TNI yang Isi Jabatan Sipil Berbuat Pidana Diadili di Peradilan Militer

- Menteri Hukum: Prajurit TNI aktif diadili di pengadilan militer jika berbuat pidana meski tak terkait operasi militer
- Koneksitas antarlembaga penegak hukum untuk mengadili prajurit yang melakukan tindak pidana
- Revisi UU TNI: Pengerahan tentara ditambah dari 10 menjadi 14 kementerian atau lembaga sipil
Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas mengatakan, prajurit TNI aktif yang bertugas di kementerian atau lembaga yang diatur di dalam UU TNI yang telah direvisi tetap diadili di pengadilan militer jika melakukan tindak pidana, meski perbuatan yang mereka lakukan tidak terkait operasi militer.
Menteri dari Partai Gerindra itu menyebut ada koneksitas antarlembaga penegak hukum untuk mengadili prajurit yang melakukan tindak pidana.
"Sudah jelas yang militer itu yang namanya (peradilan) militer kan sudah jelas. Di Kejaksaan Agung itu ada Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer karena masih ada koneksitas. Kedua, di Mahkamah Agung juga ada ketua kamar pidana militer," ujar Supratman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Kamis (20/3/2025).
Ia menambahkan, di Mahkamah Agung (MA) sudah melaksanakan peradilan dalam satu pintu. Sehingga, menurut dia, sudah tidak ada lagi yang membedakan antara peradilan militer dan sipil.
Namun, hal tersebut justru yang dikritisi oleh kelompok masyarakat sipil. Sebab, di UU TNI tahun 2004 pasal 65 telah diatur prajurit TNI yang berbuat tindak pidana di luar operasi militer maka wajib diadili di peradilan sipil. Namun, poin tersebut tidak ada di dalam naskah RUU TNI yang disahkan pada hari ini.
"Sampai hari ini pasal 65 itu tidak pernah berlaku. Norma itu tidak pernah diaplikasikan dan ini gak masuk dalam radar pemerintah dan DPR," ujar Direktur Imparsial, Ardi Manto Adiputra dalam diskusi daring yang dikutip dari YouTube PBHI Nasional pada Kamis (20/3/2025).
1. Paradigma baru membolehkan TNI rangkap jabatan bukan untuk membatasi tentara

Ardi mengatakan, kasus hukum yang disidangkan di peradilan militer sering kali tertutup. Salah satunya eks Kepala Badan SAR Nasional, Hendri Alfiandi yang ikut tertangkap tangan melakukan rasuah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hingga saat ini proses peradilannya sulit dipantau.
Di sisi lain, di dalam revisi UU TNI yang sudah disahkan, pengerahan tentara ditambah dari semula 10 instansi sipil lalu menjadi 14 kementerian atau lembaga. Ardi menilai ada perubahan paradigma yakni TNI yang semula dilarang menempati jabatan sipil tanpa terlebih dahulu pensiun, kini malah dibolehkan.
"Jadi, pasal 47 dulu (di UU TNI tahun 2004) sifatnya limitatif. Di ayat (1) terlihat militer dapat menduduki jabatan sipil bila sudah pensiun dari dinas kemiliteran. Tapi, dikecualikan di ayat 2. Boleh rangkap jabatan tapi terbatas di 10 institusi," katanya.
Masuknya prajurit TNI aktif di 10 institusi pada 2004 lalu, kata Ardi, merupakan bentuk kompromi antara militer dengan pemimpin politik.
"Karena ketika itu merupakan masa transisi dari Orde Baru menuju era reformasi," tutur dia.
Pada era Orba, prajurit TNI dibolehkan masuk ke semua sektor sipil. Sedangkan, usai kejatuhan Orba, peran TNI dibatasi hanya di 10 institusi saja.
2. Daftar 14 kementerian atau lembaga yang boleh diisi oleh prajurit TNI aktif

Berikut daftar 14 kementerian atau lembaga yang boleh diisi oleh prajurit TNI aktif:
- Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
- Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional
- Kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan kesekretariatan militer presiden
- Badan Intelijen Negara
- Badan Siber dan atau Sandi Negara
- Lembaga Ketahanan Nasional
- Badan Search and Rescue (SAR) Nasional
- Badan Narkotika Nasional
- Mahkamah Agung
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
- Badan Keamanan Laut
- Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP)
- Kejaksaan Agung (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)
Meski begitu, Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Gina Sabrina tidak yakin prajurit TNI aktif tak tergoda untuk masuk ke sektor di luar 14 instansi sipil tersebut. Hal itu, kata Gina, berdasarkan preseden sebelumnya.
"Belajar dari pengalaman di UU nomor 34 tahun 2004, di dalam pasal 47 hanya mengatur 10 instansi sipil yang boleh dimasuki oleh prajurit TNI aktif. Tapi, kita lihat pada faktanya, lebih dari 10 kementerian atau lembaga yang kemudian bisa ditempati oleh tentara aktif. Sehingga, ada kemungkinan mereka tetap bisa menempatkan tentara aktif di luar 14 K/L," kata Gina kepada IDN Times melalui pesan suara pada hari ini.
Kecuali, kata Gina, DPR dan Kementerian Pertahanan menjalankan fungsi pengawasan yang ketat terkait penempatan prajurit TNI aktif di instansi sipil.
3. Revisi UU TNI tak langsung berlaku usai disahkan

Sementara, Kepala Biro Informasi Pertahanan, Kementerian Pertahanan, Brigjen TNI Frega Wenas Inkiriwang mengatakan revisi UU TNI yang diketok pada Kamis ini, tidak otomatis langsung berlaku secara operasional. Sebab, membutuhkan proses administrasi lebih lanjut.
"Memang secara norma, UU berlaku pada waktu diundangkan. Saat ini masih dalam proses untuk ditanda tangani oleh presiden dan selanjutnya akan diberi nomor serta registrasi di lembaran negara RI yang merupakan bagian dari proses pengundangan," ujar Frega kepada IDN Times melalui pesan pendek pada hari ini.
Artinya, ribuan prajurit TNI aktif itu tidak langsung mundur karena rangkap jabatan di luar 14 K/L yang ditentukan di dalam revisi UU TNI.