Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

TKN Yakin MKMK Tak Ubah Putusan MK, Singgung Upaya Jegal Gibran

Jajaran struktural Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming resmi diumumkan pada Senin (6/11/2023). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Nusron Wahid, meyakini Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tidak akan mengubah putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres.

Nusron menyebutkan, MKMK hanya berwenang memberikan putusan etik terhadap hakim konstitusi yang dituding melanggar etik.

"Tapi kan pelanggaran etik itu tidak bisa mengubah substansi. Namanya pelanggaran etik," kata dia usai mengumumkan struktural Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran di Jakarta Selatan, Senin (6/11/2023).

"Etik itu kan mungkin karena ada proses yang dilampaui, gak dipenuhi, proses yang tidak dipenuhi dan sebagainya, atau ada tata kelola administrasi, namanya juga etik. Tapi kan tidak mengubah substansi," sambungnya.

1. Nusron singgung ada upaya penjegalan Gibran

Walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka. (IDN Times/Larasati Rey)

Politikus Partai Golkar ini menyoroti belakangan ini muncul berbagai persepsi yang cenderung menyudutkan potensi anak muda menjadi pemimpin. Menurutnya, hal itu juga berkaitan dengan adanya upaya penjegalan Gibran Rakabuming Raka maju menjadi cawapres.

"Ini kadang masalah persepsi yang dibangun dan saya meyakini persepsi yang dibangun itu hanya orang yang tidak ingin ngasih kesempatan sama anak muda, untuk tampil menjadi pemimpin di Indonesia, yaitu menjegal Mas Gibran," tutur dia.

Nusron mengungkapkan, upaya penjegalan itu datang dari pihak lawan politik pendukung Prabowo-Gibran. Mereka dinilai khawatir melihat potensial kemenangan Prabowo-Gibran pada Pemilu 2024. Mengingat, mayoritas pemilih berasal dari kalangan anak muda.

"Mohon maaf kebetulan lawannya Pak Prabowo ini ya mohon maaf, usianya di atas muda semua. Dan representasi satu-satunya pemuda hanya Mas Gibran. Sehingga seakan-akan undang-undang itu (diisukan) adalah hanya untuk Mas Gibran," ungkap dia.

2. Mantan Hakim sebut MKMK tak bisa batalkan putusan MK

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sementara, mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna menuturkan, MKMK tidak bisa membatalkan putusan MK terkait syarat batas usia capres dan cawapres. Dia menjelaskan, wewenang MKMK berkenaan dengan pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim.

"MKMK memang tidak boleh memasuki Putusan Mahkamah Konstitusi. Wewenang MKMK adalah berkenaan dengan (dugaan) pelanggaran etik dan pedoman perilaku hakim, sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama," kata dia dalam keterangannya, Senin (6/11/2023).

Palguna menuturkan, kewenangan MK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim konstitusi apabila terbukti melanggar. Selain itu, kata dia, tak menutup kemungkinan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie dalam menangani perkara dugaan pelanggaran hakim MK, akan membuat variasi sanksi baru.

"Artinya, kewenangan MKMK terbatas pada penjatuhan sanksi etik terhadap hakim konstitusi jika terbukti melanggar, apakah sanksi ringan (teguran lisan), sanksi sedang (teguran tertulis), atau sanksi berat (pemberhentian tidak dengan hormat)," tutur dia.

3. MKMK soal peluang ubah putusan MK: Why Not?

Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Sebelumnya, Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie mengatakan putusan MK dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 memungkinkan untuk diubah.

Meski, kata dia, MKMK hanya berfungsi untuk menilai dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi, bukan putusan MK. Namun, MKMK bisa mengubah putusan tersebut asal para pelapor bisa meyakinkan dengan argumentasi yang logis.

“Kalau anda bisa meyakinkan kami bertiga dengan pendapat rasional, logis, dan masuk akal, bisa diterima akal sehat, why not?” kata Jimly usai memeriksa hakim konstitusi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023) malam.

Jimly menuturkan, mengubah putusan tersebut baru bisa dilakukan setelah mendengarkan semua keterangan dari pihak pelapor maupun terlapor.

“Silakan besok itu akan ada ahli-ahli lain yang berusaha meyakinkan. Bisa saja kami berubah karena negara yang sedang berkembang seperti kita ini memerlukan keputusan-keputusan yang progresif. Jangan kaku memahami konstitusi,” tutur dia.

 

Baca berita terbaru terkait Pemilu 2024, Pilpres 2024, Pilkada 2024, Pileg 2024 di Gen Z Memilih IDN Times. Jangan lupa sampaikan pertanyaanmu di kanal Tanya Jawab, ada hadiah uang tunai tiap bulan untuk 10 pemenang.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
Yosafat Diva Bayu Wisesa
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us