Walhi hingga Busyro Muqoddas Gugat UU IKN ke MK
Jakarta, IDN Times - Aliansi Rakyat Gugat Pemindahan Ibu Kota Negara (Argumen) mengajukan uji materi Undang-Undang IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (1/4/2022).
Aliansi masyarakat sipil itu terdiri dari Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), hingga warga Penajam Paser Utara.
Mereka menilai UU IKN perlu digugat karena bertentangan dengan UUD 1945 dan bertabrakan dengan aturan formil perundang-undangan.
1. UU IKN disebut bermasalah sejak awal

Perwakilan Argumen dari Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan UU IKN sudah bermasalah sejak awal. Sebab dalam proses penyusunan, pembahasan, dan penetapan UU itu, kelompok masyarakat adat dan masyarakat sipil tidak dilibatkan.
Selain itu, penilaian akan dampak lingkungan yang diberikan oleh organisasi lingkungan terkait dengan pembangunan IKN juga tak didengar oleh pemerintah.
“Dan pernyataan-pernyataan yang kita sampaikan berkaitan dengan dampak sosial ekologis dan efek domino yang akan diterima wilayah lain juga diabaikan oleh pengurus negara,” kata Uli dalan konferensi persnya di Kantor MK, Jumat (1/4/2022).
2. IKN bukan untuk rakyat

Menurut manajer Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi ini, megaproyek IKN tidak dibuat untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dia menilai saat ini rakyat lebih membutuhkan bantuan untuk pemulihan ekonomi imbas pandemik COVID-19 ketimbang pemindahan ibu kota ke Kaltim.
Dia juga menyinggung hampir Rp500 triliun dana yang digelontorkan untuk pembangunan IKN sebenarnya bisa dialihkan untuk kebutuhan lebih mendesak yang mementingkan rakyat.
“Kita juga sebenarnya menggugat dan tidak sepakat dengan banyaknya materi yang ada di UU ini, yang kita tahu bahwa megaproyek IKN ini tidak berangkat dari kebutuhan rakyat Indoensia saat ini dan justru akan melanggengkan perampasan tanah baik di IKN maupun wilayah luar IKN,” tuturnya.
3. Menghancurkan tatanan demokrasi

Sementara itu, kuasa hukum Argumen, Muhammad Arman dalam keterangannya menilai UU IKN menghancurkan tatanan peraturan perundang-undangan. Pasalnya pemerintahan Jokowi dan DPR membahas UU IKN hanya dalam waktu 17 hari sehingga tidak ada ruang partisipasi publik.
UU IKN juga dinilai semakin membuat masyarakat tereksklusi dari ruang hidupnya sendiri. Padahal menurut dia, negara harus memberikan ruang yang terbuka untuk masyarakat adat membangun tanahnya sendiri.
“Pemerintah dan DPR benar-benar telah menghancurkan tatanan demokrasi,” ujar Arman.
Selain itu, Arman juga menegaskan bahwa UU IKN sedikitnya bertentangan dengan 8 pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal tersebut antara lain, Pasal 1 ayat (2), Pasal 22A, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), Pasal 18B ayat (2), dan Pasal 28I ayat (3).
"UU IKN ini bertentangan dengan sedikitnya ada 8 pasal dalam UUD 1945 yang seharusnya menjadi falsafah dalam proses penyusunan hukum di negara ini," tuturnya.