDN Times - Amirulhaj sekaligus Menteri Agama Nasaruddin Umar bersyukur dan juga meminta maaf kepada seluruh jemaah haji asal Indonesia dan seluruh pemangku kepentingan, penyelenggaraan ibadah haji telah selesai dan berjalan baik.
"Sebagai Amirulhaj kita semuanya bersyukur seluruh tahapan puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina) sudah selesai, berjalan dengan baik. Karena yang kita targetkan insyaallah tidak ada yang meleset, kecuali ada beberapa hal yang mungkin terlambat 1,5 jam, dan itu karena masih dalam rangkaian program kita memang," kata dia.
Menag mengatakan seluruh jemaah haji telah menjalani wukuf di Arafah pada 9 Zulhijah, dan seluruh jemaah juga telah melaksanakan rangkaian ibadah mabit di Muzdalifah, baik yang murur maupun nonmurur.
"Mabit di Mina dan lontar di Jamarat serta kembali ke Makkah, baik dalam skema nafar Awal dan nafar Tsani. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar, dan itu juga bisa disaksikan oleh banyak media-media kita di sini," kata dia.
Seluruh jemaah haji Indonesia, kata Menag, kini sudah berada di kota Makkah untuk menuntaskan rangkaian ibadah haji selanjutnya, tawaf Ifadah dan beribadah di Masjidil Haram.
"Selaku Amirulhajj, kita sudah berusaha semaksimal mungkin, semua upaya, lobi-lobi dan sebagainya, sudah kita lakukan. Namun demikian, tentu juga ada hal-hal di luar perkiraan kita, termasuk karena banyaknya regulasi yang tiba-tiba hadir di tengah-tengah kita, dan itu bukan hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga jemaah-jemaah negara lain," kata dia.
1. Menag minta maaf kepada seluruh jemaah haji

Nasaruddin pun meminta maaf kepada seluruh jemaah haji dan pemangku kepentingan, jika penyelenggaraan haji belum berjalan sempurna.
"Maka itu, dari lubuk hati kami yang sangat dalam, kami menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan beberapa kloter, beberapa orang, mengalami keterlambatan, terpisah di Makkah, masalah penempatan tenda di Arafah, serta terjadinya keterlambatan di Muzdalifah dan kemacetan," kata dia.
Menurut Menag, ada hal-hal yang tidak bisa dihindari, meskipun pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin melakukan persiapan penyelenggaraan haji 2025.
"Tapi alhamdulillah pada akhirnya kita bisa sinkronkan kembali, kemacetan itu memang bukan tidak bisa kita hindari karena seluruh jalan-jalan itu sangat padat. Keterlambatan ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi semua jemaah. Jadi itu persoalan rutin setiap tahun di Saudi Arabia. Jadi hal-hal yang kita alami sebagai suatu problem ada kasusnya memang, kasuistik, tapi kita selesaikan secara kasuistik pula. Tapi secara general di atas 95 persen itu berjalan seperti apa yang kita rencanakan," kata dia.
2. Penyelenggaraan haji tahun ini berjalan baik

Menag sependapat dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Taufik Arbiah dan Wakil Gubernur Makkah bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun ini berjalan lebih baik, seiring dengan adanya sejumlah perbaikan-perbaikan infrastruktur.
"Dan kita pun menyaksikan, yang sering ke tanah suci ya, tahun ini memang sangat lancar. Bahkan hening jalanan, dulu kan macet total di mana-mana. Tapi sekarang ini sangat lancar. Bahkan hari-hari menjelang itu pun juga Baitul Haram sekitar Kakbah itu juga hening. Sedikit sekali jemaahnya. Karena sistem yang sangat baru dan sangat menurut hemat saya sangat profesional. Ketersediaan air sama sekali tidak diresahkan oleh jemaah, baik di hotel maupun Mina, Arafah," kata dia.
"Alhamdulillah juga termasuk makanan. Kita lihat jemaah-jemaah itu melimpah makanan. Walaupun ada memang yang keterlambatan, itu karena faktor kemacetan, tapi bisa ditanggulangi oleh panitia dengan cara-cara lain. Jadi makanan dari syarikah lain bisa dikerjasamakan dengan syarikah yang ada di sekitarnya. Dan akhirnya bisa menjadi satu jalan keluar yang sangat bagus," sambungnya.
Menag juga menegaskan angka kematian sampai hari ini hampir separuh lebih sedikit dari tahun-tahun lalu. Apalagi pada 2023 hampir 800 jemaah haji wafat. Dan pada haji tahun ini per hari ini mencapai 183 jemaah. "Padahal hari yang sama tahun lalu itu sudah melewati 200 orang ya," imbuhnya.
3. Inovasi dan perbaikan penyelenggaraan haji

Selain itu, Menag bersyukur ada sejumlah inovasi dan perbaikan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Antara lain penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). "Saya kira baru kali ini kita saksikan ada penurunan ya. Pencegahan praktik monopoli dengan multisyarikah. Pasti ada kelemahannya, karena ini kan baru ya."
"Tapi kita berkeyakinan insyaallah penyelenggaraan ibadah haji yang akan datang beradaptasi dengan sistem baru Saudi Arabia yang memang relatif sangat baru," sambungnya.
Pilihan penyembelihan dam tanah suci dan tanah air juga, kata Menag, sudah ditemukan jalan keluarnya. Pada 3 Juni lalu Amirulhaj diundang khusus oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi yang mempertanyakan haji tamattu’ Indonesia yang harus menyembelih dam berupa kambing.
"Nah per hari ini kata beliau itu baru sekitar 800 orang, sementara jemaah haji Indonesia 203 orang. Taruhlah yang 200 ribu orang berkewajiban menyembelih hewan, nah kami ada kesulitan kalau Indonesia tidak segera melakukan pendataan. Ya karena pertama, kami harus meng-order kambing di Afrika, nah ada kesulitan menghadirkan kambing dalam jumlah besar dari Afrika, kemudian juga transportasinya," kata dia.
Di sisi lain, lanjut Menag, Makkah sangat padat dan juga di Arab Saudi ada Undang-Undang Karantina, di mana hewan yang masuk Saudi harus dikarantina. Kemudian juga soal teknis makanan, kandang, hingga penyembelihan.
"Makanan kambing Afrika itu sangat berbeda dengan di sini, kemudian pengandangan, penyembelihan, pengalengannya, dan itu perlu waktu yang sangat lama, karena kalau tiga hari itu bisa membusuk, dan itu gak bisa dikonsumsi," ujar dia.
Karena itu, kata Menag, Arab Saudi merekomendasikan Indonesia melakukan penyembelihan di tanah air jika memang merasa nyaman di tanah air. Selain itu, Menag juga menyampaikan adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) bahwa penyembelihan harus dilakukan di Makkah sepanjang tidak ada illat atau penyakit, cacat, seta ketidaksempurnaan.
"Nah kami merasakan di sini ada illat, ada reasons, misalnya kesulitan Arab Saudi mendatangkan kambing dalam jumlah besar, kemudian juga pasar-pasar kambing di sekitar Makkah hilang, karena itu disweeping tidak boleh ada penjual kambing," kata dia.
"Kemudian juga kolektor-kolektor dam terhadap jemaah itu dipidanakan, dipenjara, diekstradisi, tidak boleh menginjakkan kakinya di kota suci Makkah selama 10 tahun. Jadi sudah tidak ada lagi kolektor dam. Nah dalam posisi ini, Menteri Kerajaan Arab Saudi khawatir jangan-jangan tidak bisa menyelenggarakan damnya di sini," lanjut Menag.
Menag juga menyampaikan kesulitan lain misalnya soal adanya imbauan dari Kemenag, jemaah tidak boleh keluar hotel atau tenda pada pukul 10.00 hingga 16.00 WAS, sehingga jemaah tak ada waktu mencari kambing untuk dam.
"Nah, kapan waktunya kita mencari kambing? Membayar di tempat-tempat yang ditentukan, itu pun jumlahnya tidak banyak. Boro-boro mau mencari tempatnya, bahasa Arabnya tidak ada, tempatnya pun juga sangat langka," kata dia.
"Nah, di samping itu juga, kolektor-kolektor gak bisa masuk ke hotel, langsung ditangkap. Nah ini satu persoalan. Akhirnya kami diberi saran bagaimana kalau mencontoh negara-negara lain seperti di Mesir, ada fatwa dari Darul Iftah Mesir bahwa boleh menyembelih dam itu di negeri masing-masing, dan itu dilakukan di sejumlah negara lain juga," papar Menag.
Karena berbagai persoalan itu, kata Menag, akhirnya Kemenag berkeyakinan dari pada tidak membayar dam sama sekali karena kesulitan teknis, maka jemaah disarankan berikhtiar melakukan damnya di Indonesia.
"Dan itu juga ada petunjuk dari ulama-ulama lokal kita, misalnya sejumlah ormas yang membolehkan bayar dam di tanah air," kata Menag.