Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tren Ujaran Kebencian di 5 Provinsi saat Pilkada 2024, Jabar Tertinggi

Ilustrasi kotak suara di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi kotak suara di Pilkada. (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • Jawa Barat adalah provinsi dengan ujaran kebencian tertinggi selama Pilkada 2024, diikuti Aceh, Sumatra Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat.
  • Hasil pemantauan mencakup 185.083 teks dari platform X (Twitter) dan TikTok, dengan 11,23 persen di antaranya mengandung ujaran kebencian terkait Pilkada 2024.
  •  
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bersama Monash University Indonesia mencatat Jawa Barat sebagai provinsi dengan ujaran kebencian tertinggi selama masa Pilkada 2024, diikuti Aceh, Sumatra Barat, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat. 

Hasil pemantauan di lima provinsi tersebut dilakukan sejak 1 Agustus hingga 23 November 2024 dengan menganalisis 185.083 teks dari platform X (Twitter) dan TikTok.

Associate Professor Data Science Monash University Indonesia, Derry Wijaya, mengatakan, proyek pemantauan ini cukup rumit karena melibatkan kata kunci dalam berbagai bahasa daerah.

Data yang terkumpul terdiri dari 56,6 persen (104.721 teks) yang berasal dari X, 35,1 persen (64.955 teks) dari komentar TikTok, dan 8,32 persen (15.405 teks) dari konten video TikTok. 

Dari keseluruhan data tersebut, sebanyak 86,1 persen (164.302 teks) berkaitan dengan Pilkada 2024 dengan 11,23 persen (20.781 teks) di antaranya mengandung ujaran kebencian.

"Selain itu, setiap daerah juga memiliki konteks budaya mereka yang menjadi tantangan sehingga perlu kolaborasi dengan komunitas lokal, utamanya jurnalis lokal," kata dia, di Jakarta, Rabu (27/11/2024).

1. Didominasi isu agama

KPU gelar simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 di Maros, Sulsel (15/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
KPU gelar simulasi pemungutan suara Pilkada 2024 di Maros, Sulsel (15/9/2024) (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Co-Director Monash Data & Democracy Research Hub, Ika Idris, mengatakan, ujaran kebencian di lima provinsi tersebut didominasi isu agama, akhlak, dan etika.  

Isu agama, menurutnya muncul bukan cuma di daerah yang kandidatnya beda agama, tapi juga yang agamanya sama. Narasi satu lebih saleh dibanding yang lain sangat mendominasi, seolah patokan utama seorang kandidat adalah kesalehannya.

Sentimen terhadap politik dinasti juga muncul sebagai upaya untuk tidak mendukung pasangan calon tertentu. Ada sentimen untuk menolak pasangan-pasangan yang pencalonannya berbasis nepotisme kekeluargaan, dan bukan karena kompetensi mereka.

"Sentimen negatif terkait politik dinasti yang muncul di pilpres dan pileg lalu masih berlanjut mewarnai pilkada. Bahkan ada ajakan-ajakan untuk memilih kotak kosong ke kandidat yang disokong oleh koalisi besar juga menguat," tutur dia.

2. Harus jadi perhatian Bawaslu-KPUD

Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)
Ilustrasi penyelenggara pemilu. (IDN Times/Sukma Shakti)

Sekretaris Jenderal AJI, Bayu Wardhana menilai, tingginya ujaran kebencian yang ada di 5 provinsi dan mungkin terjadi di daerah lain itu harus menjadi perhatian khusus bagi KPUD maupun Bawaslu.

Menurut dia, butuh pencegahan segera agar ujaran kebencian ini tidak terakumulasi membesar pada pascahari H pemilihan.

"Perlu kerja sama kongkrit antara KPU/Bawaslu dengan platform digital seperti TikTok, Meta, X dan Google," kata dia.

3. Diskriminasi terhadap perempuan ditemukan di Aceh

ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)
ilustrasi pemilu (IDN Times/Esti Suryani)

Selama masa pemantauan terdapat tiga momen peningkatan ujaran kebencian terkait Pilkada 2024. Pertama, saat putusan MK soal penyelenggaraan Pilkada. Kedua, saat penetapan calon oleh KPU pada 23 September 2024, dan terakhir pascapelantikan Presiden dan Wakil Presiden RI pada 21 Oktober 2024.

Di Jawa Barat, isu polarisasi berkaitan dengan poligami dan narkoba. Sementara di Aceh dan NTB ditemukan ujaran kebencian dan diskriminasi terhadap perempuan. 

Kelompok rentan seperti penyandang difabel, penganut Kristen, Katolik, Rohingya, Syiah, Ahmadiyah, dan Tionghoa juga menjadi sasaran ujaran kebencian.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amir Faisol
EditorAmir Faisol
Follow Us