Wamen PPPA Dorong Ibu Pilih Kualitas Anak Dibanding Kuantitas

- Veronica Tan mendorong kesadaran ibu untuk memprioritaskan kualitas anak daripada kuantitas, karena akar permasalahan ekonomi keluarga terletak pada banyaknya anak.
- Program pemberian makan bergizi gratis menjadi solusi pertemuan, namun perempuan Indonesia masih mengalami masalah dan kasus yang banyak.
- Kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu mendukung kehidupan maksimal menyebabkan berbagai dampak negatif, seperti tingginya angka KDRT dan anak lahir stunting.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Veronica Tan, mendorong kesadaran para ibu agar bisa bersama-sama mempunya perspektif meningkatkan kualitas anak, bukan lagi berkutat soal kuantitas anak. Ini, kata dia, berangkat dari berbagai kondisi yang menimpa keluarga di Indonesia yang kerap terjebak dalam situasi ekonomi.
"Akar permasalahan yang kita lihat setelah kita gali balik-balik lagi itu sebenarnya ekonomi. Ketika seorang perempuan menikah, perempuan tidak berani berkata, oke saya lebih memilih anak berkualitas daripada anak kuantiti, anak yang banyak. Karena pada dasarnya ketika kita datang ke lapangan, bahkan di kota besar ini, kita datang ke rusun, ada ibu yang anaknya minimum 4, 5, 6," kata dia di Jakarta, Kamis (19/12/2024).
1. Budaya patriarki masih ada di sekeliling masyarakat

Veronica mengungkapan, program pemberian makan bergizi gratis menjadi satu program yang titik temu. Selama dua bulan bekerja di kementerian ini, dia sadar bahwa sebenarnya pencapaian perempuan, peringatan hari perempuan dihadapkan dengan berbagai dilema yang ada, karena perempuan Indonesia masih mengalami masalah dan kasus yang begitu banyak.
"Kita juga tahu, child free. Ketika kita menggaungkan Keluarga Berencana (KB), kita bilang, sekarang anak-anak muda udah gak mau punya anak kok. Benar, tapi kita di negara kita punya ekstrem ujung dan ekstrem kanan. Artinya kita berbicara, kita ngomong kesetaraan gender, kita bicara tentang patriarki, sebenarnya itu ada di sekeliling kita," katanya.
2. Soal ibu tak berani tolak punya anak banyak

Vero menjelaskan, ketika keluarga mempunyai anak banyak, khawatirnya ekonomi keluarga tak mampu mendukung kehidupan yang maksimal. Apalagi saat seorang ibu tidak bisa berpikir atau tidak diedukasi bahwa kualiti itu jauh lebih penting. Perempuan harus disadarkan mempunyai anak yang berkualitas itu jauh lebih penting daripada banyak anak.
"Ketika mereka tidak berani berkata itu (menolak punya banyak anak), akhirnya anak-anak itu bukan tanda petik beban, kita punya anak, kita anugerah, tapi anak itu menjadi beban ekonomi. Budaya patriarki otomatis itu akan terjadi," katanya.
3. Soroti anak perempuan yang menikah serta akar masalah yang tak diselesaikan

Kondisi makin berlapis saat anak perempuan memasuki usia sekolah menengah atas, biaya yang selama ini gratis mendadak harus dikeluarkan untuk lanjut sekolah. Tak ayal banyak keluarga yang memilih menikahkan anak perempuannya. Hingga akhirnya ekonomi pasangan muda juga berimplikasi pada tingginya angka KDRT hingga anak lahir stunting, karena sang ibu tak maksimal dalam tumbuh kembang seribu hari pertama anak.
"Akhirnya apa yang kita perjuangkan itu tidak akan tersampaikan ke masyarakat bawah. Karena akar permasalahan ini yang kita tidak bereskan," katanya.
Hal ini disampaikan Vero dalam Forum Tematik Bakohumas jelang Peringatan Hari Ibu ke-96 yang mengangkat tema Perempuan Menyapa, Perempuan Berdaya, Menuju Indonesia Emas 2045. Melalui PHI ke-96 Tahun 2024, Kemen PPPA mendorong interaksi, solidaritas, dan dukungan seluruh pihak dalam membangun Ruang Bersama Indonesia (RMI) untuk perempuan dan anak, serta menegaskan pentingnya kesetaraan gender dalam mencapai kemajuan bangsa.