Bayi di Gaza Berisiko Meninggal akibat Habisnya Susu Formula

- Rak-rak di rumah sakit kini kosong karena kekurangan susu formula
- Banyak ibu tidak lagi dapat memproduksi ASI dan anak-anak mengalami kelaparan
- Komunitas internasional didesak untuk bantu hentikan perang genosida di Gaza
Jakarta, IDN Times - Para dokter di Jalur Gaza memperingatkan bahwa nyawa puluhan bayi prematur dan bayi baru lahir terancam akibat krisis pasokan susu formula. Kondisi ini terjadi setelah Israel menutup total perbatasan sejak Maret 2025, sehingga bantuan kemanusiaan kesulitan masuk ke wilayah tersebut.
“Tidak ada persediaan susu formula khusus, meskipun kami telah berulang kali meminta. Nyawa puluhan bayi dan bayi prematur berada dalam bahaya besar jika krisis ini tidak segera diatasi," kata Ahmad Al Farra, direktur gedung anak dan maternitas di Kompleks Medis Nasser, Khan Younis, kepada The National.
Di unit perawatan intensif neonatal (NICU), di mana bayi-bayi yang rentan terhubung dengan mesin penyelamat jiwa, situasinya semakin genting dari waktu ke waktu.
“Kami mungkin kehilangan sebagian dari mereka kapan saja. Komunitas internasional harus bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami bayi-bayi di Gaza," tambahnya.
1. Rak-rak di rumah sakit kini kosong
Hal serupa juga terjadi di Rumah Sakit Al Rantisi di Kota Gaza. Direkturnya, Jamil Ali, mengungkapkan bahwa rak-rak di rumah sakit tersebut kini benar-benar kosong.
“Saat ini kami tidak memiliki satu kaleng susu formula bayi pun di rumah sakit. Setiap hari, semakin banyak anak yang datang karena menderita kekurangan gizi, gangguan pencernaan, dan penyakit yang terkait langsung dengan kekurangan makanan dan obat-obatan," jelasnya.
Menurut Ali, situasi yang terjadi saaat ini bukan lagi sekadar krisis, melainkan sebuah keruntuhan kemanusiaan. Ia mengatakan bahwa pihaknya telah berulang kali mengajukan permohonan mendesak kepada organisasi-organisasi internasional dalam beberapa pekan terakhir.
"Anak-anak Gaza kini menghadapi bencana kesehatan yang nyata. Kami menyerukan kepada dunia untuk bertindak segera," kata dia.
2. Banyak ibu tidak lagi dapat memproduksi ASI
Rehab Al Astal, seorang ibu dari Khan Younis, telah berusaha mencari susu formula ke mana-mana, namun hasilnya nihil. Putranya yang berusia 6 bulan, Yamen, bergantung sepenuhnya pada susu formula setelah dirinya tidak lagi dapat memproduksi ASI.
"Kami sedang mengalami kelaparan. Saya tidak bisa memberi makan anak saya. Saya sudah membawanya ke rumah sakit dua kali. Dokter mengatakan dia berada di ambang malnutrisi," ungkap Al Astal.
Loay Abu Sultan, dari Sheikh Radwan di Gaza tengah, juga harus menyaksikan anaknya yang berusia 8 bulan, Mohammed, kelaparan. Istrinya juga tidak lagi mampu menyusui setelah berbulan-bulan mengalami kekurangan gizi.
“Kami, orang dewasa, mungkin masih bisa bertahan. Tapi bayi? Tidak bisa. Bagaimana menjelaskan pada bayi bahwa tidak ada susu? Bagaimana menghentikan tangisnya?” ujarnya.
3. Komunitas internasional didesak untuk bantu hentikan perang genosida di Gaza
Menghadapi situasi ini, Sekretaris Jenderal Dokter Lintas Batas (MSF), Christopher Lockyear, menyerukan kepada seluruh negara untuk menggunakan tekanan ekonomi, politik, dan diplomatik guna menghentikan pola genosida dan pembersihan etnis di Gaza.
“Kami tidak lagi membicarakan sistem kesehatan di Gaza. Sistem kesehatan telah menjadi sasaran dan dihancurkan secara sistematis," kata Lockyear dalam wawancara pekan ini.
Dilansir dari Al Jazeera, sekitar 56 ribu warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas akibat serangan brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.
Belakangan ini, warga yang kelaparan juga ditembaki saat mencari bantuan. Lebih dari 400 orang tewas dan hampir 2 ribu lainnya terluka sejak Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), sebuah kelompok kontroversial yang didukung oleh Amerika Serikat (AS) dan Israel, mulai menyalurkan bantuan pada Mei.