UU Kementerian Negara Digugat ke MK, Minta Wamen Tak Rangkap Jabatan

- Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan untuk pengujian materiil UU Kementerian Negara terhadap UUD NRI Tahun 1945.
- Juhaidy Rizaldy Roringkon, Direktur Eksekutif ILDES, menegaskan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan akibat tidak diaturnya jabatan wakil menteri dalam UU Kementerian Negara.
- Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang melarang rangkap jabatan wakil menteri, yang dinilai bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan untuk Perkara Nomor 21/PUU-XXIII/2025 mengenai pengujian materiil Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) di Ruang Sidang MK pada Senin (5/5/2025).
Permohonan ini diajukan oleh Juhaidy Rizaldy Roringkon, Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES). Dalam sidang yang beragenda pemeriksaan perbaikan permohonan tersebut, Pemohon menegaskan kembali kedudukannya sebagai warga negara yang kerap mencari keadilan melalui MK.
1. Dalil Pemohon permasalahkan UU Kementerian Negara tidak atur soal jabatan wakil menteri

Juhaidy menjelaskan bahwa keberadaan norma dalam UU Kementerian Negara yang tidak mengatur soal jabatan wakil menteri menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Hal ini menurutnya bertentangan dengan Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 yang secara tegas melarang rangkap jabatan wakil menteri. Namun, larangan tersebut tidak diimplementasikan oleh pemerintah maupun pihak-pihak terkait.
“Pertimbangan hukum MK Nomor 80 Tahun 2019 yang telah secara tegas melarang rangkap jabatan wakil menteri tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh Pemerintah dan semua pihak yang berkepentingan. Bahwa ketidakpastian hukum dan ketidakadilan ini terjadi karena tidak diamarkannya larangan rangkap jabatan wakil menteri tetapi hal ini tidak dilaksanakan oleh pemerintah dan seluruh pihak yang berkepentingan," ujar Juhaidy dalam persidangan.
2. Dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945

Sebelumnya, Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi, “Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.
Menurut Pemohon, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3, Pasal 17, Pasal 27 Ayat (1), dan Pasal 28D Ayat (3) UUD NRI 1945. Pemohon merasa dirugikan karena tidak adanya larangan bagi wakil menteri untuk merangkap jabatan. Hal ini menyebabkan praktik rangkap jabatan kian dipandang sebagai hal lumrah dalam penyelenggaraan pemerintah kekinian. Rangkap jabatan sendiri merupakan kondisi dimana seseorang menempati lebih dari satu jabatan pada waktu yang bersamaan, baik bidang yang sama maupun berbeda.
3. Berpotensi terjadi penyalahgunaan kekuasaan

Kondisi rangkap jabatan ini menurut Pemohon, berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun hal ini bukan merupakan suatu tindak pidana, namun konflik kepentingan dalam bentuk rangkap jabatan menghadirkan kerentanan-kerentanan tersendiri apabila tidak diregulasi secara ketat. Misalnya, kekhawatiran mengenai integritas pengambilan keputusan atau proteksi kepentingan dari publik serta pemegang saham untuk konteks privat.
Pemohon dalam naskah permohonannya pun mengutip Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019, yang dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah sebenarnya telah melarang wakil menteri rangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta. Alasannya, posisi wakil menteri adalah sama dengan menteri yang diangkat oleh Presiden sehingga harus juga tunduk pada Pasal 23 huruf b UU Kementerian Negara.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “Menteri” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 23 Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Menteri dan Wakil Menteri”. Sehingga Pasal 23 UU Kementerian Negara menjadi berbunyi: “Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah”.