Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wamenkumham: Tim Ahli Siapkan Modul KUHP untuk Aparat

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, di UNIBRAW, Malang,Kamis (25/5/2023)/ IDN Times Dini Suciatiningrum

Surabaya, IDN Times  - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyosialisasikan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional kepada mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jumat (26/5/2023). 

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej, menegaskan, sosialiasi merupakan hal yang paling penting agar tidak ada perbedaan pandangan terhadap KUHP Nasional yang baru disahkan pada 6 Desember 2022 dan sebagai UU Nomor 1 Tahun 2023 itu.

Edward mengatakan, sosialisasi masif juga selanjutnya akan dilakukan dengan menyasar aparat penegak hukum.

"Sekarang tim ahli sedang menyiapkan modul terkait KUHP Nasional. Tiada lain tiada bukan agar teman-teman hakim, jaksa, advokat polisi, dan lembaga pemasyarakatan punya frekuensi dan barometer yang sama untuk memahami KUHP Nasional agar tidak ada disparitas, tidak ada perbedaan dalam implementasinya," ujarnya.

1. Pemerintah menyiapkan sejumlah ketentuan untuk melaksanakan KUHP

Sejumlah pengendara motor melintasi mural kritik sosial "Tolak RUU KUHP" di Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (29/9/2019). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Guru besar Ilmu Hukum Pidana UGM itu menjelaskan, pemerintah telah menyiapkan sejumlah ketentuan untuk melaksanakan KUHP Nasional. 

"Sebab, KUHP memberikan delegasi pada aturan di bawahnya untuk implementasi atau pelaksanaannya," kata pria yang akrab disapa Eddy itu.

2. KUHP Nasional bakal mengubah cara berpikir masyarakat

Eks Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Ia menjelaskan, ada paradigma baru dalam hukum pidana nasional yang tertuang dalam KUHP Nasional sehingga harus disosialisasikan secara masif.

Menurutnya, KUHP Nasional bakal mengubah cara berpikir atau mindset masyarakat. Contohnya, mengubah paradigma hukum pidana klasik, yakni ketika hukum dianggap sebagai sarana balas dendam.

"Contohnya, kalau kita menjadi korban kejahatan apakah itu pencurian, penipuan, penggelapan, atau apapun, maka yang ada dalam benak kita sebagai korban agar polisi secepat mungkin menangkap, menahan, dan menghukum pelaku seberat-beratnya. Artinya, kita masih berpegang pada hukum pidana klasik yang mengedepankan hukum pidana sebagai sarana balas dendam," ucapnya.

3. Mengubah paradigma bukan hal yang mudah

Pemerintah dan DPR sepakati RKUHP (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Padahal, lanjut Eddy, dalam paradigma hukum pidana modern sudah tidak lagi berpegang teguh pada keadilan retributif atau keadilan pembalasan.

"Hukum pidana modern berorientasi pada keadilan korektif yang ditujukan pada pelaku, keadilan restiratif yang ditujukan pada korban, dan keadilan rehabilitatif yang ditujukan kepada korban dan pelaku serta mengubah paradigma ini bukan hal yang mudah," kata Eddy.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
Dini Suciatiningrum
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us