Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ikuti Jejak Amerika, Guatemala Akui Jerusalem Sebagai Ibu Kota Israel

Times of Israel

Guatemala, IDN Times - Presiden Guatemala, Jimmy Morales, menjadi negara pertama yang mengikuti kebijakan Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke kota Yerusalem.

Dilansir oleh BBC, Morales merilis pernyataan di Facebook bahwa keputusan tersebut diambil setelah dia berbicara dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

Pekan lalu, Guatemala adalah satu dari sembilan negara yang mengambil sikap tidak setuju atas resolusi PBB yang mendesak AS untuk menganulir pengakuannya bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel.

Sebelum voting, Presiden AS Donald Trump telah "mengancam" akan memotong bantuan keuangan negara-negara yang menentang AS. Guatemala, satu negara miskin di kawasan Amerika Tengah, selama ini sangat bergantung terhadap bantuan AS.

Pada hari Minggu (24/12/2017) kemarin, Morales menyatakan bahwa dirinya telah menginstruksikan Kementerian Luar Negeri Guatelama untuk memulai "koordinasi yang diperlukan oleh masing-masing pihak" sebelum memindahkan kedutaan negara tersebut dari Tel Aviv ke Yerusalem.

"Untuk itulah saya memberi tahu Anda bahwa saya telah memberikan instruksi kepada kementerian luar negeri bahwa mereka memulai koordinasi yang diperlukan untuk mewujudkannya," tulis Morales.

Langkah tersebut bagi beberapa pengamat politik dianggap tidak akan berdampak banyak dalam politik internasional, atau masalah Israel dan langkah AS seputar status Yerusalem di sekitar negara-negara besar, sebab mereka menentang langkah tersebut.

Guatemala telah lama memiliki kerjasama keamanan yang erat dengan Israel, termasuk menjadi pembeli senjata Israel. Morales adalah seorang Kristen evangelis yang pemilihannya pada tahun 2015 terlihat di Israel karena menandai potensi hubungan yang lebih dekat.

Juru bicara kementerian luar negeri Israel Emmanuel Nahshon mengucapkan terima kasih kepada Guatemala atas "keputusan penting" tersebut di akun Twitter-nya @Emmanuel Nahshon.

Pada hari Senin (25/12/2017) ini, Wakil Menteri untuk Diplomasi Israel Michael Oren juga memuji langkah tersebut.

"Viva Guatemala! Negara adidaya membutuhkan keberanian untuk membela keadilan dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota abadi Israel. Tapi dibutuhkan lebih banyak lagi nyali yang luar biasa bagi sebuah negara kecil untuk melakukan itu," tulis Oren di Twitter-nya @DrMichaelOren. "Rakyat Guatemala, orang-orang Israel tidak akan pernah melupakan dukungan dan keberanian Anda."

"Rakyat Guatemala telah menunjukkan bahwa mereka tahu betul jika Yerusalem adalah ibu kota Israel! Saya menyambut baik keputusan mereka untuk memindahkan kedutaan mereka ke Yerusalem dan berterima kasih atas persahabatan mereka yang dalam," tambah presiden Israel Reuven Rivlin di akun Twitter-nya @PresidentRuvi. "Kami berharap dapat menyambut Anda semua di Yerusalem!"

Namun sama seperti Donald Trump, Morales belum memberi rincian pasti kapan proses pemindahan kedutaan besar mereka akan dilakukan. Dalam kesempatan yang sama, Morales juga menegaskan posisi Guatemala sebagai sekutu lama Israel.

Sejauh ini belum ada lagi negara lain yang berniat memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem, meski pun The Guardian memberitakan bahwa Republik Ceko sedang mempertimbangkan langkah tersebut.

Status Yerusalem menjadi pokok dari konflik Israel-Palestina. Israel menduduki bagian timur kota, yang sebelumnya dikuasai oleh Yordania, seusai Perang tahun 1967 dan menganggapnya sebagai bagian dari ibu kota yang tak terpisahkan.

Orang-orang Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka dan statusnya baru bisa dibahas jika negosiasi damai telah mencapai tahap akhir.

Kedaulatan Israel atas Yerusalem sendiri tidak pernah diakui secara internasional. Hal itu terbukti dari kebijakan semua negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel memilih menempatkan kedutaan besar mereka di kota Tel Aviv.

Namun, Presiden Trump telah melanggar "kesepakatan tak tertulis" yang dipatuhi oleh presiden-presiden pendahulunya pada awal Desember lalu, dengan mengumumkan kebijakan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Pengumuman tersebut memicu bentrokan selama seminggu penuh antara warga Palestina dengan pasukan keamanan Israel yang menyebabkan 12 orang Palestina tewas.

PBB sempat turun tangan dengan merancang resolusi yang mendesak kebijakan tersebut dibatalkan. Pemungutan suara menghasilkan 128-9, kemenangan bagi warga Palestina namun gagal mencapai jumlah yang diperkirakan. Sebanyak 35 negara menyatakan abstain dan 21 lainnya tidak mengikuti voting.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Irma Yudistirani
EditorIrma Yudistirani
Follow Us