China Bantah Ingin Bangun Pangkalan Militer di Pasifik

- China fokus pada pembangunan infrastruktur, bukan militer.
- Fiji menolak kehadiran pangkalan militer China di Pasifik.
- Ketegangan geopolitik antara China dan negara Barat di kawasan Pasifik.
Jakarta, IDN Times - Kedutaan Besar China di Fiji mengatakan pada Kamis (3/7/2025) bahwa Beijing tidak memiliki rencana untuk mendirikan pangkalan militer atau memperluas pengaruh di Kepulauan Pasifik. Pernyataan ini menanggapi komentar Perdana Menteri Fiji, Sitiveni Rabuka, yang menyatakan kekhawatiran atas upaya China untuk memperluas kehadirannya di kawasan tersebut.
Pada hari yang sama, Rabuka menegaskan bahwa Fiji menentang pendirian pangkalan militer China di wilayah Pasifik, dengan alasan bahwa Beijing telah menunjukkan kemampuan proyeksi kekuatannya melalui uji coba misil balistik antarbenua pada September 2024.
Pernyataan ini mencerminkan ketegangan geopolitik di kawasan yang menjadi arena persaingan antara China dan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat (AS) dan Australia.
1. China tegaskan fokus pada pembangunan infrastruktur
Juru bicara Kedutaan China di Fiji menyatakan bahwa tuduhan mengenai rencana pembangunan pangkalan militer adalah narasi palsu. Mereka menegaskan bahwa kehadiran China di Pasifik berfokus pada pembangunan infrastruktur seperti jalan dan jembatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
"China tidak berniat menempatkan pasukan atau mendirikan pangkalan militer," ujar juru bicara tersebut, dilansir The Straits Times.
Pada Mei 2025, China memamerkan kapal penjaga pantainya kepada sepuluh pemimpin negara Kepulauan Pasifik, setelah mendaftarkan 24 kapal ke komisi perikanan regional pada tahun sebelumnya.
Meski demikian, Beijing belum memulai patroli di Pasifik Selatan, menunjukkan bahwa fokus mereka masih pada diplomasi dan kerja sama ekonomi, bukan militer.
2. Kekhawatiran Fiji atas ambisi China
Perdana Menteri Fiji Sitiveni Rabuka menyatakan penolakannya terhadap pangkalan militer China di Pasifik saat berbicara di National Press Club di Canberra, Australia.
“Jika mereka ingin datang, siapa yang akan menyambut mereka? Bukan Fiji,” kata Rabuka.
Rabuka juga menyoroti dampak potensial konflik di Selat Taiwan terhadap Kepulauan Pasifik, yang menurutnya telah direncanakan oleh China dan negara lain.
Ia juga menyatakan bahwa Fiji akan melobi pemimpin negara Pasifik lainnya untuk menolak pangkalan militer China, menekankan pentingnya menjaga kawasan sebagai Lautan Damai.
3. Persaingan geopolitik di Pasifik
Pada 2018, kekhawatiran atas ambisi militer China di Pasifik muncul ketika Beijing berupaya mengembangkan pangkalan angkatan laut di Papua Nugini dan Fiji.
Kekhawatiran ini meningkat pada 2022 setelah China menandatangani pakta keamanan dengan Kepulauan Solomon, mendorong peringatan dari AS bahwa mereka akan menanggapi jika Beijing mendirikan kehadiran militer permanen.
“Kami akan merespons dengan tegas,” ujar Wakil Menteri Luar Negeri AS saat itu, Kurt Campbell.
Rabuka mengatakan pada Rabu (2/7/2025) bahwa kerja sama Fiji dengan China dalam pembangunan infrastruktur tidak akan mengganggu hubungan dengan Australia, Selandia Baru, dan AS. Ia mengusulkan “Perjanjian Lautan Damai” untuk memastikan negara luar menghormati persatuan Pasifik dan menolak paksaan untuk mencapai keuntungan keamanan, ekonomi, atau politik, yang akan dibahas dalam pertemuan Forum Kepulauan Pasifik pada September 2025.