Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Setara Institute: 402 Pelanggaran Kebebasan Beragama Terjadi pada 2024

Ribuan warga antusias menyaksikan festival seni budaya lintas agama dan pawai ogoh-ogoh di Kota Semarang, Sabtu (26/4/2025). (dok. Pemkot Semarang)
Ribuan warga antusias menyaksikan festival seni budaya lintas agama dan pawai ogoh-ogoh di Kota Semarang, Sabtu (26/4/2025). (dok. Pemkot Semarang)
Intinya sih...
  • Setara Institute merilis laporan tahunan mengenai situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) 2024 di Indonesia.
  • Terdapat peningkatan signifikan pelanggaran KBB pada 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dengan 260 peristiwa dan 402 tindakan.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Setara Institute merilis laporan tahunan mengenai situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) 2024 di Indonesia. Data KBB disusun berdasarkan hasil pemantauan terhadap berbagai pelanggaran KBB yang terjadi sepanjang tahun, yang diperoleh melalui laporan korban dan saksi, jaringan pemantau di berbagai wilayah, serta triangulasi dengan pemberitaan media.

Peneliti KBB Setara Institute, Ahmad Fanani Rosyidi menyampaikan, selama 2024 terjadi 402 pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan.

"Sepanjang tahun 2024, Setara Institute mencatat adanya 260 peristiwa dan 402 tindakan pelanggaran KBB," kata dia dalam keterangannya kepada IDN Times.

1. Meningkat signifikan jika dibandingkan 2023

ilustrasi beribadah (unsplash.com/Wisnu Widjojo)
ilustrasi beribadah (unsplash.com/Wisnu Widjojo)

Fanani mengatakan, fenomena yang terjadi pada 2024 ini meningkat signifikan jika dibandingkan 2023.

"Peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 217 peristiwa dengan 329 tindakan pada 2023. (Sebanyak) 159 tindakan di antaranya dilakukan oleh aktor negara, sedangkan 243 tindakan dilakukan oleh aktor non-negara," tuturnya.

2. Penyebab pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan meningkat

ilustrasi beribadah (unsplash.com/Chinh Le Duc)
ilustrasi beribadah (unsplash.com/Chinh Le Duc)

Setara menyebut, salah satu faktor yang diduga turut mendorong peningkatan jumlah pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan pada 2024 adalah dinamika politik nasional, khususnya pelaksanaan Pilpres dan Pileg pada 14 Februari, serta Pilkada serentak pada 27 November. 

Penyebab lainnya, dipengaruhi perhatian pemerintah terhadap isu KBB yang juga cenderung menurun menjelang akhir masa kepemimpinan Presiden ketujuh RI, Joko "Jokowi" Widodo. Fokus pemerintah yang lebih tertuju pada agenda transisi kekuasaan menyebabkan isu pemajuan kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi kurang mendapat perhatian.

"Meskipun penggunaan politik identitas berbasis agama tidak terjadi secara masif seperti pada tahun-tahun sebelumnya (2014 dan 2019), temuan menunjukkan politisasi agama tetap muncul di sejumlah daerah," ujar Fanani.

3. Tiga hal yang menjadi sorotan utama pada 2024

Ilustrasi gereja (unsplash.com/@knixon)
Ilustrasi gereja (unsplash.com/@knixon)

Secara umum, terdapat terdapat tiga hal yang menjadi sorotan terkait kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan 2024. Pertama, tingginya tindakan intoleransi (73) oleh masyarakat, dan tindakan diskriminatif (50) oleh negara. Angka ini mengalami lonjakan cukup signifikan dibandingkan 2023, dengan tindakan intoleransi (26) dan diskriminatif (23). 

Kedua, maraknya penggunaan pasal penodaan agama dari 15 kasus pada 2023. Angka ini melonjak hampir dua kali lipat menjadi 42 kasus pada 2024, di antaranya kasus pendakwaan (7) dan penetapan tersangka penodaan agama (7) dilakukan oleh aparat negara, serta 29 kasus pelaporan penodaan agama oleh masyarakat. 

Ketiga, gangguan terhadap pendirian dan operasionalisasi tempat ibadah. Meskipun jumlah gangguan menurun dari 65 kasus pada 2023 menjadi 42 kasus pada 2024, angka ini masih menunjukkan permasalahan pendirian tempat ibadah belum terselesaikan secara sistemik.

Dari total 159 tindakan oleh aktor negara, sebagian besar berasal dari institusi pemerintah daerah (50 tindakan), diikuti kepolisian (30), Satpol PP (21), serta masing-masing 10 tindakan oleh TNI dan Kejaksaan, serta Forkopimda (6).

"Pelanggaran oleh aktor non-negara menunjukkan pola mengkhawatirkan. Pelanggaran terbanyak dilakukan oleh ormas keagamaan (49 tindakan), disusul kelompok warga (40), individu warga (28), Majelis Ulama Indonesia (21), ormas umum (11), individu (11), dan tokoh masyarakat (10)," ujar dia.

"Jika dibandingkan dengan tahun 2023, kontribusi pelanggaran oleh ormas keagamaan meningkat signifikan, menunjukkan kecenderungan menguatnya konservatisme dalam ruang keagamaan, yang kerap kali ditandai oleh penyempitan cara pandang terhadap keberagaman agama dan keyakinan," sambungnya. 

Dalam konteks wilayah, jika pada 2023, Jawa Barat menjadi provinsi paling banyak membukukan pelanggaran, pada 2024 Jawa Barat kembali membukukan pelanggaran tertinggi dengan 38 peristiwa. Sementara Jawa Timur 234 peristiwa, DKI Jakarta 31 peristiwa, Sumatera Utara 29 peristiwa, Sulawesi Selatan dengan 18 peristiwa, dan Banten dengan 17 peristiwa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jujuk Ernawati
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Jujuk Ernawati
EditorJujuk Ernawati
Follow Us