Sipol Milik KPU Dinilai Langgar Asas Keterbukaan dan Akuntabilitas

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, menduga Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melanggar asas keterbukaan melalui Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang digunakan untuk verifikasi administrasi.
"KPU melalui Sipol yang digunakan dalam verifikasi administrasi diduga telah melanggar asas keterbukaan dan akuntabilitas, sehingga tidak membuka ruang partisipasi publik yang diamanatkan oleh undang-undang," kata dia dalam keterangannya, Jumat (21/10/2022).
1. Sipol secara normatif tak diamanatkan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017

Padahal, kata Kaka, Sipol secara normatif tidak pernah diamanatkan oleh UU Nomor 7 Tahun 2017. Dia pun menyayangkan Sipol itu malah menjadi sistem yang tertutup, dan berpotensi menimbulkan sengketa atau bahkan pelanggaran yang tak terdeteksi oleh sistem maupun pengawasan publik.
"Tidak adanya ruang yang cukup untuk keterlibatan pemantau dan publik dalam proses verifikasi administrasi di KPU. Sipol yang digunakan oleh KPU dan dicantumkan dalam PKPU Nomor 4 Tahun 2022 bersifat tertutup, yang bertentangan dengan asas penyelenggaran pemilu yang terbuka dan transparan," ucap dia.
2. Fungsi pengawasan Bawaslu dianggap lemah

KIPP mengatakan, berdasarkan penjelasan dari Bawaslu di beberapa daerah, seperti di DKI Jakarta, Jawa Barat, Riau, dan Jawa Timur yang dipantau, menyebutkan soal tertutupnya akses bahkan untuk kerja pengawasan Bawaslu sendiri, sebagai lembaga pengawas pemilu yang diamanatkan Undang-Undang.
"Lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dalam pelaksanaan verifikasi administrasi parpol calon peserta Pemilu 2024 tadi," kata Kaka.
3. KIPP minta KPU dievaluasi dan Bawaslu buka ruang penyelesaian
.jpg)
Dengan kondisi tersebut, kata Kaka, KPU perlu untuk lebih membuka ruang keterlibatan publik, sekaligus melakukan evaluasi atas kinerjanya dalam penyelenggaran tahapan Pemilu 2024.
"Kepada Bawaslu diminta untuk membuka ruang penyelesaian atas berbagai catatan dan keberatan dari para pihak, baik secara litigasi maupun nonlitigasi untuk menjaga keadilan pemilu, serta meggunakan kewenangan korektif atas permasalahan tersebut," imbuh dia.