Teddy Minahasa Tolak Replik JPU: Berbobot tapi Kosong

Jakarta, IDN Times - Terdakwa kasus narkoba sekaligus Eks Kapolda Sumatra Barat, Irjen Teddy Minahasa, menolak dan keberatan atas dakwaan, tuntutan, serta replik yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Teddy menyatakan, sikap penolakan dan keberatannya itu bukan tanpa dasar, asumsi, dan bukan mengada-ada, melainkan dilandasi oleh fakta yang sebenarnya terjadi serta fakta persidangan, terutama pada tahap pembuktian.
Ia juga menyinggung bahwa keseluruhan alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP tidak ada satu pun mampu membuktikan bahwa dirinya terlibat dalam kasus ini.
“Justru dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang sangat rapuh, tampak berbobot tetapi kopong,” ujar Teddy saat membacakan duplik di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jumat (28/4/2023).
1. JPU disebut hanya bersandar pada keterangan terdakwa lain

Teddy menilai bahwa JPU hanya menyandarkan pada keterangan terdakwa lain dalam kasus ini, yakni Eks Kapolres Bukittinggi, AKBP Dodi Prawiranegara dan Linda Pujiastuti.
“Status mereka adalah terdakwa juga yang sudah pasti akan membela dirinya sendiri dengan menjerumuskan orang lain,” kata dia.
2. Teddy soroti barang bukti chat WA

Selain itu, jenderal bintang dua itu juga menyoroti perihal barang bukti berupa bukti chat WhatsApp yang ada di HP-nya.
Menurut dia, pada saat ditampilkan, chat tersebut tidak utuh dan dianggap tidak sah oleh saksi ahli yang dihadirkan pada saat persidangan. Namun hal itu malah terus menjadi acuan JPU.
"Alat bukti percakapan HP telah dinyatakan tidak sah oleh keterangan ahli digital forensik Polda Metro Jaya, Rujid Kuswinoto, ahli forensik yang dihadirkan PH Teddy Rudy Alamsyah, serta legal opinion yang diterbitkan oleh pejabat dari Kementrian Komunikasi dan Informasi Teguh Arifyadi," beber dia.
“Dengan minimnya alat bukti untuk menyatakan saya bersalah dalam kasus ini, JPU pun tidak segan-segan melakukan praktik rekayasa dan manipulasi alat bukti dengan tujuan agar pembuktian terlihat sempurna,” kata dia.
3. Penuntut umum menolak pleidoi Teddy

Sebelumnya, JPU menilai nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus sabu sekaligus eks Kapolda Sumatra Barat, Teddy Minahasa ceroboh, keliru, dan mengada-ngada.
Saat menyampaikan pleidoi pada 13 April 2023 lalu, Teddy menyatakan surat dakwaan aksa batal demi hukum.
Jenderal bintang dua itu menilai surat tuntutan jaksa tidak dapat diterima karena barang bukti tidak sah dan melanggar hukum acara.
“Sungguh sangat ceroboh dan keliru penasihat hukum/terdakwa dalam pembelaannya menyatakan surat dakwaan batal demi hukum,” kata jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (18/4/2023) lalu.
Menurut jaksa, Teddy dan penasihat hukumnya kurang memahami ketentuan Pasal 143 KUHAP.
Jaksa menjelaskan, Pasal 143 KUHAP menyebutkan surat dakwaan hanya dapat dibatalkan dengan alasan surat dakwaan tidak memenuhi syarat formil.
Hal itu mengacu kepada Pasal 143 Ayat (2) Huruf a KUHAP dan syarat materiil sesuai Pasal 143 Ayat (2) Huruf b KUHAP (surat dakwaan Obscure libel).
“Sehingga semua dalil penasehat hukum terdakwa terkait surat dakwaan batal demi hukum karena cara perolehan bukti yang tidak sah jelas hanyalah asumsi yang dipaksakan belaka yang penuh kekeliruan dan sungguh mengada-ngada,” tegas jaksa.
Jaksa mengatakan, penasihat hukum Teddy berupaya mengabaikan dan mengaburkan fakta adanya alat bukti keterangan ahli digital forensik yang sudah dituangkan penyidik dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Sementara, kata jaksa, ahli digital forensik sudah melakukan pemeriksaan barang bukti digital secara profesional sesuai dengan keilmuan dan pengetahuannya.
Jaksa menambahkan, dalil penasihat hukum Teddy yang menyimpulkan surat tuntutan JPU tidak dapat diterima karena cara perolehan bukti yang tidak sah hanya asumsi yang dipaksakan, penuh kekeliruan, dan sungguh mengada-ngada.
Dalam hal ini, menurut jaksa, penasihat hukum Teddy mencoba mengaburkan fakta dalam persidangan.
“Sehingga cara peroleh alat bukti maupun barang bukti adalah sah berdasarkan pada KUHAP,” kata jaksa.