AS Cabut Visa bagi Semua Pemegang Paspor Sudan Selatan

- Menteri Luar Negeri AS mencabut visa bagi pemegang paspor Sudan Selatan.
- AS akan memblokir warga negara Sudan Selatan yang datang ke AS.
- Pemerintah Sudan Selatan disalahkan atas kegagalan menerima kembali warganya dari AS.
Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio mengumumkan akan segera mencabut visa yang dikeluarkan bagi semua pemegang paspor Sudan Selatan. Pasalnya, negara itu menolak menerima warga negaranya yang telah dideportasi dari AS.
Rubio, dalam sebuah pernyataan menambahkan bahwa AS juga akan memblokir setiap warga negara Sudan Selatan, negara terbaru di dunia, yang datang di pelabuhan masuk AS.
Ia menyalahkan pemerintah Sudan Selatan akan hal ini. "Kegagalan pemerintah transisi Sudan Selatan untuk menerima kembalinya warga negaranya yang dipulangkan tepat waktu," kata Rubio, dilansir dari BBC, Minggu (6/4/2025).
1. Program deportasi massal Trump
Salah satu landasan kebijakan imigrasi Presiden Donald Trump adalah mendeportasi migran ilegal dari AS, dengan janji deportasi massal. Menurut Rubio, sudah seharusnya negara menerima kembali warga negaranya dari negara lain.
"Sudah saatnya Pemerintah Transisi Sudan Selatan berhenti mengambil keuntungan dari Amerika Serikat. Setiap negara harus menerima kembalinya warga negaranya tepat waktu ketika negara lain, termasuk Amerika Serikat, berusaha mendeportasi mereka," ujar Rubio.
Deportasi ini terjadi ketika kekhawatiran tumbuh bahwa Sudan Selatan mungkin kembali terjerumus dalam perang saudara.
2. Warga Sudan di AS diberi Status Perlindungan Sementara

Warga Sudan Selatan di AS sebelumnya diberikan Status Perlindungan Sementara (TPS), yang memungkinkan mereka untuk tetap berada di AS selama jangka waktu tertentu. TPS untuk warga Sudan Selatan di AS seharusnya berakhir pada 3 Mei.
Sudan Selatan, negara termuda di dunia, memperoleh kemerdekaan pada 2011 setelah memisahkan diri dari Sudan. Namun, hanya dua tahun kemudian, menyusul keretakan antara Presiden Salva Kiir dan Wakil Presiden Riek Machar, ketegangan meletus menjadi perang saudara, yang menewaskan lebih dari 400.000 orang.
Perjanjian pembagian kekuasaan tahun 2018 antara keduanya menghentikan pertempuran, tetapi elemen-elemen utama dari kesepakatan tersebut belum dilaksanakan–termasuk konstitusi baru, pemilihan umum, dan penyatuan kembali kelompok-kelompok bersenjata menjadi satu tentara. Kekerasan sporadis antara kelompok etnis dan lokal terus berlanjut di beberapa wilayah negara tersebut.
3. Trump sudah berselisih dengan banyak negara terkait deportasi

Sejak kembali menjabat, pemerintahan Trump telah berselisih dengan pemerintah internasional terkait deportasi warga negara mereka dari AS.
Salah satu contohnya, pada Januari, Presiden Kolombia Gustavo Petro melarang dua penerbangan militer AS yang membawa migran yang dideportasi mendarat di negaranya di Amerika Selatan. Petro mengalah setelah Trump berjanji untuk mengenakan tarif dan sanksi yang melumpuhkan terhadap Kolombia.