Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Harga Uranium Diprediksi Naik Imbas Kudeta Niger

ilustrasi (Unsplash.com/Wim van 't Einde)
ilustrasi (Unsplash.com/Wim van 't Einde)

Jakarta, IDN Times - Harga uranium global mengalami kenaikan pada Selasa (1/8/2023) usai Niger mengalami kudeta militer. Pekan lalu, harga per pon adalah 56,15 dolar atau sekitar Rp849 ribu. Kini harga tersebut mengalami kenaikan menjadi 56,26 dolar atau sekitar Rp851 ribu.

Niger adalah salah satu negara dengan penghasil uranium ketujuh terbesar di dunia. Sejauh ini penambangan uranium terus berlanjut meski negara itu belum stabil. Para konsultan memperkirakan, harga uranium kemungkinan akan naik lagi dalam beberapa minggu mendatang.

1. Dalam tiga tahun terakhir harga uranium meningkat hampir 40 persen

ilustrasi (Unsplash.com/Deon Hua)
ilustrasi (Unsplash.com/Deon Hua)

Niger merupakan salah satu negara miskin di dunia namun menghasilkan 4 persen pasokan uranium global. Produksi mereka penting bagi pasar Eropa yang masih banyak memiliki situs pembangkit listrik tenaga nuklir dan industri medis.

Ben Godwin, kepala analisis di Prism Political Risk Management, mengatakan permintaan uranium terus meningkat dan kudeta di Niger telah jadi topik yang menarik untuk dibahas.

"Itu (kudeta) tentu menjadi topik yang sangat menarik saat ini, terutama karena pasar uranium sangat, sangat ketat saat ini. Permintaan telah meningkat selama beberapa tahun terakhir, dan tahun ini, kami telah melihat harga spot uranium naik hampir 40 persen," kata Godwin dikutip dari Al Jazeera.

Dalam tiga tahun terakhir, harga uranium terus mengalami lonjakan dan berlipat ganda. Tetapi peningkatan itu diperkirakan tidak akan melebihi atau mendekati puncak harga uranium pada 2007 yang mencapai 140 dolar (Rp2 juta) per pon.

2. Tidak ada risiko menyusutnya pasokan uranium bagi Prancis

Kudeta Niger menuai banyak kecaman, termasuk dari PBB.

Prancis menjadi negara yang kemungkinan paling terdampak secara bilateral, karena negara itu merupakan bekas penjajah di Niger sekaligus sahabat Presiden Mohamed Bazoum yang digulingkan.

Paris telah mengumumkan evakuasi warga yang berada di Niger dan membatasi kegiatan ekonominya. Tapi perusahaan pengelola tambang nuklir Prancis Orano tetap melanjutkan ekstraksi uraniumnya.

Dilansir Euroactiv, perusahaan Prancis itu mengelola tambang di bagian utara dengan lebih dari 900 stafnya berasal dari penduduk setempat. Ada kemungkinan negara di Afrika Barat itu akan membatasi ekspornya sehingga menghambat produksi tenaga nuklir Prancis.

"Krisis (Niger) saat ini tidak membawa risiko jangka pendek pada kapasitas pasokan Orano baik di Prancis maupun internasional," kata juru bicara Orano.

Antara 2005 dan 2020, Niger adalah pengekspor uranium terbesar ketiga Prancis, dengan 17,9 persen dari total pasokan (24.787 ton). Kazakhstan adalah nomor satu dengan 20,1 persen (27.748 ton) dari seluruh ekspor, dan Australia berada di urutan kedua dengan 18,7 persen (25.804 ton).

3. UE tidak khawatir pasokan uranium terpangkas

Ilustrasi fasilitas nuklir (Pexels.com/Markus Distelrath)
Ilustrasi fasilitas nuklir (Pexels.com/Markus Distelrath)

Selain Prancis, UE merupakan pasar penting bagi uranium. Ini karena banyak negara anggota blok tersebut yang memiliki PLTN dengan uranium sebagai bahan utama fusi nuklir.

Dilansir France24, Euratom atau badan nuklir UE sejauh ini mendapatkan seperempat pasokan uranium dari Niger. Namun, pihaknya juga tidak khawatir tentang kudeta yang terjadi di negara Afrika Barat itu.

"Jika impor dari Niger dipangkas, tidak ada risiko langsung terhadap keamanan produksi tenaga nuklir dalam jangka pendek," kata Euratom.

Selain pasokan uranium, ada faktor lain yang mengurangi fluktuasi harga produksi energi nuklir yakni siklus bahan bakar yang rendah. Untuk uranium sendiri hanya mengambil 6 persen dari biaya total. Biaya investasi dan biaya operasional serta pemeliharaan jauh lebih mahal.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pri Saja
EditorPri Saja
Follow Us