Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gokil, Presiden Rwanda Mencalonkan Diri untuk Masa Jabatan Keempat

Presiden Rwanda Paul Kagame. (Twitter.com/Presidency | Rwanda)

Jakarta, IDN Times - Presiden Rwanda Paul Kagame mengumumkan akan mencalonkan diri dalam pemilu Agustus tahun depan untuk meraih masa jabatan keempat pada Selasa (19/9/2023). Dia dapat kembali mencalonkan diri setelah menganti aturan masa jabatan melalui referendum pada tahun 2015.

Kagame telah menjadi pemimpin de facto sejak genosida di Rwanda pada 1994. Namun, baru menjabat sebagai  presiden sejak 2000, ia terakhir kali terpilih kembali pada 2017 dengan meraih hampir 99 persen suara.

1. Tidak peduli dengan tanggapan Barat

Dilansir BBC, Kagame membuat pengumuman tersebut dalam sebuah wawancara dengan media berbahasa Prancis Jeune Afrique. Dalam wawancara itu, dia mengatakan senang untuk melanjutkan tugasnya selama masyarakat Rwanda menginginkan dia untuk tetap tinggal dan mengabdi.

“Saya senang dengan kepercayaan masyarakat Rwanda terhadap saya,” kata Kagame.

Ketika diminta pendapat tentang negara-negara Barat mengenai keputusannya untuk kembali maju dalam pemilu, Kagame mengatakan apa yang dipikirkan Barat bukanlah masalah.

"Secara pribadi, saya tidak tahu lagi apa yang sesuai dengan nilai-nilai Barat. Apa itu demokrasi? Barat mendikte negara lain apa yang harus mereka lakukan? Namun, jika mereka melanggar prinsip mereka sendiri, bagaimana kita mendengarkan mereka?" Kata Kagame.

“Mencoba mentransplantasikan demokrasi kepada orang lain sudah merupakan pelanggaran terhadap demokrasi itu sendiri. Masyarakat seharusnya mandiri dan diperbolehkan mengatur diri mereka sendiri sesuai keinginan mereka,” tambahnya.

2. Dapat memimpin Rwanda hingga 2034

Ilustrasi bendera Rwanda. (Pixabay.com/Clker-Free-Vector-Images)

Dilansir Associated Press, Kagame dapat kembali mencalonkan diri setelah merubah aturan masa jabatan pada 2005 melalui referendum yang mencabut batas masa jabatan dua kali. Perubahan itu membuat Kagame bisa tetap berkuasa hingga 2034 jika ia memenangkan masa jabatan lima tahun pada tahun depan dan periode pemilu berikutnya.

Kagame terpilih kembali sebagai ketua partai Front Patriotik Rwanda yang berkuasa awal tahun ini untuk masa jabatan lima tahun berikutnya.

Analis politik Gonzaga Muganwa, mantan sekretaris eksekutif Asosiasi Jurnalis Rwanda, mengatakan kendali Kagame atas partai tersebut bersifat total dan bahwa semua partai politik sah di negara tersebut tunduk pada otoritasnya. Dia memperkirakan Kagame akan berkuasa setidaknya hingga 2034, kecuali terjadi pergolakan besar.

“Menjelang pemilu, tantangan terbesarnya adalah mengelola krisis biaya hidup karena inflasi pangan menghapuskan kenaikan pendapatan sejak pandemi COVID-19," ujarnya.

Kandidat lain yang menyatakan akan mencalonkan diri sebagai presiden tahun depan adalah anggota parlemen Frank Habineza dari Partai Demokrat Hijau, yang memperoleh 0,45 persen suara pada 2017. Habineza mengatakan partainya tidak terkejut dengan pengumuman Kagame dan akan terus memperjuangkan demokrasi.

“Saat ini, terdapat tingkat kemiskinan yang tinggi dan masyarakat tidak memiliki makanan dan kaum muda tidak memiliki pekerjaan. Inilah yang meresahkan masyarakat Rwanda,” katanya.

3. Pemerintah dituduh bertindak keras terhadap oposisi

Presiden Rwanda Paul Kagame. (Twitter.com/Presidency | Rwanda)

Pemerintahan Kagame telah mendapat pujian karena berhasil menstabilkan negara dan mengembangkan kesehatan masyarakat serta perekonomian. Namun, kelompok hak asasi manusia dan kritikus menuduh pemerintahnya melakukan tindakan keras terhadap lawannya, termasuk dengan melakukan pembunuhan di luar hukum bahkan jauh di luar perbatasan negara.

Pada awal tahun ini, di bawah tekanan diplomatik, Rwanda membebaskan Paul Rusesabagina, pemimpin oposisi yang ditipu agar naik pesawat ke negara tersebut dan memvonisnya melakukan pelanggaran teror pada 2021. Rusesabagina telah dianggap sebagai pahlawan karena telah menyelamatkan ratusan orang selama genosida.

Lembaga pengawas yang berbasis di AS, Freedom House dalam laporan terbarunya menggambarkan Rwanda sebagai negara yang tidak bebas, mengatakan bahwa partai Front Patriotik Rwanda melarang dan menindas kelompok oposisi mana pun yang dapat memberikan tantangan serius terhadap kepemimpinannya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ifan Wijaya
EditorIfan Wijaya
Follow Us