Emir Qatar: Israel adalah Negara Berbahaya!

- Emir Qatar menyebut Israel sebagai negara berbahaya yang melakukan genosida, pembersihan etnis, dan menerapkan sistem apartheid di Gaza.
- Sheikh Tamim menuding Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, lebih memilih melanjutkan perang daripada membebaskan 48 sandera yang tersisa.
- Meskipun diserang, Qatar akan tetap setia pada sejarahnya dan terus melanjutkan upaya mediasi untuk mengakhiri perang dan membebaskan sandera.
Jakarta, IDN Times - Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani, melontarkan kecaman terhadap Israel dalam pidatonya di Sidang Umum PBB ke-80 pada Selasa (23/9/2025). Pidato ini disampaikan menyusul serangan Israel di Doha yang menewaskan enam orang, termasuk seorang warga negara Qatar, pada awal September.
Sheikh Tamim menuduh serangan itu adalah upaya yang disengaja untuk menggagalkan negosiasi gencatan senjata Gaza. Pasalnya, serangan tersebut menargetkan delegasi Hamas yang sedang mempelajari proposal perdamaian yang diajukan oleh Amerika Serikat.
1. Israel disebut sebagai negara berbahaya
Dalam pidatonya, Sheikh Tamim menyebut serangan di Doha sebagai tindakan terorisme negara. Ia juga melabeli Israel sebagai negara berbahaya yang memanfaatkan diplomasi untuk melakukan pembunuhan.
Lebih jauh, ia menuduh Israel sedang melakukan genosida, pembersihan etnis, dan menerapkan sistem apartheid di Gaza. Menurutnya, tujuan akhir Israel adalah menghancurkan Gaza hingga tidak dapat dihuni lagi dan pada akhirnya mengusir penduduknya.
Emir Qatar membantah narasi bahwa Israel adalah negara demokratis yang dikelilingi musuh. Sebaliknya, ia menyatakan bahwa Israel sendirilah yang menjadi musuh bagi negara-negara tetangganya di kawasan Arab dan terus berupaya memaksakan kehendaknya
“Setiap orang yang menentang kehendaknya (Israel) akan dicap antisemit atau teroris. Bahkan sekutu Israel menyadari fakta ini dan menolaknya,” kata Sheikh Tamim, dilansir Arab News.
2. Tuding Netanyahu ingin perang terus berlanjut
Sheikh Tamim menuding Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, lebih memilih melanjutkan perang daripada membebaskan 48 sandera yang tersisa. Netanyahu dituduh melihat perang sebagai sebuah kesempatan untuk memajukan agenda ideologisnya. Agenda tersebut mencakup perluasan permukiman ilegal dan mewujudkan gagasan "Israel Raya" (Greater Israel).
Selain itu, Emir Qatar menyebut Netanyahu juga berupaya mengubah status quo di situs-situs suci Yerusalem. Tuduhan serupa juga disuarakan oleh Raja Yordania, Abdullah II, yang memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat memicu perang agama yang lebih luas.
Sheikh Tamim menambahkan bahwa Netanyahu secara terbuka bangga karena telah berhasil mencegah berdirinya negara Palestina. Ia juga menuduh Israel hanya memanfaatkan negosiasi sebagai cara melanjutkan perang dengan metode lain dan untuk menipu warganya sendiri, dilansir Al Jazeera.
3. Qatar akan terus lanjutkan mediasi
Meskipun negaranya diserang, Sheikh Tamim menegaskan bahwa Qatar akan tetap setia pada sejarahnya dan terus melanjutkan upaya mediasi. Ia juga berterima kasih atas dukungan komunitas internasional, termasuk pernyataan dari Dewan Keamanan PBB yang mengutuk serangan di Doha.
Qatar, bersama Mesir dan AS, akan melanjutkan upaya mediasi untuk mengakhiri perang, memfasilitasi bantuan kemanusiaan, dan membebaskan sandera. Emir Qatar mengakui bahwa pihaknya menghadapi berbagai kampanye disinformasi, tapi hal itu tidak akan menghalangi mereka.
Ia mengingatkan bahwa upaya mediasi yang dipimpin Qatar sebelumnya telah berhasil memfasilitasi pembebasan 148 sandera. Namun, kesepakatan terakhir dibatalkan secara sepihak oleh Israel, yang mencegah tercapainya gencatan senjata permanen. Qatar juga mengkritik mentalitas Israel dalam bernegosiasi.
“Mereka mengunjungi negara kami dan berkomplot untuk menyerangnya. Sulit untuk bekerja sama dengan mentalitas seperti itu yang tidak menghormati standar kerja sama yang paling minim sekalipun,” ujar al-Thani, dikutip dari The Times of Israel.