Wakil Ketua MPR: Perpres Nilai Ekonomi Karbon Hadiah 1 Tahun Prabowo

- Perpres 110 penting untuk komitmen perubahan iklim: Eddy Soeparno menjelaskan, Perpres ini penting dalam komitmen Indonesia menangani perubahan iklim, mengurangi gas rumah kaca, dan mendukung pencapaian Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.
- Harga karbon Indonesia diharapkan jauh lebih tinggi: Dengan perpres ini, perdagangan karbon wajib dan sukarela bisa berkembang secara cepat, serta harga karbon Indonesia diharapkan menjadi lebih tinggi di mata investor.
Jakarta, IDN Times - Presiden Prabowo resmi menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Regulasi ini disahkan pada 10 Oktober 2025, menggantikan Perpres No. 98 Tahun 2021.
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Eddy Soeparno mengatakan, Perpres 110/2025 tentang NEK menjadi kado satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo untuk penanganan krisis iklim. Hal ini disampaikan Eddy Soeparno saat membuka acara pembukaan Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 yang merupakan inisiatif MPR RI dan Emil Salim Institute (ESI).
“Ini Perpres yang ditunggu-tunggu dalam rangka kegiatan perekonomian di sektor perdagangan karbon dan penanganan Gas Rumah Kaca. Ini membuktikan sekali lagi komitmen kuat Presiden Prabowo dalam upaya mencegah dampak krisis iklim,” kata Eddy kepada wartawan, Selasa (21/10/2025).
1. Perpres 110 penting untuk komitmen perubahan iklim

Eddy menjelaskan, Perpres ini penting dalam komitmen Indonnesia menangani perubahan iklim, mengurangi gas rumah kaca dan juga target kita untuk pencapaian Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 mendatang atau lebih cepat.
“Perpres No. 110 Tahun 2025 ini menjadi wujud komitmen Indonesia dalam menangani krisis iklim, khususnya penurunan emisi Gas Rumah Kaca, serta mendukung pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution)," kata dia.
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki potensi karbon luar biasa besar dari alam seperti Hutan, Mangrove dan Bakau. Potensi lainnya juga datang dari sektor non-alam seperti energi terbarukan yang akan dikembangkan dalam skala masif dalam 10 tahun ke depan.
“Perpres Nomor 110 tahun 2025 menjadi dasar hukum untuk munculnya pilar ekonomi baru yakni ekonomi karbon yang diharapkan menjadi pilar pendapatan negara yang baru disamping pajak dan cukai,” kata Waketum PAN itu.
2. Harga karbon Indonesia diharapkan jauh lebih tinggi

Eddy menjelaskan, dengan perpres ini perdagangan karbon wajib dan sukarela baik secara nasional maupun internasional bisa berkembang secara cepat. Terlebih, Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama dengan lembaga internasional yang dapat memverifikasi kualitas dan integritas dari unit karbon yang diperdagangkan.
“Kita tidak saja mengharapkan peningkatan volume dan jumlah pelaku perdagangan karbon, tetapi juga harga karbon Indonesia menjadi lebih tinggi di mata investor,” ujarnya
3. Perpres 110 perluas perdagangan karbon

Eddy menegaskan, perpres tersebut juga memperluas perdagangan karbon sektoral. Sebab, perdagangan karbon tidak lagi terpusat di Kementerian Lingkungan Hidup.
"Tetapi Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bisa ikut terlibat dalam perdagangan karbon,” tutur Eddy.