WALHI: Penerbitan SHGB di Laut Berpotensi Langgar Putusan MK

Jakarta, IDN Times - Pengakuan Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Badan Pertanahan Negara (BPN) soal penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah perairan Tangerang membuat publik bingung. Hal itu lantaran tak masuk akal bisa terbit HGB di wilayah laut.
Direktur eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi mengatakan, terdapat potensi pelanggaran hukum terkait penerbitan sertifikat hak atas tanah di wilayah laut. Salah satu aturan yang dilanggar adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2010 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Di dalam putusan itu tertulis larangan bagi pemerintah untuk memberikan hak pengusahaan atau konsesi agraria di perairan pesisir bagi para pengusaha.
"Larangan tersebut bertujuan untuk mencegah pengkaplingan atau privatisasi yang dapat menimbulkan kerusakaan ekosistem lingkungan, diskriminasi secara tidak langsung, menghilangkan hak tradisional yang bersifat turun-temurun serta mengancam penghidupan nelayan tradisional, masyarakat adat dan masyarakat lokal," ujar Zenzi di dalam keterangan tertulis, Selasa (22/1/2/2025).
Meski begitu, menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 65 ayat (2) menyatakan, pemberian hak atas tanah di wilayah perairan hanya dapat dilakukan setelah memperoleh perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan.
Tetapi, di dalam pemberian keterangan pers pada Senin kemarin, Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono menyatakan, keberadaan pagar laut di wilayah Tangerang tidak memiliki izin alias ilegal. "Maka, dapat disimpulkan terdapat potensi pelanggaran hukum dalam proses penerbitan sertifikat hak atas tanah tersebut," tutur dia.
1. WALHI minta pemerintah evaluasi dan membatalkan SHGB di wilayah laut Tangerang

Lebih lanjut, WALHI meminta kepada pemerintah agar mengevaluasi dan membatalkan pemberian hak atas tanah pada korporasi dan perorangan di atas wilayah Laut Tangerang. Ia juga mendorong pemerintah untuk mengusut dugaan pelanggaran hukum pada proses pemberian hak atas tanah.
"Proses pemberian hak atas tanah itu melibatkan para mafia tanah baik penerbit maupun pemegang sertifikat," kata Zenzi.
Ia juga menyebut, WALHI turut meminta kepada pemerintah untuk menghentikan upaya reklamasi wilayah pesisir dan laut Banten, karena hal tersebut dapat menutup akses ke sumber penghidupan masyarakat pesisir dan merusak lingkungan di sumber material pengurukan lahan.
WALHI juga mendesak pemerintah untuk membatalkan proyek strategis nasional (PSN) Pantai Indah Kapuk 2.
"Karena dijalankan dengan praktik pelanggaran hukum yang terstruktur, sistematis dan masif," tutur dia.
2. Kementerian ATR siap batalkan penerbitan SHGB dan SHM di wilayah laut

Sementara, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengatakan, siap mencabut Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di wilayah pagar laut Tangerang. Namun, dengan catatan bila area yang memiliki kedua sertifikat itu terbukti berada di luar garis pantai atau laut.
Untuk itu, Nusron memerintahkan Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya, untuk mengecek ke Badan Informasi Geospasial (BIG).
"Pak Dirjen akan berkoordinasi mengenai garis pantai yang ada di Desa Kohod tersebut. Ini untuk membuktikan apakah sertifikat tersebut berada di dalam garis pantai atau di luar garis pantai (laut)," ujar Nusron di kantor Kementerian ATR/BPN pada Senin kemarin.
"Kalau garis pantai dari geospasialnya terbukti, maka semua akan menjadi jelas," tutur dia.
Ia menambahkan, Kementerian ATR akan melakukan evaluasi terhadap SHGB dan SHM yang terbukti terbit di wilayah perairan Tangerang. Karena sesuai aturan, SHGB dan SHM tidak boleh diterbitkan di wilayah laut.
"Tentu akan kami tinjau ulang (penerbitan SHGB dan SHM). Kami punya kewenangan itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP), SHGB itu belum berusia lima tahun. Bila dalam perjalanannya terbukti secara faktual ada cacat material, hukum serta prosedural, maka penerbitannya dapat kami batalkan tanpa harus mendapatkan perintah dari pengadilan," katanya.
Berdasarkan keterangan dari Kementerian ATR, ada 263 bidang tanah yang sudah diterbitkan SHGB-nya. Sebanyak 234 bidang SHGB dimiliki oleh PT Intan Agro Makmur, 20 bidang SHGB atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan sembilan SHGB lainnya milik perorangan.
3. Menteri Nusron bakal selidiki pihak yang menerbitkan SHGB di wilayah laut

Kementerian ATR juga akan memanggil sejumlah pihak yang diduga tidak mematuhi aturan. "Kira-kira yang terlibat ada pada proses pengukuran, juru ukur. Kami sudah cek di kepala pertanahan, kemarin menggunakan kantor jasa survei berlisensi, berarti pihak swasta," tutur dia.
Nusron telah meminta kepada Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Virgo Eresta Jaya, untuk memanggil pemilik kantor jasa survei tersebut. Bila terbukti mereka tak mematuhi ketentuan dan mengeluarkan SHGB dan SHM, maka Kementerian ATR meminta agar tak lagi menggunakan jasa dari kantor tersebut.
"Kalau perlu kami merekomendasikan agar izin (kantor jasa survei) dicabut," katanya.
Kepala Seksi Pengukuran yang bekerja di kantor pertanahan di Kabupaten Tangerang juga akan dimintai pertanggungjawaban. Pihak lain yang bakal dimintai tanggung jawab adalah Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah. Bila ia terbukti melanggar ketentuan, kata Nusron, juga bakal ditindak.
Kepala Kantor Pertanahan di Tangerang tak luput untuk dimintai keterangan. Meskipun, ia sudah pensiun sebagai ASN.
"Kami akan lihat apakah yang bersangkutan ikut terlibat dalam hal ini atau tidak," imbuhnya.