Cerita Pria Palestina, Diikat di Mobil dan Disiksa Tentara Israel

- Mujahed Abbadeh ditangkap dan disiksa oleh militer Israel, memicu kemarahan global.
- Abbadeh mengalami luka bakar dari diikat di mobil di tengah musim panas yang terik.
- Pelanggaran hak asasi manusia oleh Israel telah dilakukan secara sistemik selama bertahun-tahun.
Jakarta, IDN Times - Dengan kondisi terbaring di ranjang rumah sakit, Mujahed Abbadeh mengisahkan bagaimana ia ditangkap oleh pasukan Israel, diikat di depan mobil tentara dan dibawa menyusuri jalan-jalan Jenin di Tepi Barat yang diduduki.
“Mereka memukul kepala dan kaki saya bahkan sebelum saya diletakkan di atas jip. Mereka menghina saya saat meletakkan saya di atas mobil,” kata Abbadeh, yang berusia 23 tahun, kepada The National.
Insiden pada Sabtu (22/6/2024) itu terekam dalam sebuah video yang kemudian memicu kemarahan global. Militer Israel mengaku bahwa perlakuan terhadap Abbadeh telah melanggar prosedur operasional standar (SOP) mereka.
“Saya tidak bisa menggerakkan kaki saya. Lengan saya sangat sakit. Saya merasa sangat sedih atas apa yang terjadi," ujarnya, dengan kondisi lengan kanan ditopang oleh batang logam.
1. Abbadeh tetap ditangkap meskipun tidak ada bukti yang memberatkannya
Militer Israel mengklaim Abbadeh ditangkap dalam operasi kontra-terorisme, namun pria itu menegaskan bahwa dia bukan bagian dari kelompok bersenjata mana pun dan tentara tidak punya alasan untuk menyerangnya.
“Mereka melakukan tindakan kriminal terhadap saya. Mereka bertindak melawan saya dengan cara yang mengerikan… Saya tidak ada dalam daftar siapa pun. Saya mengatakan kepada mereka untuk memeriksa saya, dan mereka memeriksa saya, dan tetap saja mereka menganiaya saya," ungkapnya.
Belum jelas apa alasan militer Israel mengikat Abbadeh di bagian depan mobil. Ada kemungkinan mereka ingin mempermalukannya atau menggunakannya sebagai tameng manusia demi mencegah warga Palestina melemparkan batu atau menembaki kendaraan, sebuah taktik yang pernah dituduhkan pada Israel di masa lalu.
Militer mengatakan bawa Abbadeh kemudian diserahkan ke Bulan Sabit Merah Palestina untuk mendapatkan perawatan. Pihaknya berjanji bahwa insiden tersebut akan diselidiki dan ditangani sebagaimana mestinya.
“Itu semua hanya omongan saja, kenyataannya mereka tidak akan berbuat apa-apa. Mereka tidak akan menghukum siapa pun yang menganiaya saya,” kata Abbadeh.
Bahaa Abu Hammad, dokter yang merawat Abbadeh di rumah sakit Ibnu Sina, mengatakan bahwa pria itu mengalami luka bakar dari leher hingga punggung bawah akibat diikat di mobil di tengah musim panas yang terik.
2. Jenin jadi fokus perhatian militer Israel sejak 7 Oktober
Sepupu Abbadeh, Rafat Hasanieh, mengatakan bahwa militer menggeledah rumah keluarga mereka di Jenin, tetapi tidak menemukan senjata apa pun.
“Tentara masuk ke rumah dengan drone, mereka menggeledah rumah, lalu tentara masuk dengan anjing dan menggeledah lagi. Kami tidak punya senjata di rumah," ujarnya.
Kota Jenin telah menjadi pusat konflik selama bertahun-tahun, namun sejak perang di Gaza dimulai pada 7 Oktober, kota tersebut secara konsisten menjadi fokus perhatian militer Israel di Tepi Barat.
“Setelah tanggal 7 Oktober, mereka bertindak sangat kejam terhadap masyarakat Jenin. Mereka masuk, mereka menghancurkan, mereka membunuh. Ini sangat sulit," kata Hasanieh.
Dimitri Diliani, perwakilan dari Fraksi Reformis Demokratik Fatah, mengatakan bahwa kekejaman biadab tersebut bukanlah insiden yang terisolasi, melainkan bagian dari kebijakan sistemik Israel yang bertujuan untuk menindas rakyat Palestina.
“Selama Intifada Kedua, Pasukan Pendudukan Israel menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng hidup lebih dari 1.200 kali. Mereka mengikat seorang anak laki-laki berusia 13 tahun ke kendaraan lapis baja dan memaksa warga sipil untuk melakukan tugas militer yang berbahaya," kata Dilani.
“Meskipun ada perintah Mahkamah Agung Israel pada 2002 dan keputusan berikutnya pada tahun 2005 yang melarang praktik tidak manusiawi ini, praktik ini terus berlanjut, sebagaimana dibuktikan dengan banyaknya insiden selama Operasi Cast Lead dan Protective Edge," ungkapnya.
3. Israel telah beberapa kali dituduh menggunakan tameng manusia
Diliani menuturkan bahwa organisasi hak asasi manusia telah secara konsisten menyoroti pelanggaran yang dilakukan Israel.
Pada 2002, tentara Israel dituduh menggunakan perisai manusia selama Pertempuran Jenin, salah satu periode pertempuran terburuk di Palestina. Lima tahun kemudian, muncul video Sameh Amira, seorang warga Palestina yang didorong ke depan patroli Israel saat terjadinya penggerebekan dan baku tembak oleh Israel di kota Nablus.
Pelapor khusus PBB untuk wilayah pendudukan Palestina, Francesca Albanese, menyebut insiden terbaru yang menimpa Abbadeh sebagai aksi penggunaan manusia sebagai tameng.
“Sungguh menakjubkan bagaimana sebuah negara yang lahir 76 tahun lalu berhasil mengubah hukum internasional secara nyata. Ini berisiko menjadi akhir dari multilateralisme, yang bagi beberapa negara anggota yang berpengaruh tidak lagi mempunyai tujuan yang relevan," tulisnya di media sosial X.
Di Tepi Barat, sedikitnya 553 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan atau pemukim Israel sejak pecahnya perang di Gaza. Sementara itu, total korban tewas di Gaza telah mencapai 37.626 orang ,dengan 86.098 lainnya mengalami luka-luka. Konflik terbaru ini dimulai ketika pejuang Hamas melancarkan serangan lintas batas ke Israel selatan pada 7 Oktober, yang dilaporkan menewaskan 1.139 orang dan membuat sekitar 250 lainnya disandera