China Akan Batasi Ekspor Komponen Utama Pembuat Chip

- Kementerian Perdagangan China membatasi ekspor komponen semikonduktor ke AS, termasuk logam galium, antimon, dan germanium.
- Langkah tersebut diambil untuk melindungi kepentingan keamanan nasional dan memenuhi kewajiban internasional, seperti non-proliferasi.
- AS mengumumkan pembatasan ekspor terhadap 140 perusahaan China, termasuk Naura Technology Group, guna mengekang kemampuan Beijing dalam mengakses dan memproduksi chip canggih.
Jakarta, IDN Times - Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa pihaknya akan membatasi ekspor beberapa komponen utama dalam pembuatan semikonduktor ke Amerika Serikat (AS).
"Di antara bahan-bahan yang dilarang untuk diekspor adalah logam galium, antimon, dan germanium. Ekspor grafit, komponen penting lainnya, juga akan tunduk pada tinjauan yang lebih ketat terhadap penggunaan akhir," kata kementerian tersebut dalam sebuah pernyataan pada Selasa (3/12/2024), dikutip dari The Straits Times.
Pernyataan tersebut menyusul pengumuman Washington atas pembatasan yang menargetkan kemampuan Beijing untuk membuat chip canggih. China mengatakan AS telah mempolitisasi dan mempersenjatai isu-isu ekonomi, perdagangan, dan teknologi saat meluncurkan pembatasan ekspornya.
1. China sebagai penghasil komponen utama chip terbesar dunia
Menurut Beijing, langkah terbarunya itu untuk melindungi kepentingan keamanan nasional dan memenuhi kewajiban internasional, seperti non-proliferasi. China juga telah memutuskan untuk memperkuat kontrol ekspor atas barang-barang penggunaan ganda yang relevan ke AS, termasuk pengguna militer atau untuk keperluan militer.
Nantinya, setiap organisasi atau individu di negara atau wilayah manapun yang melanggar peraturan terkait akan diminta pertanggungjawaban sesuai dengan hukum.
Menurut laporan Uni Eropa yang diterbitkan pada tahun ini, Negeri Tirai Bambu menyumbang 94 persen produksi galium dunia, yakni komponen yang digunakan dalam sirkuit terpadu, LED, dan panel fotovoltaik. Sementara, untuk germanium, yang penting untuk serat optik dan inframerah, China menghasilkan 83 persen produksinya.
2. China telah membatasi eksportir logam sejak tahun lalu

Sejak 2023, Beijing telah memperketat pembatasan terhadap eksportir logam, yang mana mengharuskan mereka untuk memberikan informasi tentang penerima akhir dan memberikan rincian tentang penggunaan akhirnya. Akan tetapi, pembatasan yang diumumkan pada 3 Desember 2024, telah melarang mereka sepenuhnya.
Sebelumnya, pemerintah China juga membatasi ekspor beberapa jenis grafit, yang juga merupakan bahan penting untuk pembuatan baterai kendaraan listrik.
Menurut Associate Professor Chong Ja Ian dari National University of Singapore, langkah terbaru China tersebut merupakan serangan balasan terhadap AS.
"Jika pembatasan ini berdampak pada perdagangan pihak ketiga, hal ini dapat menyebabkan gangguan perdagangan dan rantai pasokan, serta tekanan inflasi yang terkait," ujarnya.
3. AS umumkan pembatasan penjualan ke 140 perusahaan chip China

Pada Senin (2/12/2024), AS mengumumkan tindakan keras ketiga dalam tiga tahun terakhir terhadap industri semikonduktor China. Pihaknya membatasi ekspor ke 140 perusahaan, termasuk pembuat peralatan chip Naura Technology Group, di antara tindakan-tindakan lainnya.
Langkah tersebut merupakan salah satu upaya berskala besar terakhir pemerintahan Presiden Joe Biden, guna mengekang kemampuan Beijing dalam mengakses dan memproduksi chip yang dapat membantu memajukan kecerdasan buatan untuk aplikasi militer, yang diklaim AS mengancam keamanan nasionalnya.
Perusahaan-perusahaan China yang menghadapi pembatasan baru tersebut, mencakup puluhan perusahaan semikonduktor, dua perusahaan investasi, dan lebih dari 100 pembuat alat pembuat chip.
Perusahaan-perusahaan itu antara lan, Swaysure Technology Co, Si'En Qingdao, dan Shenzhen Pensun Technology Co, yang bekerja sama dengan Huawei Technologies dari China. Meski, pemimpin peralatan telekomunikasi tersebut telah terhambat oleh sanksi Washington, namun kini menjadi pusat produksi dan pengembangan chip canggih di China, Reuters melaporkan.