Tarif TransJakarta Terancam Naik Imbas APBD Disunat, Pramono Akan Kaji

- Tarif transportasi publik di Jakarta lebih murah dibandingkan dengan kota lain di luar Jakarta.
- Tarif Transjakarta sudah 20 tahun tidak naik sejak ditetapkan pada tahun 2005.
- Penyesuaian tarif dibutuhkan karena nilai uang dan biaya operasional saat ini sudah jauh berbeda dari dua dekade lalu.
Jakarta, IDN Times - Penurunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta nampaknya akan berimbas pada tarif TransJakarta. Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung saat ini masih mengkaji kenaikan tarif TransJakarta imbas pemotongan Dana Bagi Hasil (DBH) hingga mencapai Rp15 triliun.
"Mengenai kenaikan, itu saya sampaikan sebelum DBH-nya dipotong. Nah, sekarang ini kami belum memutuskan apa pun, akan melakukan kajian, karena bagaimanapun nanti pada saatnya tentunya kami akan melihat apakah, perlu ada penyesuaian atau enggak," ucap Pramono di Park Hyatt, Jumat (10/10/2025).
1. Tarif transportasi publik di Jakarta lebih murah

Meski demikian, Pramono menegaskan tarif transportasi publik di Jakarta lebih murah dibandingkan dengan di kota lain di luar Jakarta.
"Dengan kota-kota di tetangga, kita jauh lebih murah. Walaupun saya belum memutuskan ya, nanti akan kami sampaikan," katanya
2. Tarif TransJakarta sudah 20 tahun tidak naik

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo, menjelaskan tarif TransJakarta terakhir kali ditetapkan pada tahun 2005. Artinya, sudah dua dekade masyarakat menikmati tarif yang sama tanpa ada penyesuaian.
“Tarif TransJakarta ditetapkan terakhir pada 2005. Jadi sudah 20 tahun tarif tidak naik,” ujar Syafrin.
3. Penyesuaian tarif dibutuhkan

Syafrin memaparkan, jika dilihat dari perkembangan ekonomi, nilai uang dan biaya operasional saat ini sudah jauh berbeda dibanding dua dekade lalu. Pada 2005, tarif bus TransJakarta ditetapkan sebesar Rp3.500. Dengan perbandingan upah minimum pekerja (UMP) saat itu, kemampuan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) kini sudah meningkat hingga enam kali lipat.
“Kalau sekarang UMP DKI Rp5,3 juta, berarti 20 tahun lalu sekitar seperenamnya. Jadi sudah naik enam kali lipat, dan oleh sebab itu tentu penyesuaian tarif itu dibutuhkan. Kenapa? Karena kita harus menjaga keberlanjutan layanan. Karena layanan itu harus ada yang namanya cost recovery minimum,” katanya.