Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tantangan Penanganan Pengidap Disabilitas Psikososial: Dianggap Sehat

Agenda Seminar Nasional Multi Pemangku Kepentingan kolaborasi Pusat Rehabilitasi Yakkum dan Dirjen HAM di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Selasa (19/12/2023). (youtube.com/Pusat Rehabilitasi YAKKUM)
Agenda Seminar Nasional Multi Pemangku Kepentingan kolaborasi Pusat Rehabilitasi Yakkum dan Dirjen HAM di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Selasa (19/12/2023). (youtube.com/Pusat Rehabilitasi YAKKUM)

Jakarta, IDN Times - Penanganan Orang Dengan Disabilitas Psikososial (ODDP) hingga saat ini masih terus menghadapi tantangan. Kader kesehatan jiwa desa Ngunut Playen dampingan Pusat Rehabilitasi YAKKUM, Gunungkidul, Yogyakarta Tutik Ismiyatun mengatakan banyak keluarga yang enggan membawa OODP mencari bantuan. Keluarga kadang menganggap OODP adalah orang yang sehat.

“Jadi kami datang pun mereka bilang kami gak apa-apa. Kami sehat-sehat saja. Anak saya gak apa-apa. Sebenarnya seperti itu. Jadi itukan perlu tadi kayak edukasi ke keluarga. Bahwa hal seperti itu gak perlu disembunyikan,” dia dalam agenda Seminar Nasional Multi Pemangku Kepentingan di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dikutip secara daring Selasa (19/12/2023).

1. Belum terdiagnosis kondisinya dan sempat putus obat

Ilustrasi layanan kesehatan. (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi layanan kesehatan. (IDN Times/Arief Rahmat)

Tutik adalah kader di desa dengan jumlah penduduk hanya 2.500 juta dan ada sekitar 25 OODP di desa itu.

Namun, dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya perawatan OODP, pihaknya melakukan pendataan dan kebutuhan yang ada di desa bagi OODP. Selain itu ada kunjungan ke rumah dan keluarga OODP. 

“Lalu yang kami lakukan selain itu kami pun ada penegakan diagnosa. Jadi teman-teman ODDP ini kan belum semuanya terdiagnosa. Jadi ada yang sudah puluhan tahun yang lalu pernah dibawa ke teman sakit jiwa seperti itu. Dan itu sudah putus obat. Jadi yang hanya diserahkan kepada keluarga seperti itu kan jadi tidak berkelanjutan,” kata Tutik.

2. Banyak OODP tak tercatat administrasi kependudukan

Tampilan  KTP digital. (IDN Times/Khusnul Hasana).
Tampilan KTP digital. (IDN Times/Khusnul Hasana).

Dari pengalamannya banyak juga keluarga yang tak mencatatkan administrasi kependudukan pada OODP. Alhasil mereka tak bisa mengakses Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) untuk assessment kondisi kesehatan mental mereka.

“Jadi itu kita temui di desa ,ODDP yang belum melengkapi administrasi kependudukannya. Akhirnya kita bantu dengan bantuan dari pemerintah desa, dari Dukcapil gitu kita diberi kemudahan untuk ODDP mendapatkan administrasi tadi seperti itu,” kata Tutik.

3. OODP takut naik mobil memeriksakan diri

Ilustrasi kegiatan di puskesmas. (Dok. Kemenkeu)
Ilustrasi kegiatan di puskesmas. (Dok. Kemenkeu)

Setelah ada upaya agar mereka punya data diri demi kebutuhan diagnosa, Tutik juga mengungkapkan ada tantangan yang dihadapi, salah satunya adalah membawa OODP memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Banyak dari mereka takut pergi naik mobil dari desa ke kota.

“Jadi mungkin waktu dulu untuk dibawa ke tempat pelayanan kesehatan, waktu itu mungkin ada pemaksaan. Jadi trauma. Sekarang dihampiri mobil itu dia sudah lari duluan,” kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us