TII Ungkap Sejumlah Kejanggalan Pengadaan Jet Pribadi KPU saat Pemilu

- Transparency International Indonesia (TII) temukan kejanggalan terkait pengadaan sewat jet pribadi KPU pada Pemilu 2024.
- TII ungkapkan PT Afalima Cakrawala Indonesia menang tender proyek penyewaan jet pribadi untuk KPU, dengan selisih nilai kontrak Rp19,2 M.
Jakarta, IDN Times - Transparency International Indonesia (TII) mengungkapkan temuan sejumlah kejanggalan terkait pengadaan sewat jet pribadi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2024.
Salah satu hal yang disorot adalah pengumuman rencana umum pengadaan (RUP) sewa dukungan kendaraan logistik yang dilakukan jauh setelah pengadaan selesai pada November 2024. Padahal proyek itu dilaksanakan pada Januari-Februari 2024.
"Pengumuan RUP seolah dilakukan sebatas memenuhi formalitas dari pengadaan yang sebenarnya bermasalah. Ada kecurigaan bahwa pengadaan private jet memang tiba-tiba muncul ketika tahapan pemilu sedang berlangsung," ujar Peneliti TII, Agus Sarwono, dalam keteranganya yang dikutip pada Rabu (30/4/2025).
1. Perusahaan pemenang baru didirikan pada 2022

TII mengungkapkan, tender proyek penyewaan jet pribadi untuk KPU dimenangkan PT Afalima Cakrawala Indonesia. Berdasarkan penelusuran TII, perusahaan itu baru berusia dua tahun atau dibentuk pada 2022.
"Penyedia untuk melaksanakan program pemerintah, tapi faktanya telah dipilih oleh KPU untuk penyewaan private jet. Jika ditelusuri melalui situs Sistem Informasi Penyedia di website LKPP, perusahaan ini justru dikualifikasikan sebagai usaha kecil," ujar dia.
2. Diduga ada markup Rp19,2 M

Terdapat dua kontrak pekerjaan yang dimenangkan perusahaan tersebut dengan nilai total Rp65.495.332.995. Padahal di dalam RUP, pagunya hanya Rp46.195.659.000 sehingga ada selisih Rp19.299.673.995.
"Dengan selisih ini ada dugaan markup dalam penyewaan private jet," ujar dia.
3. Pengadaan barang dan jasa di RI belum memadai

Agus menilai, temuan tersebut menggambarkan sistem pengadaan barang dan jasa di Indonesia belum cukup memadai dalam mencegah korupsi. Menurut dia, klaim digitalisasi pengadaan seharusnya tak hanya dimaknai sebagai teknologi semata.
"Ada aspek partisipasi publik, perencanaan yang baik dan sesuai kebutuhan, hingga keterbukaan informasi yang kerap menjadi masalah berulang dalam pengadaan," ujar Agus.
"Dari aspek hukum, seluruh temuan ini akan menjadi bagian dari advokasi bersama masyarakat sipil untuk disampaikan kepada institusi yang terkait dengan pemeriksaan keuangan negara dan penegak hukum," ucap dia.