Setara Institute Dorong Kejaksaan Agung Batalkan MoU dengan TNI

- MoU 2017 digunakan sebagai dasar pengerahan TNI di kejaksaan, namun Hendardi menyebutnya menghina kecerdasan publik.
- Jenderal Dudung Abdurachman menyatakan bahwa Presiden Prabowo tidak pernah memerintahkan TNI untuk menjaga keamanan di semua kejaksaan.
- Hendardi mendorong Jaksa Agung untuk membatalkan MoU dengan TNI agar tidak melemahkan supremasi sipil dan menghindari intervensi hukum oleh TNI.
Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, menyentil Kejaksaan Agung dengan menyebut tidak ada situasi darurat sehingga harus meminta pengamanan kepada TNI. Apalagi dasar hukum yang digunakan untuk membenarkan pengerahan prajurit TNI di depan pintu tiap kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi, hanya berdasarkan nota kesepahaman (MoU) yang diteken 2017 lalu.
"Argumentasi yang menjadikan MoU sebagai dasar yuridis pengerahan TNI untuk pengamanan kejaksaan jelas menghina kecerdasan publik. Apalagi sebagian besar publik memahami betul bahwa konstitusi merupakan rujukan tertinggi di dalam bernegara," ujar Hendard, dikutip dari keterangan tertulis Sabtu (17/5/2025).
Di dalam UUD Pasal 30 ayat 3, kata Hendardi, tertulis TNI merupakan alat negara yang bertugas untuk mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan serta kedaulatan negara. "Dalam konteks pengamanan kejaksaan oleh TNI tak ada alasan obyektif yang membenarkan intrusi sangat dalam ke kejaksaan dalam bentuk pengamanan," tutur dia.
Apalagi dasar hukum pengerahan prajurit TNI untuk menjaga kejaksaan di seluruh Indonesia merupakan aturan yang berada di bawah UUD, atau peraturan yang ada di bawahnya seperti UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI.
"Dengan asas hukum lex superiori derogat legi inferiori (hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum lebih rendah), maka MoU lah yang sebenarnya secara hukum salah dan bermasalah," imbuhnya.
1. Penasihat presiden sebut Prabowo tak pernah perintahkan TNI jaga kejaksaan

Hendardi mengaku semakin bingung, lantaran Penasihat Khusus Presiden di bidang urusan pertahanan nasional, Jenderal (Purn) Dudung Abdurachman mengatakan, Presiden Prabowo Subianto tak pernah memerintahkan TNI untuk menjaga keamanan di semua kejaksaan. Pernyataan Dudung itu disampaikan ketika ditanya oleh media di Jakarta.
"Kalau menurut saya dasarnya ya nota kesepahaman itu tadi. Jadi, kerja sama MoU ke Kementerian Pertanian, kepolisian dan sebagainya, dasarnya itu. Jadi, Presiden apabila memerintahkan pasti melalui prosedur undang-undang, kalau misalnya ada tahapan-tahapan dalam rangka operasi," ujar Dudung pada 14 Mei 2025 lalu.
Hendardi mengatakan, bila situasi tersebut benar adanya maka Prabowo harus memerintahkan kepada Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto untuk menarik dan membatalkan surat telegramnya. Seperti ketika ia membatalkan Surat Keputusan Panglima TNI soal mutasi perwira tinggi TNI beberapa waktu lalu.
2. Jaksa Agung didorong untuk batalkan MoU dengan TNI

Hendardi juga mendorong Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk meninjau ulang, dan membatalkan nota kesepahaman yang diteken oleh Kejaksaan Agung dengan TNI. Tujuannya, agar tidak terdapat celah untuk menarik-narik TNI ke dalam kelembagaan kejaksaan yang merupakan institusi sipil dalam sistem keadilan dan kriminal.
"Apapun motif politik yang dimainkan oleh Jaksa Agung dan institusi kejaksaan di balik MoU tersebut, kegenitan kejaksaan untuk menarik-narik militer ke dalam institusi kejaksaan akan melemahkan supremasi sipil," kata Hendardi.
Kerusakan akan berdampak semakin massif bila TNI ikut dilibatkan dalam proses penggeledahan dan penyitaan, seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung kepada media.
3. Setara sentil Komisi Kejaksaan yang tak evaluasi MoU yang diteken sejak 2017

Hendardi juga menyentil Komisi Kejaksaan yang seharusnya sejak awal memberikan evaluasi dan rekomendasi pembatalan pengamanan kejaksaan oleh TNI. Sangat disayangkan yang ditampilkan oleh Komjak sejauh ini bukan bersikap kritis sebagai pengawas kritis kejaksaan, tetapi ikut bersikap genit dengan memberikan pembenaran atas pengerahan satuan tempur dan satuan perbantuan tempur TNI.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi, membantah TNI hendak ikut campur dalam proses hukum yang sedang dilakukan oleh pihak kejaksaan. Kekhawatiran itu muncul dari publik lantaran tidak ada situasi darurat sehingga kejaksaan perlu mendapat bantuan pengamanan dari TNI.
"TNI hanya diminta untuk menjaga keamanan jaksa, tidak untuk intervensi hukum. Kalau ditanya apa sih urgensinya, yang bisa menjawab itu adalah kejaksaan," ujar Kristomei ketika dikonfirmasi, Sabtu (17/5/2025).
Ia pun menambahkan tidak berarti semua gedung kejaksaan negeri atau kejaksaan tinggi bakal diamankan oleh 30 prajurit TNI. Jenderal bintang dua itu menggarisbawahi itu semua tergantung kebutuhan masing-masing kejari atau kejati di wilayah tersebut.