157 WNI Masih Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri

- Pemerintah Indonesia berhasil memfasilitasi pembebasan 137 WNI dari hukuman mati pada 2024.
- 157 WNI masih dalam penanganan kasus hukuman mati, dengan 111 kasus narkoba dan 46 kasus pembunuhan.
- Malaysia menjadi negara dengan jumlah WNI terancam hukuman mati terbanyak, diikuti oleh Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Laos, dan Vietnam.
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, mengungkapkan capaian perlindungan WNI yang sudah dilakukan Kementerian Luar Negeri dalam setahun terakhir. Salah satu capaiannya mengenai pembebasan WNI dari hukuman mati.
"Sepanjang 2024, Pemerintah Indonesia berhasil memfasilitasi membebaskan 137 WNI terancam dari hukuman mati," kata Arrmanatha, dalam jumpa pers Pencapaian Pelayanan dan Pelindungan WNI Tahun 2024 di Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Arrmanatha mengatakan, 137 WNI itu telah diputus bebas murni maupun turun hukuman penjara dari ancaman hukuman mati.
1. Masih ada 157 WNI yang terancam hukuman mati

Meski demikian, kata Arrmanatha, masih ada 157 total kasus dalam penanganan kasus hukuman mati. Dari angka tersebut, 111 merupakan kasus narkoba dan 46 kasus pembunuhan.
"Saat ini, masih ada 157 WNI yang dalam penanganan, kalau kita lihat dari 137, 23 di antaranya adalah perempuan," seru Arrmanatha.
Malaysia menjadi negara dengan jumlah WNI terancam hukuman mati terbanyak. Kebanyakan, kata Arrmanatha, terkait kejahatan narkoba.
"Malaysia yang paling banyak dengan 147 kasus, lalu di Uni Emirat Arab ada tiga, Arab Saudi dua, Laos empat dan satu di Vietnam," sambung Arrmanatha.
2. Ada 46 kasus baru WNI terancam hukuman mati di 2024

Arrmanatha mengungkapkan, ada 46 kasus baru WNI terancam hukuman mati pada 2024. Menurutnya, kasus ini sangat kompleks dan masuk dalam kasus khusus bagi Kemlu.
"Penanganan kasus ini sangat kompleks. Banyak diplomat kita harus melakukan beyond the call of duty (melampaui panggilan tugas) dalam upaya membantu membebaskan atau mengurangi hukuman para WNI itu," beber Arrmanatha.
Bahkan, kata dia, sampai ada yang melakukan pendekatan ke keluarga korban secara reguler. "Ada yang sampai membawa makanan, memasakkan makanan untuk keluarga korban. Jadi memang above and beyond (kerja diplomat)," kata dia.
Tahun lalu, Kemlu berhasil membebaskan Susanti yang menghadapi hukuman mati sejak 2009. Kemenlu, kata Arrmanatha, melakukan penundaan terhadap eksekusinya.
"Kita melakukan negosiasi dan diplomasi dan berhasil mengumpulkan uang diyat untuk mencoba penundaan agar kita bisa mengumpulkan sesuai dengan pemerintahan keluarga," seru Arrmanatha.
Diyat merupakan pembayaran denda yang harus diserahkan pelaku pembunuhan kepada keluarga korban sebagai tanda pengampunan atas perbuatannya.
3. Kemlu punya pedoman khusus menangani hukuman mati

Wamenlu Arrmanatha menuturkan, Kemlu sudah menerbitkan Keputusan Menteri Luar Negeri No.42 tentang pedoman pendampingan WNI yang menghadapi hukuman mati. Ini menjadi pedoman yang jelas bagi para diplomat di negara-negara yang banyak kasus.
"Dengan pedoman ini akan lebih jelas ya bagi para diplomat kita di negara-negara yang banyak isu-isu, kasus-kasus terkait dengan hukuman mati," sambung dia.
Langkah ini, kata Arrmantha, bertujuan untuk mempekuat upaya perwakilan dalam menangani kasus-kasus hukuman mati.