Dialog Nasional Mali Setuju Perpanjangan Rezim Junta Militer

Jakarta, IDN Times - Perwakilan dalam dialog nasional Mali, pada Sabtu (11/5/2024), mengumumkan rekomendasi untuk memperpanjang pemerintahan militer. Pernyataan ini membuat situasi di negara Afrika Barat itu semakin tak menentu dan terancam didominasi rezim militer.
Pada awal April, junta militer Mali sudah menangguhkan seluruh aktivitas partai politik di negaranya usai lebih dari 80 partai politik mendesak segera diselenggarakannya pemilu. Pihak oposisi pun menduga junta militer ingin terus berkuasa di negara Afrika Barat tersebut.
1. Merekomendasikan agar Goita boleh ikut serta dalam pilpres
Partisipan dalam acara dialog nasional Mali mengungkapkan dukungannya terhadap perpanjangan rezim militer dalam 2-5 tahun ke depan. Dukungan itu datang di tengah boikot partai politik sehingga mayoritas dihadiri oleh petinggi militer.
Dilansir Africa News, partisipan juga menyerukan agar Kolonel Assimi Goita selaku presiden transisi dan inisiator kudeta militer pada 2020, diperbolehkan mencalonkan diri sebagai kandidat presiden pada pilpres yang akan datang.
Presiden Kolonel Assimi Goita mengungkapkan bahwa dialog tersebut digelar secara inklusif dan seluruh rakyat bisa hadir serta berpendapat dengan bebas. Ia pun menyebut hasilnya sesuai dengan harapan seluruh rakyat Mali.
2. Perwakilan partai politik Mali menolak rekomendasi hasil dialog nasional
Sejumlah perwakilan partai politik di Mali menyatakan, dua rekomendasi hasil dari dialog nasional itu sangat tidak objektif dan tidak sesuai dengan harapan seluruh rakyat Mali.
"Bagi kami dialog nasional di Mali tidak masuk akal. Kami tidak terkejut melihat resolusi yang disampaikan. Ini adalah salah satu cara pemerintahan militer untuk melegitimasi mereka sendiri dan tetap berkuasa," ujar Youssouf Daba Diawara selaku perwakilan partai oposisi, dikutip RFI.
"Kami siap sekarang. Kami sedang berjuang untuk demokrasi dan apa yang akan kami lakukan. Kami percaya hanya aksi dan pergerakan yang akan membawa negara ini keluar dari situasi saat ini," tambahnya.
3. UE tangguhkan misi latihan militer di Mali
Pada Rabu (8/5/2024), Uni Eropa (UE) memutuskan untuk tidak memperbarui Misi Llatihan Militer di Mali (EUTM). Pihaknya menyebut situasi keamanan dan politik di Mali yang jadi alasan pembatalan kerja sama.
"Dalam 11 tahun keberadaan kami di Mali, EUTM Mali sudah mendukung sesuai dengan permintaan pemerintah, Pasukan Bersenjata Mali, serta G5 Sahel. Kami sudah berkontribusi dalam melawan terorisme lewat pembangunan keamanan dan pelatihan militer di Mali," terangnya, dikutip Vanguard.
Melalui EUTM, sudah ada 700 pasukan dari 20 negara anggota UE yang ditempatkan di Mali. Mereka ditugaskan untuk memberikan pelatihan dan instruksi kepada militer negara Afrika Barat tersebut dalam menghadapi teroris.
Sebagai informasi, sejak 2012 Mali sudah dilanda krisis keamanan imbas munculnya teroris dan separatis di bagian utara.