TPS 151 Kena Imbas Hujan Deras Jakarta; Tenda Roboh Bilik Suara Rusak

Jakarta diguyur hujan deras sejak, Rabu (14/02/2024) dini hari WIB. Hujan yang terjadi mulai sekitar pukul 03.30 WIB itu disertai petir dan guntur menggelegar. Dampaknya pun sangat terasa di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 151 yang berada di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Tenda roboh hingga rusaknya bilik suara jadi sorotan utama Pemilu 2024 di TPS tersebut. Alhasil, waktu pemilihan yang semula dijadwalkan mulai pukul 07.00 WIB terpaksa molor hingga 1 jam. Dalam kondisi kurang ideal, bagaimana jalannya pemilihan suara di TPS 151 Kebon Jeruk, Jakarta Barat, ini?
1. Tenda roboh, TPS 151 pindah lokasi pencoblosan

Awalnya, tenda didirikan sebagai tempat TPS 151 di RT. 010/RW. 010. Tenda tersebut sudah didirikan sejak malam hari tanggal 13 Februari 2024. Namun, menurut Ketua RT. 010, Sanusi, sekitar pukul 4 pagi WIB tenda tersebut roboh.
"Beban air di tenda gak nampung dan akhirnya roboh. Untungnya gak ada korban meski sebelumnya ada beberapa petugas masih di tenda itu," ujar Sanusi saat diwawancarai di TPS 151, Rabu (14/02/2024).
Alhasil, TPS pun dipindahkan ke halaman depan Pesantren Terbuka Al Isyraq yang tak jauh dari lokasi robohnya tenda. Petugas TPS pun langsung bahu-membahu menyiapkan kembali segala logistik dan keperluan yang dibutuhkan untuk mencoblos.
"Begitu insiden terjadi, kita langsung meminta izin ke kyai (pemimpin pesantren) dan memindahkan lokasi TPS ke sini," jelasnya.
2. Kotak suara basah dan rusak

Dari hasil pemantauan IDN Times, terlihat jika ada tiga kotak suara di TPS 151 yang basah dan rusak di beberapa bagiannya. Untuk mengatasinya, petugas TPS pun mencoba mengeringkannya menggunakan hair dryer. Diketahui, saat insiden tenda roboh terjadi, sudah ada tiga bilik suara yang terpasang di sana. Meja tempat menaruh bilik suara juga tidak bisa digunakan lagi karena tertimpa rangka tenda. Beruntung, beberapa kotak suara dan surat suara tidak ada di lokasi yang sama. Jadi, tidak ada kerusakan lain selain bilik suara.
3. Cerita Syakila Diah Amanda jadi pemilih pemula di Pemilu 2024

Pemilu 2024 bisa menjadi pengalaman pertama untuk beberapa Generasi Z atau Gen Z. Di TPS 151 sendiri, menurut Sanusi, ada lebih dari sepuluh orang yang menjadi pemilih pemula. Deretan orang itu baru pertama kali memberikan hak suaranya.
"Untuk pemilih pemula ada sekitar lebih dari sepuluh orang," ujar Ketua RT. 010, Sanusi.
Seorang pemilih pemula, Syakila Diah Amanda, memberikan testimoninya saat diwawancarai oleh IDN Times. Ia merasa deg-degan, takut, dan bingung. Akibat hal itu, cewek berusia 19 tahun tersebut sampai salah melipat surat suaranya.
"Deg-degan, takut, bingung. Tadi sempat susah melipat surat suaranya karena terlalu besar," ujar Syakila saat diwawancarai oleh IDN Times pada Rabu (14/02/2024).
Syakila juga bercerita jika ia tak kesulitan ketika harus memilih calon anggota DPD, DPR, dan DPRD. Sebab, ia sudah tahu calon dan nama yang harus dicoblos.
"Gak kesusahan milih DPD, DPR, sama DPRD karena udah tahu mau milih siapa," jelasnya.
Begitu pula ketika memilih capres dan cawapres. Syakila pun merasa mantap untuk memilih paslon tersebut. Ia juga berharap jika paslon pilihannya bisa amanah apabila memenangkan Pemilu 2024.
"Capres dan cawapres udah punya pilihan sendiri dan mantap untuk milih mereka. Semoga nanti kalau menang bisa amanah," tutupnya.
4. Sempat ada pemilih yang memaksa menyoblos di TPS 151, padahal berkasnya tak lengkap

Insiden lain juga terjadi di TPS 151, di mana ada pemilih yang tidak terdaftar sebagai Daftar Pemilih Tetap (DPT) di TPS tersebut, tetapi memaksa ingin mencoblos di sana. Pemilih tersebut "ngamuk" karena tak diizinkan mencoblos di sana. Padahal, ia tak memiliki berkas-berkas yang lengkap sebagai syaratnya.
"Dia pengin nyoblos di sini, tetapi belum punya surat rekomendasi atau formulir pindah milih," ujar Sanusi.
Akhirnya, Ketua KPPS dan salah seorang anggota Bawaslu yang ada di lokasi kejadian pun langsung menangani hal itu. Mereka mencoba memberi saran kepada pemilih tersebut untuk melapor ke pihak KPU yang ada di kelurahan.
"Ketua KPPS dan anggota Bawaslu yang ada di sini menjelaskan aturan mainnya. Sudah dikasih tahu juga untuk melapor ke KPU yang ada di kelurahan. Tapi, waktunya sudah mepet dan gak keburu. Ya, untungnya dia (pemilih) paham," jelasnya.
5. Sanusi anggap sistem Pemilu 2024 lebih buruk dari 5 tahun lalu

Kritik ke KPU datang dari Ketua RT. 010, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Sanusi. Ia menilai jika sistem Pemilu 2024 ini jauh lebih buruk dibandingkan dengan Pemilu 2019 lalu. Sebab, KPU sangat kurang dalam hal edukasi kepada masyarakat mengenai cara pencoblosan.
"Dari segi sistem, pemilu tahun ini lebih buruk dari tahun 2019, meski KPU sendiri bilang kalau mereka sudah memberikan edukasi kepada masyarakat lewat media-media. Padahal, ada banyak masyarakat yang juga kurang jeli dengan media-media tersebut," ujarnya.
Sebagai solusi, Sanusi melakukan sosialisasi kepada warga di wilayahnya. Ia memberikan edukasi terkait cara mencoblos surat suara. "Saya sendiri turun sosialisasi ke warga untuk mengedukasi jenis-jenis surat suara dan bagaimana cara mencoblosnya. Alhamdulillah di wilayah ini gak ada yang bingung," tutup Sanusi.