Sengketa Hotel Sultan, Saksi Sebut Komersialisasi Hotel Sultan Melawan Hukum

- HGB Hotel Sultan terbit di atas HPL, pengadministrasian atas tanah yang dibebaskan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka Asian Games ke-IV pada tahun 1959-1962.
- Komersialisasi Hotel Sultan dinilai melawan hukum karena pembaruan HGB ditolak dan tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.
- Indobuildco berpendapat HGB terbit di atas tanah negara bebas, bukan di atas tanah HPL, sehingga pembaruannya tidak membutuhkan rekomendasi dari Mensesneg dan PPKGBK.
Jakarta, IDN Times - Sengketa lahan Hotel Sultan antara PT Indobuildco melawan negara berlanjut. Kali ini, Indobuildco kembali mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat melawan Mensesneg, Pengelola Pusat Gelora Bung Karno (GBK), Menteri ATR/BPN, Menteri Keuangan, dan Kantor Pertanahan, Jakarta Pusat.
Dalam sidang gugatan perdata No.208. /Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025), pihak tergugat menghadirkan saksi ahli yakni Guru Besar Hukum Agraria Universitas Gadjah Mada (UGM) Maria S.W Sumardjono.
Dalam persidangan, Maria menyebut tanah yang dibebaskan oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1959-1962 dalam rangka penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 di Indonesia adalah tanah yang dikuasai penuh oleh negara yang sudah dilekatkan hak pengelolaan lahan (HPL).
“Sejak pembebasan tanah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan pembayaran ganti rugi kepada masyarakat untuk keperluan Asian Games ke-IV tahun 1962, maka pada saat itu juga Pemerintah Republik Indonesia memiliki hak beheer/hak penguasaan terhadap tanah tersebut. Hak ini kemudian secara otomatis dikonversi menjadi HPL berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965, tetapi tidak ada pembatasan jangka waktu untuk melakukan pendaftaran,” kata Maria dalam persidangan.
1. HGB Hotel Sultan terbit di atas HPL

Sehingga terbitnya HPL 1/Gelora atas nama Kementerian Sekretariat Negara Cq. PPKGBK pada tahun 1989 merupakan pengadministrasian atas tanah yang telah dibebaskan dan diganti rugi oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka Asian Games ke-IV pada kurun tahun 1959-1962.
“Dalam suatu HGB yang menyebutkan dasar perolehannya adalah izin penggunaan tanah, maka hal ini menunjukkan bahwa HGB tersebut terbit di atas HPL,” ujarnya.
“Maka HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora berada di atas tanah HPL 1/Gelora. Oleh karenanya, dengan berakhirnya HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora sejak 3 Maret 2023 dan 3 April 2023, bidang tanah dimaksud telah kembali menjadi bagian dari HPL 1/Gelora,” ucap kuasa hukum Menteri Sekretaris Negara dan PPKGBK, Kharis Sucipto.
2. Komersialisasi Hotel Sultan dinilai melawan hukum

Permohonan pembaruan HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora yang diajukan PT Indobuildco sendiri telah ditolak oleh Kantor Pertanahan Jakarta Pusat pada 13 Desember 2023, karena PT Indobuildco tidak memperoleh izin tertulis dari Mensesneg Cq. PPKGBK sebagai pemegang HPL.
Terkait masih dilakukan komersialisasi oleh PT Indobuildco di atas tanah eks HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora yang jangka waktunya telah berakhir, maka Maria menyebut tindakan itu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Tindakan itu adalah perbuatan melawan hukum karena hubungan hukum antara badan usaha dengan tanah HGB sudah hapus. Sehingga, pemegang HPL berhak untuk meminta badan usaha dimaksud mengosongkan serta mengembalikan tanah dan bangunan di atas tanah HGB tersebut," ujar dia.
3. Indobuildco berpendapat HGB terbit di atas tanah negara bebas

Dalam perkara ini, Indobuildco berpendapat HGB 26/Gelora dan HGB 27/Gelora di mana Hotel Sultan berada, terbit di atas tanah negara bebas, bukan di atas tanah HPL 1/Gelora, sehingga pembaruannya tidak membutuhkan rekomendasi dari Mensesneg dan PPKGBK selaku pemegang HPL 1/Gelora.
Indobuildco pun menuntut pihak tergugat untuk memberikan ganti rugi atas tanah dan bangunan senilai kurang lebih Rp28 triliun.