Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sudan Selatan di Ambang Perang Sipil Usai Penangkapan Wapres

Helikopter PBB di Juba, Sudan Selatan. (unsplash.com/adhrit2016)

Jakarta, IDN Times - Otoritas Sudan Selatan, pada Kamis (27/3/2025), menangkap Wakil Presiden (Wapres) Pertama Sudan Selatan, Riek Machar. Aksi ini mengakibatkan putusnya perjanjian perdamaian antara pemerintah dan oposisi di Sudan Selatan sejak 2018. 

Perjanjian perdamaian itu disetujui dengan pembentukan pemerintahan yang dipimpin Presiden Salva Kiir dan mantan pemimpin pemberontak, Riek Machar sebagai Wapres di negara Afrika Timur tersebut.

Tensi di Sudan Selatan terus memanas imbas perselisihan antara Kiir dan Machar setelah Tentara Putih menduduki pangkalan di Nil Hulu dan menyerang helikopter PBB. Situasi ini terancam membawa negara yang berdiri pada 2011 itu ke dalam perang sipil. 

1. Machar dituding mendukung Tentara Putih

Salah seorang anggota Sudan People’s Liberation Movement/Army - In Opposition (SPLM-IO), Reath Muoch Tang mengungkapkan bahwa penangkapan Machar ini dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. 

"Konvoi kendaraan militer telah masuk ke area permukiman Machar dan menangkapnya. Pertama, semua pengawalnya diharuskan menyerahkan senjata dan perintah penangkapan ini dilakukan tanpa dakwaan yang jelas," tuturnya, dikutip Africa News

Sementara itu, Machar dituding mendukung militan Tentara Putih yang bertikai dengan militer di Nil Hulu. Tak hanya Machar, istrinya juga ikut ditangkap oleh personel militer Sudan Selatan. 

Pada awal Maret, beberapa sekutu utama Machar sudah ditangkap oleh militer. Alhasil, pendukung Machar mengutuk langkah tersebut dan mengklaim ini sebagai pelanggaran berat perjanjian perdamaian. 

2. PBB desak Kiir dan Machar mematuhi perjanjian perdamaian

Kepala Misi PBB di Sudan Selatan, Nicholas Haysom, mengecam penangkapan Machar. Ia menyerukan kepada seluruh pihak untuk menahan diri dan mematuhi seluruh perjanjian perdamaian kedua pihak. 

"Hari ini, pemimpin Sudan Selatan harus menentukan apakah bersikukuh untuk memperluas konflik atau memastikan dialog untuk menjaga perdamaian, demokrasi, dan pemulihan sesuai dalam konsensus yang disepakati pada 2018," terangnya. 

Kepala Komisi Uni Afrika, Mahmoud Ali Youssouf, mengatakan akan mengirimkan tim ke Juba. Langkah ini untuk meredam tensi di Sudan Selatan yang semakin memanas dalam beberapa hari terakhir. 

Dalam beberapa hari terakhir, pemerintah melancarkan serangan udara ke Nil Hulu sebagai balasan atas serangan Tentara Putih. Pemerintah bahkan sudah memperingatkan warga sipil di Nil Hulu untuk meninggalkan area tersebut atau menghadapi konsekuensi. 

3. Norwegia dan Jerman tutup kantor perwakilan di Sudan Selatan

Pada Rabu (26/3/2025), Kementerian Luar Negeri Norwegia mengumumkan penutupan Kantor Kedutaan Besar Norwegia di Juba terkait dengan semakin buruknya keamanan di negara Afrika Timur tersebut.  

Pihaknya akan tetap melayani warga Norwegia di Sudan Selatan lewat kantor perwakilan di Nairobi, Kenya hingga waktu yang belum ditentukan. Kantor di Juba akan dibuka kembali saat situasi sudah kembali kondusif. 

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Jerman, Analena Baerbock mengumumkan penutupan sementara Kantor Kedutaan Besar Jerman di Juba menanggapi ekskalasi kekerasan di Sudan Selatan. 

"Setelah perjanjian perdamaian yang rapuh tercapai, Sudan Selatan akhirnya kembali dihadapkan pada perang saudara. Presiden Kiir dan Wapres Machar membawa negaranya dalam kekerasan. Mereka harus bertanggung jawab menghentikan kekerasan dan menerapkan perjanjian perdamaian," tuturnya, dilansir Deutsche Welle

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us