Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gegara Pendeta Sesat, 47 Orang Mati Kelaparan Diimingi Bertemu Yesus

Ilustrasi bendera Kenya. (Pixabay.com/jorono)

Jakarta, IDN Times - Polisi Kenya, hingga Minggu (23/4/2023), telah menemukan 47 mayat di kota pesisir Malindi. Jenazah itu terkait dengan kasus pendeta yang menyuruh para jemaat untuk mati kelaparan.

Mayat ditemukan dalam penggalian di pertanian milik pendeta Paul Makenzie Nthenge di area hutan Shakahola. Pendeta itu ditangkap pada 14 April terkait aliran sesat.

1. Kematian sedang diselidiki

ilustrasi garis polisi (IDN Times/Mardya Shakti)

Dilansir BBC, saat ini 58 kuburan telah diidentifikasi dan penggalian masih terus dilakukan. Salah satu kuburan diyakini berisi jenazah lima anggota keluarga yang sama, tiga anak dan orang tua mereka.

"Ketika kita berada di hutan ini dan datang ke daerah di mana kita melihat sebuah salib besar dan tinggi, kita tahu itu berarti lebih dari lima orang dimakamkan di sana," kata Victor Kaudo dari Pusat Keadilan Sosial Malindi.

Saat ini, para ahli patologi telah dikerahkan untuk mengambil sampel DNA mayat. Tes itu diperlukan untuk menentukan apakah korban meninggal karena kelaparan.

Menteri Dalam Negeri Kenya, Kithure Kindiki, mengatakan bahwa semua area 800 hektare hutan telah ditutup dan dinyatakan sebagai tempat kejadian perkara.

2. Meminta orang kelaparan agar dapat bertemu Yesus

Kasus ini diketahui setelah masyarat melapor kemudian polisi menggerebek sebuah gereja pada pekan lalu. Di sana polisi menemukan 15 orang kurus kering, termasuk empat orang yang kemudian meninggal. Penemuan itu membuat polisi mulai melakukan penyelidikan pada 21 April.

Para pengikut mengatakan bahwa mereka mulai tidak makan atas instruksi dari Nthenge, dengan janji untuk bertemu Yesus. Sebelum menyuruh mereka kelaparan, Nthenge diduga menyebutkan tiga desa Nazareth, Bethlehem, dan Yudea, kemudian membaptis pengikutnya di kolam.

Kenya adalah negara yang religius dan ada kasus-kasus sebelumnya tentang orang yang dibujuk ke dalam gereja atau kultus yang berbahaya dan tidak diatur.

3. Pendeta sudah pernah ditangkap

Ilustrasi penangkapan. (Pexels.com/Kindel Media)

Dilansir Associated Press, sebelumnya Nthenge pernah ditangkap dua kali, yaitu pada 2019 dan Maret tahun ini, sehubungan dengan kematian anak-anak. Setiap kali ditangkap, ia dibebaskan dengan jaminan. Saat ini kedua kasus tersebut masih diproses melalui pengadilan.

Polisi telah meminta pengadilan untuk mengizinkan mereka menahan Nthenge lebih lama, karena penyelidikan atas kematian para pengikutnya terus berlanjut.

Politisi lokal juga mendesak pengadilan untuk tidak membebaskannya kali ini, mengecam penyebaran aliran sesat di daerah Malindi.

Nthenge telah melakukan mogok makan selama empat hari terakhir saat berada dalam tahanan polisi. Dia membantah melakukan kesalahan, bersikeras bahwa telah menutup gerejanya pada 2019.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us