Dampak Buruk Globalisasi: Dominasi Negara Kaya-Kesenjangan Digital

- Globalisasi memperlebar ketimpangan global, karena negara kaya dan perusahaan besar lebih diuntungkan dibanding negara berkembang.
- Kedaulatan ekonomi dan budaya lokal melemah, ditandai dengan runtuhnya usaha lokal, dominasi budaya asing, dan berkurangnya identitas nasional.
- Dampak sosial-lingkungan semakin serius, seperti eksploitasi tenaga kerja, kerusakan lingkungan, dan kesenjangan digital yang membuat banyak negara tertinggal.
Jakarta, IDN Times – Globalisasi telah menghubungkan berbagai negara melalui perdagangan, teknologi, investasi, dan pertukaran budaya. Meski hubungan lintas batas ini membawa kemajuan besar bagi banyak sektor, sejumlah pihak menilai globalisasi juga menimbulkan efek samping yang cukup serius.
Dikutip dari BBC, globalisasi bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab meningkatnya ketimpangan antarnegara dan jebolnya batas-batas budaya lokal. Di sisi lain, globalisasi tetap menyediakan ruang bagi ekonomi baru untuk berkembang, seperti India dan China. Namun, manfaat tersebut tidak selalu tersebar merata.
Banyak kritikus berpendapat globalisasi lebih menguntungkan negara kaya dan perusahaan multinasional, sementara negara berkembang sering menanggung beban dampak negatifnya.
Berikut dampak negatif dari globalisasi.
1. Dominasi negara kaya dan ketimpangan global

Globalisasi sering kali beroperasi demi kepentingan negara-negara terkaya yang mengendalikan perdagangan dunia. Negara maju memiliki akses teknologi dan modal besar sehingga mampu menentukan arah pasar internasional. Kondisi ini membuat negara berkembang terjebak sebagai pemasok bahan mentah tanpa nilai tambah tinggi.
Akibatnya, ketimpangan ekonomi semakin melebar. Negara kaya terus memperkuat posisinya, sementara negara miskin sulit keluar dari tekanan struktural global. Situasi ini memunculkan dunia yang timpang dan tidak adil bagi banyak negara berkembang.
2. Hancurnya usaha lokal dan kedaulatan ekonomi

Perusahaan multinasional yang memiliki modal besar dan teknologi canggih sering menyingkirkan usaha lokal di negara tujuan investasinya. Dalam beberapa kasus, perusahaan-perusahaan ini bahkan lebih berpengaruh daripada pemerintah lokal. Hal ini membuat kebijakan dalam negeri rawan dipengaruhi kepentingan asing.
Pada akhirnya, banyak negara merasa kehilangan kendali atas keputusan penting yang menyangkut ekonomi nasional. Ketergantungan terhadap investasi asing secara perlahan mengurangi kedaulatan negara dan mempersempit ruang bagi kebijakan yang prorakyat.
3. Erosi budaya dan homogenisasi dunia

Arus budaya Barat semakin mendominasi kehidupan masyarakat global, terutama generasi muda. Fenomena seperti makanan cepat saji, tren mode global, dan budaya pop internasional membuat tradisi lokal semakin tersisih. Homogenisasi budaya ini membuat dunia menjadi lebih seragam mengikuti model Barat.
Akibatnya, bahasa, kuliner, dan nilai-nilai tradisional lokal mengalami penurunan. Generasi muda lebih mengenal budaya asing daripada warisan budaya mereka sendiri, sehingga identitas budaya bangsa semakin tergerus oleh gelombang globalisasi.
4. Eksploitasi tenaga kerja dan deindustrialisasi

Untuk menekan biaya produksi, banyak perusahaan multinasional memindahkan pabrik mereka ke negara berkembang yang menawarkan upah rendah. Di sisi lain, negara maju mengalami deindustrialisasi karena sektor manufakturnya merosot. Kondisi ini memicu pengangguran di negara berpenghasilan tinggi dan memunculkan ketegangan sosial.
Sementara itu, para pekerja di negara berkembang sering bekerja dalam kondisi berbahaya dengan upah yang tidak layak. Pola ini mencerminkan eksploitasi tenaga kerja global demi keuntungan perusahaan besar, yang memperburuk kesenjangan ekonomi internasional.
5. Kerusakan lingkungan dan kesenjangan digital

Peningkatan produksi global menyebabkan tekanan besar terhadap lingkungan. Industri seperti fesyen, misalnya, menghasilkan 10 persen emisi karbon dunia setiap tahun. Deforestasi, polusi, dan konsumsi berlebihan semakin memperburuk kondisi bumi. Globalisasi telah mempercepat aktivitas industri tanpa memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
Di sisi lain, tidak semua negara mampu mengikuti perkembangan teknologi global. Negara seperti Chad dan Sudan masih menghadapi keterbatasan listrik dan internet, menciptakan kesenjangan digital yang semakin lebar. Kondisi ini membuat mereka tertinggal dan tidak mampu memanfaatkan peluang globalisasi secara penuh.


















