Pemerintah Klaim PPKM Mikro Ampuh Putus Penularan COVID-19 di Daerah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan evaluasi dan monitoring kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Berskala Mikro secara rutin. Dari hasil itu, pemerintah mengklaim bahwa PPKM Mikro ampuh memutus penularan COVID-19 di daerah.
Bahkan, menurut Plh Dirjen Bina Adwil Kemendagri Suhajar Diantoro, keberhasilan kebijakan PPKM Mikro ini juga diakui berbagai negara. Hasil evaluasi itu sebelumnya disampaikan dalam Rapat Koordinasi Analisa dan Evaluasi PPKM Berskala Mikro yang diadakan secara virtual pada Jumat (18/6/2021) kemarin. Dalam rapat itu dinyatakan PPKM Mikro masih sangat efektif dalam memutus rantai penularan COVID-19 di daerah.
“Kebijakan PPKM Mikro ini ampuh dan diakui oleh negara-negara lain,” tutur Suhajar dalam keterangan resmi yang dikutip Minggu, (20/6/2021).
Baca Juga: PPKM Mikro Diperpanjang, Kantor di Zona Merah Harus WFH 75 Persen
1. Perbedaan PPKM Mikro dengan lockdown di luar negeri
Menurut Suhajar, PPKM Mikro ini berbeda dengan kebijakan lockdown yang banyak dilakukan negara-negara lain. Bedanya ialah PPKM Mikro tidak menutup kegiatan 1 negara.
"Kalau mereka langsung menutup atau lockdown satu negara, sehingga ekonominya lumpuh. Tidak ada pergerakan ekonomi. Kalau kita melalui PPKM Mikro, ekonomi masih berdenyut, tapi tiap RT, Desa, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten dan Kota bikin posko pemantauan COVID-19, ini berhasil," tegas Suhajar.
2. Ketentuan pelaksanaan PPKM Mikro
Dalam pelaksanaannya, Suhajar mengatakan keberhasilan PPKM Mikro ini tergantung dari seluruh peran masyarakat dan aparatur pemerintahnya, termasuk Kasatgas Penanganan COVID-19 di masing-masing wilayah. Ia mengatakan, apabila tiap minggu ada rakor pemantauan yang melibatkan semua pihak, evaluasi dan sidak pastinya penularan COVID-19 akan dapat ditekan.
Editor’s picks
Suhajar juga meminta pemerintah daerah melaporkan tiap minggunya berapa posko COVID-19 yang berdiri, sehingga secara nasional akan diketahui apakah sudah lebih dari 52 persen.
Selain itu, ia juga menjelaskan ada beberapa indikator keberhasilan yang mesti dipahami oleh penanggung jawab PPKM Mikro di masing-masing daerah, seperti rata-rata yang terinfeksi COVID-19 harus di bawah rata-rata kelurahan/kecamatan, tingkat kesembuhan yang harus tinggi, tingkat kematian yang rendah dan ketersediaan tempat tidur yang cukup di suatu kabupaten/kota.
Kemudian, penentuan zona juga tetap berlaku dengan ketentuan apabila desa/ kelurahan/RT tidak ada warganya yang terinfeksi COVID-19, maka daerah itu Zona Hijau. Sementara jika ada 1-2 rumah yang terpapar COVID-19, berarti masuk Zona Kuning dan jika ada 3-5 rumah itu Zona Orange. Sementara jika lebih dari 5 rumah, masuk Zona Merah, dan semua kegiatan masyarakat harus ditutup atau dibatasi secara ketat.
Baca Juga: Mulai Diterapkan Besok, Ini Beda PPKM Mikro dengan PPKM Sebelumnya
3. Kasus COVID-19 sempat tinggi gara-gara Lebaran
Meski begitu, beberapa hasil belakangan kasus harian COVID-19 melonjak tinggi. Bahkan, kasus COVID-19 per Sabtu, 19 Juni kemarin tembus 1.976.172 orang.
Menurut Sekretaris Ditjen Bina Adwil Indra Gunawan mengatakan, kenaikan kasus harian disebabkan oleh efek libur Idul Fitri atau Lebaran yang baru terasa saat ini.
Oleh sebab itu, pihaknya memberi tugas kepada kepala-kepala daerah yang kasus aktifnya tinggi, tingkat kematian tinggi serta zona resiko daerah yang meningkat beberapa minggu belakangan ini.
“Ini efek dari liburan Idul Fitri. Baru terasa. Jadi sekali lagi, imbauan pemerintah agar menaati prokes, tidak berkerumun dan pergi jauh itu mesti dipatuhi. Zona resiko saat ini meningkat. Zona Resiko Tinggi, dari 17 kota/kabupaten naik jadi 29 kota/kabupaten, Zona Resiko Sedang naik dari 331 kota/kabupaten naik jadi 339. Jadi kita jangan lemah, taati prokes dan antisipasi nanti saat lonjakan orang di Idul Adha,” tandas Indra.
Baca Juga: Yogyakarta Kemungkinan Lockdown Total, Sultan: PPKM Sudah Gagal