Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Wapres Bakal Pimpin Kawasan Aglomerasi, DPD Khawatirkan Dualisme

Jakarta (IDN Times/Reza Iqbal)

Jakarta, IDN Times - Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni mengkritisi Pasal 55 ayat 3 Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DJK) ihwal Wakil Presiden (Wapres) yang diberikan kewenangan mengurusi wilayah aglomerasi meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), dan Cianjur. 

Berdasarkan pasal 55 RUU DKJ Dewan Kawasan Aglomerasi dibentuk untuk mengoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional pada Kawasan Aglomerasi dan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kawasan Aglomerasi. 

Termasuk mengoordinasikan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program serta kegiatan dalam rencana induk oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Nantinya Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden.

Berdasarkan kewenangan yang dimiliki wakil presiden berdasarkan RUU DKJ itu, Silviana khawatir dapat memunculkan dualisme kekuasaan.

"Atribusi kewenangan secara langsung kepada wapres sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi dalam RUU ini harus dipertimbangkan sedemikian rupa agar tidak terjadi dualisme kekuasaan," kata Sylviana dalam Rapat Pleno RUU DKJ, dikutip Kamis (14/3/2024).

1. Penugasan wapres berdasarkan mandat presiden

ilustrasi lalu lintas di kawasan Gatot Subroto, Jakarta (IDN Times/Amir Faisol)

Senator asal Jakarta itu menyampaikan, penugasan wakil presiden harus berdasarkan kewenangan mandat dari presiden sebagai penanggung jawab tertinggi. Oleh karena itu, ia berharap Baleg DPR RI dan pemerintah bisa mempertimbangkan mandat wapres mengurusi kawasan aglomerasi.

"Saya yakin ini sudah diperhitungkan dengan matang sebagai penanggung  jawab tertinggi. Saya yakin ini sudah diperhitungkan dan dipertimbangkan baik oleh Baleg DPR RI dan juga Kemendagri," kata dia.

2. Dewan Aglomerasi dibahas sejak 2022

Plt Menkopolhukam, Tito Karnavian ketika berada di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan. (IDN Times/Santi Dewi)

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian meluruskan rumor tentang Dewan Kawasan Aglomerasi disiapkan buat Gibran. Menurut Tito, nama aglomerasi itu diputuskan melalui grup diskusi (FGD). Tujuannya, agar ada harmonisasi dan sinkronisasi program.

Konsep itu dibahas sejumlah pakar tata kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dari Universitas Indonesia hingga UGM. Pemerintah turut menggandeng Jimly Asshidiqqie sebagai pakar hukum tata negara untuk memberikan masukan terkait perancangan RUU DKJ. 

Pembahasan itu sudah dibahas sejak April 2022. Sehingga, bila merujuk ke masa itu, belum dibentuk koalisi parpol menjelang Pemilu 2024.

"Apalagi paslonnya. Kita belum tahu ketika diadakan FGD itu. Di situ lah muncul lah harmonisasi pembangunan mulai dari perencanaan hingga evaluasi," ujar Tito.

Menurut dia, sebelum menjatuhkan pilihan penyebutan aglomerasi, sempat juga muncul ide lain seperti Metropolitan atau Megapolitan. 

"Banyak yang menjadi permasalahan bersama, mulai dari lalu lintas, banjir, migrasi penduduk. Bahkan, merembet juga ke masalah kesehatan seperti COVID-19 dan lain-lain," kata dia.

"Makanya, perlu harmonisasi dan evaluasi program. Saat itu ada beberapa istilah yang muncul. Apakah membentuk kawasan metropolitan Jakarta, Jadebotabekjur, atau namanya Megapolitan atau namanya Aglomerasi," imbuhnya.

Mantan Kapolri itu menjelaskan jika menggunakan istilah Megapolitan atau Metropolitan, seolah-olah kota satelit atau penyangga itu akan dijadikan satu pemerintahan dengan Jakarta. 

"Konsep ini banyak ditentang karena akan mengubah banyak undang-undang. Mulai dari UU Jawa Barat, UU Banten, UU Kota Depok, UU tentang Kota Bekasi," katanya.

"Akhirnya disepakati saat itu disebut saja wilayah itu aglomerasi yang berarti tidak ada keterikatan administrasi pemerintahan. Tapi, ini kawasan yang perlu diharmonisasikan program-programnya. Terutama yang menjadi problem bersama," imbuhnya. 

3. Gubernur Jakarta tetap dipilih secara langsung

Ilustrasi (IDN Times/Sunariyah)

Tito menegaskan Gubernur Jakarta tetap akan dipilih langsung oleh rakyat. Penegasan itu sekaligus menjawab Kaesang Pangarep yang disiapkan sebagai Gubernur di DKJ. 

"Sikap pemerintah tegas tetap pada posisi dipilih atau tidak berubah dengan (metode) yang sudah dilaksanakan saat ini. Jadi, bukan ditunjuk," uja Mantan Kapolri itu. 

Ihwal proses transisi perpindahan ibu kota negara, Tito menjelaskan prosesnya akan dilakukan secara bertahap. Sebab, sarana dan prasarana secara fisik belum tersedia di IKN Nusantara. 

"Maka, penyelenggaraan urusan pemerintahan dapat dilaksanakan secara fisik di kantor-kantor kementerian dan lembaga yang berada di Daerah Khusus Jakarta," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dheri Agriesta
Amir Faisol
Dheri Agriesta
EditorDheri Agriesta
Follow Us