Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Aturan Baru di Belarus: Pelaku Terorisme Akan Dihukum Mati!

Presiden Belarus, Alexander Lukashenko dan Presiden Rusia, Vladimir Putih saat bertemu di Sochi.  (twitter.com/KremlinRussia_E)
Presiden Belarus, Alexander Lukashenko dan Presiden Rusia, Vladimir Putih saat bertemu di Sochi. (twitter.com/KremlinRussia_E)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah Belarus pekan ini resmi mengumumkan pengesahan hukuman mati bagi pelaku terorisme. Perubahan kebijakan ini mengindikasikan adanya aturan baru untuk meningkatkan hukuman bagi para oposisi di negara Eropa Timur tersebut. 

Dilansir Reuters, amandemen ini dilakukan menyusul adanya kasus sabotase rel kereta api di Belarus oleh para aktivis antipemerintah. Pasalnya, jalur kereta api itu digunakan sebagai jalur logistik persenjataan militer Rusia untuk berperang di Ukraina. 

1. Disebut sebagai upaya balas dendam kepada para pembelot

Beleid terbaru ini disahkan setelah ditandatangani oleh Presiden Belarus Alexander Lukashenko. Hukum akan resmi berlaku 10 hari setelah pengumuman, tepatnya pada 29 Mei. 

Menurut juru bicara pemimpin oposisi Sviatlana Tsikhanouskaya, Franak Viačorka, Lukashenko berupaya menggunakan hukum untuk balas dendam kepada partisan rel kereta api. 

"Dia berusaha membalaskan dendam kepada semua dan semuanya yang dianggap sebagai ancaman kepada dirinya dan keluarganya. Pertama, ia mengumumkan persidangan in absentia. Kedua ia mengambil alih properti semua orang yang melarikan diri dari Belarus, dan terakhir ia memberikan hukuman mati," tutur Viačorka, dikutip Euronews.

"Para partisan, mereka bukanlah militer profesional. Mayoritas dari mereka hanyalah orang biasa yang ingin mengubah negaranya. Namun, saya berpikir bahwa orang-orang tidak akan takut lagi. Ini adalah yang dilakukan warga Belarus dalam beberapa okupansi di abad ke 20," tambahnya. 

2. Negara terakhir di Eropa yang masih menerapkan hukuman mati

Bendera Belarus di Minsk. (instagram.com/varunupadhyay)
Bendera Belarus di Minsk. (instagram.com/varunupadhyay)

Setelah kemenangan mutlak Lukashenko dalam pemilihan presiden Belarus pada Agustus 2020 lalu, terjadi gelombang demonstrasi besar-besaran di negara pecahan Uni Soviet tersebut. Hal itu membuat ribuan aktivis antipemerintah ditahan dan menunggu persidangan sampai saat ini. 

Dilaporkan France24, Pengadilan Grodno di Belarus sudah memulai persidangan secara tertutup kepada 12 aktivis. Semuanya dituduh mempersiapkan aksi terorisme. 

Salah satu di antaranya adalah aktivis veteran bernama Nikolai Avtukhovich yang sudah menjalani hukuman penjara selama tujuh tahun. Selain dituding melakukan terorisme, aktivis berusia 59 tahun itu juga didakwa atas kasus pengkhianatan kepada negara. 

Sementara itu, hukuman mati di Belarus dilangsungkan secara tertutup dan tidak adanya jumlah resmi dari aparat setempat. Namun, menurut Komite HAM PBB, hukuman mati terakhir di Belarus dilakukan pada 2019 kepada Victor Pavlov yang diduga melakukan pembunuhan dan pencurian. 

Selain itu, Belarus menjadi negara terakhir di Eropa yang masih memberlakukan hukuman mati. Meskipun sudah ada moratorium agar eksekusi mati ditiadakan di negara pecahan Uni Soviet tersebut. 

3. AS kecam keputusan hukuman mati bagi tertuduh teroris di Belarus

Menlu Amerika Serikat, Antony Blinken. (twitter.com/SecBlinken)
Menlu Amerika Serikat, Antony Blinken. (twitter.com/SecBlinken)

Menanggapi aksi ini, Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken mengungkapkan kecamannya terhadap Presiden Lukashenko. Pasalnya, keputusan pengesahan hukuman mati ini dianggap sebagai upaya untuk membungkam kritik dan menghukum pembelot. 

Blinken juga mengatakan bahwa kebijakan ini menargetkan aktivis prodemokrasi dan pihak antiPemerintah Rusia yang menolak invasi ke Ukraina. 

"Rezim tersebut sudah menerapkan hukuman ekstremis dan antiterorisme yang dilandasi motif politik melawan lebih dari 1.100 tahanan politik, dan akan menggunakan label ini untuk menghukum belasan ribu lainnya," ungkap Blinken, dilansir dari RFE/RL

"Aksi ini adalah sikap pemimpin otoriter yang frustasi untuk mempertahankan jabatannya dan berusaha menyebarkan ancaman beserta intimidasi," sambungnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us