Houthi Beri Israel Waktu 4 Hari untuk Izinkan Bantuan Masuk ke Gaza

Jakarta, IDN Times - Houthi di Yaman memberikan tenggat waktu 4 hari bagi Israel untuk mencabut blokade terhadap bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mereka mengancam akan melanjutkan operasi angkatan laut terhadap negara Yahudi tersebut.
Dalam pidatonya pada Jumat (7/3/2025) malam, pemimpin kelompok itu, Abdel-Malik al-Houthi menuduh Israel ingkar terhadap komitmennya dalam kesepakatan gencatan senjata dengan kelompok Palestina Hamas.
“Batas waktu ini diberikan untuk memberi kesempatan bagi para mediator melanjutkan upaya mereka. Jika setelah 4 hari ini musuh Israel tetap menghalangi masuknya bantuan ke Gaza, menutup seluruh penyeberangan, dan terus memblokir pasokan makanan serta obat-obatan ke Gaza, kami akan melanjutkan operasi angkatan laut kami melawan musuh Israel,” katanya, dikutip dari Anadolu.
1. Hamas sambut baik ultimatum Houthi
Ultimatum tersebut langsung disambut baik oleh Hamas.
“Keputusan berani ini merupakan kelanjutan dari sikap dukungan dan bantuan yang telah mereka (Houthi) berikan selama 15 bulan perang di Gaza,” kata kelompok Palestina tersebut, dilansir dari Al Jazeera.
Sejak November 2023, Houthi telah melancarkan serangan rudal dan drone terhadap sasaran Israel dan kapal kargo yang berafiliasi dengan Tel Aviv di Laut Merah. Mereka menyatakan serangan tersebut merupakan bentuk solidaritas terhadap warga Gaza yang menghadapi serangan brutal Israel.
Pada Februari 2025, kelompok yang didukung Iran ini juga mengancam akan mengambil tindakan militer jika Amerika Serikat (AS) dan Israel berupaya mengusir warga Palestina secara paksa dari Gaza. Washington telah kembali menetapkan Houthi sebagai organisasi teroris awal pekan ini.
3. Blokade bantuan Israel dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang
Israel menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza pada Minggu (2/3/2025), setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak memulai negosiasi untuk tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kelompok hak asasi manusia dan negara-negara di dunia menyatakan bahwa blokade Israel dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.
Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR), pada Jumat, mengatakan bahwa tindakan Israel telah memicu lonjakan harga serta menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya serangan udara dan kelaparan.
"Sebagai kekuatan pendudukan, Israel memiliki kewajiban hukum untuk memastikan pemenuhan kebutuhan dasar bagi warga Palestina yang berada di bawah kendalinya. Setiap upaya untuk menghalangi masuknya kebutuhan hidup bagi warga sipil dapat dianggap sebagai hukuman kolektif. Penggunaan kelaparan sebagai senjata perang merupakan kejahatan perang," kata OHCHR dalam sebuah pernyataan.
Warga Palestina mengungkapkan bahwa blokade tersebut juga menyebabkan kekurangan pasokan medis dan membuat rumah sakit kesulitan merawat korban luka.
3. Rumah sakit kekurangan pasokan medis dan bahan bakar
Tareq Abu Azzoum dari Al Jazeera mengatakan bahwa petugas kesehatan berusaha semaksimal mungkin untuk tetap memberikan layanan medis penting bagi warga Gaza.
"Rumah sakit dan pusat kesehatan sangat membutuhkan bahan bakar agar tim medis dapat terus memberikan layanan. Sebagian besar rumah sakit bergantung pada generator darurat, dan kini, dengan larangan masuknya truk bahan bakar, situasinya semakin memburuk," tambahnya,” kata Azzoum, yang melaporkan dari Khan Younis, Gaza selatan.
“Dan keadaan ini diperkirakan akan menjadi lebih buruk dalam beberapa hari mendatang jika tidak ada intervensi yang serius," tambahnya.
Perang Israel di Gaza telah menewaskan sedikitnya 48.440 warga Palestina dan melukai 111.845 lainnya. Otoritas di wilayah tersebut memperkirakan jumlah korban tewas mencapai 61.709 orang, lantaran ribuan warga yang hilang di bawah reruntuhan diperkirakan telah meninggal dunia.