RUU PPRT Kembali Mandek, Aktivis Pertanyakan Sikap DPR dan Pemerintah

- Kajian ulang dinilai sebagai bentuk penghalangan halus
- Lemahnya kesungguhan politik melindungi pekerja rumah tangga
- DPR dinilai tak konsisten bela RUU PPRT dan lebih utamakan kepentingan elit
Jakarta, IDN Times - Badan Legislasi (Baleg) DPR menjamin Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) selesai minimal tiga bulan ke depan karena mendapat atensi dari Presiden Prabowo Subianto, namun hingga hari ini angin segar payung hukum bagi pekerja rumah tangga itu belum ada kelanjutannya.
Setelah 21 tahun diperjuangkan, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) kembali menghadapi kebuntuan di Senayan. Padahal, pada 2025 ini, pembahasan sudah mencapai tahap akhir di Panitia Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR. Aktivis Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT), Lita Anggraini, menilai langkah penundaan pengesahan sebagai bentuk pengganjalan politik yang sudah berulang.
“Final artinya tinggal tanggal 15 September itu dimohonkan untuk menjadi RUU yang dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU inisiatif. Tetapi kemudian, RUU ini diganjal kembali oleh pimpinan DPR, khususnya Ketua DPR, yang mengatakan bahwa perlu kajian kembali," kata dia dalam konferensi pers daring, Rabu (29/10/2025).
1. Kajian ulang dinilai sebagai bentuk penghalangan halus

Bagi Lita, alasan kajian kembali itu hanyalah bentuk penghalangan halus. Pasalnya hampir 21 lebih belum disahkan menjadi undang-undang. Rancangan ini sudah berulang kali masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), namun terus tertunda pembahasannya.
“Ya, ini bentuk pengganjalan secara halus ya, karena kajian ini sudah dilakukan selama 21 tahun, berbelasan kali, dan proses panjang 2025 juga sudah mengaruhkan pendapat dari berbagai pihak, RDPY, dan semua berbagai pihak mengatakan bahwa RUU ini memerdesak untuk disahkan,” ujarnya.
2. Lemahnya kesungguhan politik melindungi pekerja rumah tangga

Dia mempertanyakan bagaimana sikap mayoritas fraksi yang tampak tunduk pada satu fraksi dan Ketua DPR Puan Maharani.
“Kita juga mempertanyakan sikap RUU, khususnya kepada Presiden Prabowo, yang menjanjikan bahwa RUU ini akan setelah selesai, ya, dalam waktu 3 bulan. Artinya, ini kan sudah melampaui waktu yang dijanjikan,” kata dia.
Menurut Lita, keterlambatan ini menunjukkan lemahnya kesungguhan politik untuk melindungi pekerja rumah tangga, yang jumlahnya lebih dari lima juta di Indonesia.
“Kita mempertanyakan kapan ini dilakukan kembali dan kesungguhan dari DPR untuk membahas dan mengecahkan segera,” ujarnya.
Dia juga mengingatkan bahwa pada Maret 2023, Ketua DPR Puan Maharani sempat bertemu dengan perwakilan JALA PRT, dan sudah menjadikan RUU PPRT sebagai RUU inisiatif DPR. Namun janji itu belum terwujud hingga kini.
3. DPR dinilai tak konsisten bela RUU PPRT dan lebih utamakan kepentingan elite

Sementara itu, Eva Kusuma Sundari dari Institut Sarinah menyoroti lemahnya keberpihakan politik terhadap perempuan dan pekerja kelas bawah. Menurut Eva, kasus RUU PPRT memperlihatkan bagaimana relasi kekuasaan di DPR masih didominasi oleh kepentingan elit. Dia juga menilai DPR gagal mempertahankan inisiatifnya sendiri.
“Harusnya ketika dia ini inisiatif DPR, DPR harusnya tarungkan habis-habisan untuk memenangkan agenda atau inisiatif dari DPR. Ini enggak. Yang dimenangkan DPR itu adalah agenda-agenda pemerintah," kata dia.
















